Author Pov.
Keluarga Maxwell pindah ke London, setelah masalah baru waktu itu datang, Dylan dan keluarganya memutuskan pindah ke London dan meninggalkan Los Angeles, Amerika Serikat, mereka memulai semuanya dari awal di sini.
Di tambah lagi, perusahaan Dylan sedang dalam kemajuan khususnya di London, perusahaan terbesar miliknya yang sedang maju-majunya.
"Sayang, aku mau bicara," ujar Emily yang baru saja memasuki ruangan kantor suaminya.
"Ada apa, Sayang? Kenapa kau kemari tanpa memberitahuku? " tanya Dylan sembari menaruh pena miliknya dan menghampiri istrinya yang sedang berdiri dengan pelukan hangatnya serta kecupan bibirnya.
"Aku sengaja tidak memberitahumu," jawab Emily.
"Hem, duduklah dulu," ujar Dylan.
Emily duduk di sofa di bantu Dylan yang memegangi kedua bahunya dengan lembut.
"Ada apa, Sayang? Kau mau membicarakan apa denganku? " tanya Dylan yang duduk tepat di samping istrinya.
"Sayang, apa kau tak bisa memaafkan Jean ? Dia putra kita, aku tak ingin dia merasa jauh denganmu," ujar Emily berharap apa yang ia katakan dan inginkan membuahkan hasil.
Dylan langsung beranjak dari duduknya, menghela napas panjang dan berdiri tepat di depan jendela kaca yang menghubungkan pemandangan dan gedung pencakar langit di hadapannya.
"Aku tak ingin bertengkar denganmu hanya karena anak itu, jangan memaksaku, Sayang, aku mohon," ujar Dylan.
"Dia putra kita satu-satunya, apa kau tega menelantarkannya?"
"Apa ? Menelantarkannya ? Dia tinggal bersama kita, kenapa kau sampai mengatakan itu?"
"Dia memang tinggal bersama kita, seatap dengan kita, tapi dia merasa sangat jauh darimu, Sayang, please apa kau tak bisa memaafkannya demi diriku?"
"Kita sudah membicarakan ini dari puluhan tahun yang lalu, jangan pernah memaksaku lagi, anak itu sudah tinggal bersama kita dan aku pun sudah mengizinkannya, untuk mendapatkan maafku, aku tak bisa, pulanglah," ujar Dylan.
Emily beranjak dari duduknya dan melangkah menuju pintu, meninggalkan suaminya yang sedang diam tergugu dengan kekerasan serta ketegasan yang ia punya.
Emily menyeka air matanya dan memilih meninggalkan ruangan suaminya dan berjalan menuju lift.
***
Clarabell sedang membereskan cafe tempatnya bekerja sebelum buka, sudah hampir jam 9 pagi, cafe pun sebentar lagi akan ia buka bersama temannya.
"Apa kau sudah membereskan semuanya?" tanya teman Clarabell, yang bernama Katie.
"Sudah, Katie," jawab Clarabell.
"Kalau begitu, buka saja," ujar Katie.
"Hem ... baiklah,"
Tak lama kemudian manager cafe yang bernama Berta baru saja datang.
Clarabell dan Katie langsung membungkuk ketika melihat Berta datang.
"Clarabell, ikut denganku," pinta Berta.
"Baiklah, Nona," jawab Clarabell.
"Kenapa Nona Berta memanggilmu ? Apa kau melakukan kesalahan?" tanya Katie.
"Aku juga tidak tahu." Clarabell melangkah menyusul langkah kaki Berta ke dalam ruangan manager.
Clarabell berdiri di hadapan Berta yang sedang menandatangani salah satu dokumen yang ada di hadapannya.
"Berangkatlah siang ini ke London, kau bisa bekerja di sana dan membantu Mercyn, kita kekurangan orang di sana," ujar Berta sembari menyodorkan tiket pada Clarabell.
Clarabell menerima tiket dari Berta dan mengenggamnya erat.
"Ada apa, Clarabell? Kau tak terima aku pindahkan ke sana?" tanya Berta memicingkan mata.
"Tidak, Nona, saya terima kok."
"Lantas kenapa kau masih di sini?"
"Apa saya bisa pulang sekarang? Saya akan membereskan barang-barangku dulu," kata Clarabell.
"Iya. Kau bisa pulang dan langsung ke Bandara, malam ini ada acara Meet and Greet di cafe kita, karena itu kau harus membantu mereka di sana," ujar Berta.
Clarabell mengangguk santun.
"Kalau begitu saya permisi, Nona."
"Baiklah, selamat bekerja dan bekerjalah dengan baik di sana, aku tak ingin mendengar keluhan dari siapa pun," ujar Berta.
***
Di mansion, Emily sedang duduk di dekat kolam renang, menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong, ia berusaha menahan perasaan sedihnya ketika melihat putranya tak saling berbicara dengan ayahnya sendiri.
"Selamat siang, Mommy," sapa Queen.
Queen Rose Maxwell.
"Siang, Sayang, kau baru pulang?" tanya Emily.
"Iya, Mom, aku dari kampus dan langsung ke rumah Aunty Alice karena Aunty menghubungiku untuk merayu Lucia, karena Lucia tak ingin ke sekolah," ujar Queen.
"Ada apa dengan, Lucia ? Kenapa dia tak ingin ke sekolah?"
"Tidak tau juga, Mom, Lucia berlebihan ahh, masa di tolak cowok langsung marah dan tidak mau ke sekolah."
Emily tertawa kecil mendengar perkataan putrinya.
"Mommy kok ketawa?" tanya Queen.
"Tidak apa-apa, Sayang, ya sudah mandi sana lalu makan siang," kata Emily.
"Iya, Mom, aku langsung ke kamar soalnya malam nanti aku akan ke cafe Jameson's untuk menghadiri acara meet and greet Kak Jean," seru Queen.
Emily hanya bisa menggeleng melihat semangat Queen menghadiri acara Meet And Greet kakaknya.
Emily berjalan menuju ke ruang keluarga.
Beberapa menit kemudian.
"Selamat siang, keluarga Dylan Maxwell," sapa suara tak asing.
Emily berbalik dan melihat Jake dan Mikaela sedang berjalan ke arahnya.
"Jake? Mikaela?" Emily langsung memeluk Mikaela.
"Apa kabar, Emily?" tanya Jake.
"Kalian kenapa tak menghubungiku? Jika saja kalian menghubungiku, aku pasti akan menjemput kalian di bandara," ujar Emily senang melihat Jake dan Mikaela datang.
"Kami sengaja memberikanmu kejutan," ujar Mikaela.
"Bagaimana kabarmu, Em?" tanya Jake.
"Aku baik seperti yang kalian lihat."
"Apa Dylan belum pulang?" tanya Jake.
"Dia pulangnya mungkin malam, Jake, seperti biasa," ujar Emily.
"Baiklah. Kalian mengobrol saja dan aku akan ke kantor Dylan, aku harus ke sana atas perintahnya," ujar Jake.
"Kau tak minum sesuatu dulu?" tanya Emily.
"Tidak perlu, Em, aku bisa minum sesuatu di kantor, jaga istriku yang sedang hamil ini ya, Em," ujar Jake sembari mengelus lembut perut buncit istrinya.
"Baiklah, aku akan menjaganya," ujar Emily.
***
Jean baru saja selesai syuting, ia duduk di kursi santai dan menerima kesejukan dan tiupan angin sepoy dari arah berlawanan.
Jean memejamkan matanya, suara sorakan dari fansnya terdengar sangat bising tapi ia sudah biasa mendengarnya karena setiap waktu, Jean selalu di paparazi dan selalu di buntuti fans fanatiknya.
"Jean, ayo kita langsung ke kantor Alphar, kita harus menandatangani kontrak di sana, waktunya benar-benar mepet," ujar David.
"Apa harus? Aku ingin bersenang-senang dahulu, David," ujar Jean sembari memakai kacamata raybandnya, membuat David menghela napas panjang.
"Come on, Jean. You can have some fun later, kita harus pergi sekarang, jadwal ke Alphar harus selesai sebelum jam tiga, karena jam tiga jadwalmu pemotretan sedangkan setelah pemotretan ada acara Meet and Greet di cafe Jameson's, hari ini jadwalmu benar-benar padat," ujar David beusaha membuat Jean mengerti.
"Oke oke, we go now, David," ujar Jean dan beranjak dari duduknya.
Suara teriakan histeris fansnya benar-benar terdengar bising.
Saya jelaskan sedikit tentang David.
David Maxwell.
David adalah anak pertama dari Jake dan juga Mikaela, dia memilih menjadi manager Jean karena tak tertarik dengan dunia bisnis seperti ayah dan pamannya.
Ia mengikuti Jean sudah hampir 15 tahun, baginya dunia Jean adalah hal yang baru dalam hidup keluarga Maxwell, menapaki karir menjadi seorang manager artis di luar dugaannya awalnya hanya mencoba dan lama kelamaan dia mulai tertarik.
Jake dan Mikaela membebaskan putra mereka mencari kehidupan sendiri, Jake tak memaksa putranya harus bekerja di perusahaan keluarga atau menjadi seperti dirinya.
Berbeda dengan Jean yang tak mendapatkan persetujuan ayahnya, memang sangat mustahil seorang Jean Maxwell menapaki dunia artis, tapi semenjak kepindahan keluarganya ke London semuanya berubah, impiannya pun menjadi berubah.
Hal itu bertentangan dengan keinginan Dylan pada putranya, Dylan berharap Jean mau berkutat bersamanya di dunia bisnis karena Jean adalah pewaris tunggal Maxwell Corp.
Tapi Jean memilih hidupnya sendiri, tak ada yang mampu menghentikannya ketika ia menginginkan sesuatu. Cara hidup memang berbeda-beda, Jean memilih hidupnya sendiri, tapi di balik keinginannya menjadi seorang artis tak ada yang tau karena sejak dulu dia tak pernah bermimpi menjadi seorang aktor.
Dylan berharap putra tunggalnya itu mau mengikuti keinginannya tapi semuanya berubah, Jean bukan anak 6 tahun lagi yang selalu menurut apa kata ayahnya, dia sudah dewasa, jalan hidup yang ia pilih adalah haknya karena yang menjalani adalah dirinya.
Karena itu di dunia artis Jean tak memakai marga keluarganya, ia hanya memakai nama depannya saja, karena dia merasa tak pantas membanggakan diri dari keluarga Maxwell karena yang saat ini ia lakukan bukan hal yang membanggakan kedua orang tuanya.
Ketika memilih jalan hidup ini, Jean di usir dari mansions oleh Dylan, ia pun meninggalkan mansion, beberapa hari ia pun mendapatkan kabar dari orang-orang jika Emily sakit keras semenjak kepergiannya, Jean pun kembali ke mansion dan tinggal bersama keluarganya sebagai kekuatan Emily, walaupun harus merasa sangat jauh dengan Dylan ayahnya.
Sampai di perusahaan Alphar, Jean memakai kacamata raybandnya dan berjalan menuju Lift.
Lift pun membawanya naik ke lantai atas di mana ruangan Alphar.
Lima menit kemudian Jean dan David sampai di ruangan Alphar, Alphar menyambutnya dengan hangat.
"Duduklah, sang pangeran semua orang," ujar Alphar.
Jean duduk di kursi kebesaran Alphar dan membuka kacamata rayband-nya.
"Kau 'kan tau aku tak suka basa-basi, keluarkan saja kontraknya dan aku tanda tangani, setelah itu aku harus pergi," ujar Jean.
"Baiklah, Pangeran. Aku akan mengambil kontraknya."
Alphar langsung keluar dari ruangannya entah kemana.
"Kemana orang itu?" tanya Jean.
"Kamu 'kan menyuruhnya mengambil kontraknya," jawab David.
"Kenapa dia tak menaruhnya sebelum aku datang? Aishh... shitt! Aku tak suka menunggu."
"Sabarlah, Jean."
"Lantas apa yang kau lakukan? Kenapa sejak tadi tanganmu tak pernah diam, David?" tanya Jean.
"Aishh ... aku sedang menutupi skandalmu, skandal murahan yang muncul dengan model Gean Alexa," jawab David.
"Haha ... bukankah itu memang tugasmu, David ?" tanya Jean.
"Namun komentar tak pernah buruk tentangmu, dasar wanita ... syukurlah pekerjaanku mudah karena fansmu tak ada yang percaya dengan gosip murahan ini."
"Okay, Cousin, siapkan wanita untukku malam ini," ujar Jean.
"Selesai meet and greet malam nanti kita harus pulang, Jean. Ayah dan ibuku baru sampai ke London siang tadi."
"What? Uncle dan Aunty ada di London? Wahh ... okay kita harus cepat pulang, David."
"Sorry pangeran, kau harus menunggu, ini kontraknya," ujar Alphar memberikan dokumen kepada Jean.
"Kau pasti tau aku tak suka menunggu, tapi karena suasana hatiku saat ini sedang baik, aku akan tetap menandatangani kontrak ini," ujar Jean dengan pena pribadinya yang selalu menemaninya, ia pun lalu menandatangani kontrak dengan perusahaan agency milik Alphar
Setelah selesai menandatanganinya, Aplhar menyodorkan tangannya dan menjabat tangan Jean.
"Okay, Alphar, sampai ketemu minggu depan," ujar David.
"Okay, thanks prince," ujar Alphar pada Jean.
Jean dan David lalu keluar dan meninggalkan Alphar yang saat ini sedang bahagia karena berhasil mendapatkan kontrak kerja bersama Jean.
BERSAMBUNG