Jam pelajaran kedua baru saja usai. Dan bel berbunyi menandakan bahwa jam istirahat telah tiba. Sebagian besar anak di kelas Minah menghambur keluar kelas. Tentu saja, kantin adalah tempat utama yang mereka tuju. Sedangkan Minah seperti biasanya, akan menghabiskan waktu bersama Andra di atap. Makan bersama dan bercengkerama dengan lelaki itu. Hubungan Minah dan Andra semakin dekat, tak ada rahasia di antara keduanya. Keduanya saling menyayangi dengan tulus.
Hari-hari yang Minah lalui bersama Andra terasa begitu berharga. Andra selalu bersikap baik padanya, tidak pernah bersikap kelewat batas. Andra begitu menghargai Minah, seolah Minah adalah sesuatu yang sangat berharga untuknya. Kebersamaan dan perhatian Andra Sedikit mengobati luka hati karena merindukan ayahnya yang entah berada di mana. Minah bersyukur meski ia tak punya teman di sekolah elit itu, ada Andra yang selalu berada di sampingnya.
Seperti hari itu, mereka bertemu di dekat perpustakaan dan naik ke atap. Mereka makan bersama dan saling berbagi cerita. Berbagi bahagia juga keluh kesah. Dan setelah makan bersama, mereka kembali ke kelas masing-masing. Hal yang sederhana namun bermakna.
"Wah, ini kesempatan yang bagus. Geng 'Beauty' merekrut satu anggota baru lagi. Dan yang diincar adalah anak kelas 2."
Ketika Minah ingin kembali ke kelas, di tengah tanpa sengaja Minah mendengar obrolan murid yang lainnya. Minah mendengarkan dengan seksama karena mengira itu hal yang penting.
"Iya mungkin karena mereka sudah mau lulus. Mungkin mereka berniat untuk mencari penerus mereka."
"Iya benar, kita harus ikut seleksinya nih. Kesempatan bagus untuk dekat dengan dewi di sekolah ini."
"Kamu yakin mau ikut? Lihat dirimu! Aku yakin beratmu tak kurang dari 60 kilogram. Kamu tahu sendiri bagaimana kriteria yang Kak Shena cari. Cantik, kurus dan pintar."
"Huh, kamu kejam Vi. Mematahkan semangatku bahkan sebelum aku sempat berjuang," ucap gadis manis yang bertubuh sedikit gendut itu dengan kesal.
"Hei, jangan marah. Ini kenyataan La. Mungkin orang seperti kita memang tidak bisa ikut. Kamu gemuk, sedangkan aku yang kurus tapi pendek. Kita benar-benar tidak masuk kriteria."
"Benar, ya sudahlah kita tak perlu ikut-ikutan. Kalau begitu mari kita fokus untuk belajar saja." Kedua gadis yang dari perpustakaan tadi meninggalkan Minah yang penuh tanda tanya.
"Geng Beauty? Apa itu? Tadi mereka sebut-sebut Kak Shena deh kayaknya." Minah berbicara sendiri dengan suara yang lirih.
"Ah, masa bodo. Geng apakah itu, yang terpenting bagiku hanyalah harus fokus belajar." Minah memilih untuk segera kembali ke kelasnya.
***
Sementara itu di kelas
Keadaan kelas begitu riuh, terdengar obrolan yang sama di sana-sini. Semua orang sibuk membicarakan tentang perekrutan anggota baru geng Beauty. Para murid perempuan sangat antusias untuk mengikuti acara itu. Karena jika mereka bisa dekat dengan Shena, maka banyak keuntungan yang bisa mereka dapatkan.
Rachel pun tak jauh berbeda, ia sangat tertarik. Rachel sangat ingin bisa masuk menjadi anggota geng itu. Namun bedanya, ia benar-benar ingin dekat dengan Shena. Bukan karena pamor atau kekayaan gadis paling populer itu. Ya, Rachel sangat mengidolakan Shena. Jika masalah kekayaan, Rachel jauh lebih kaya dari Shena.
"Chel, kamu yakin mau masuk geng Kak Shena?" tanya Vita.
"Iya, aku yakin. Itu impianku sejak masih kelas satu. Tentu saja aku tidak akan melewatkan kesempatan emas ini. Aku sangat ingin dekat dengan Kak Shena."
"Tapi dari yang aku dengar, seleksinya ketat Chel. Kayak orang penting gitu, Chel. Tidak cukupkah kamu berteman dengan kami saja?" ucap Vita sedikit kecewa. Karena Vita tahu jika Rachel berhasil masuk geng Shena, hubungan mereka otomatis akan merenggang. Dan bisa saja Rachel melupakan dirinya dan Erina.
"Tidak, ini impianku. Aku akan berusaha yang terbaik. Mengenai berhasil atau tidak, tidak masalah. Karena aku punya rencana yang lainnya. Jika lewat seleksi Kak Shena tidak menerimaku, maka aku akan diterima dengan bantuan kakakku."
"Ah, iya aku baru ingat kalau Kak Shena adalah pacar kakak kamu. Pasti nanti kamu akan melupakan kami, Chel." Erina ikut kecewa seperti Vita. Bagaimanapun juga mereka selalu bersama selama setahun lebih ini. Mereka tak ingin Rachel masuk geng itu dan melupakan persahabatan mereka.
"Tidak akan. Mungkin selama di sekolah kita akan jarang bersama tapi di luar kita masih bisa jalan bareng," ucap Rachel menenangkan kedua sahabatnya. Walaupun kedepannya ia juga tak tahu bagaimana hubungannya dengan Erina dan Vita jika ia masuk geng Shena.
Ketika mereka masih asyik berbincang, Minah yang baru selesai makan masuk ke kelas. Tanpa sengaja, gadis itu memperhatikan Rachel dan teman-temannya yang asyik mengobrol.
"Apa sih udik lihat-lihat? Mau menguping ya?" tanya Erina memelototkan mata ke arah Minah yang baru datang.
"Eh, maaf Rin. Minah nggak sengaja. Minah tak akan melihat kalian lagi." Minah menundukkan pandangannya dan segera duduk di mejanya sendiri. Tak berapa lama, bel masuk berbunyi. Pelajaran pun dilanjutkan kembali.
***
"Kak, bantu Rachel ya?"
"Tidak!" tolak Raditya dengan tegas.
Sudah lima belas menit lamanya gadis berpipi cabi itu mengikut kakaknya ke sana kemari sejak pulang sekolah. Tujuannya hanya satu, ia ingin mendapatkan bantuan Raditya agar bisa menjadi anggota geng Beauty.
Berbagai cara ia lakukan untuk membujuk kakaknya. Agar pemuda itu mau berbicara pada Shena untuk memberinya kesempatan. Namun, Raditya bersikukuh untuk tidak ikut campur.
"Kak Radit! Please ...."
"Tidak Chel. Jangan keras kepala. Terlebih kamu juga tidak memenuhi kriterianya. Lebih baik kamu lupakan saja. Sudah cukup bagus kamu berteman dengan Vita dan Erina yang mau mengikutimu ke mana-mana. Mereka kan selalu menuruti perkataanmu. Tidak perlu kamu masuk ke geng seperti itu."
"Alah, Kakak sebut geng seperti itu. Tapi itu kan geng pacar Kak Radit juga."
"Eh, itu ... Chel, mengertilah. Apa yang akan Shena katakan jika aku terlalu ikut campur dengan urusannya." Raditya berusaha memberi alasan yang logis. Namun, Rachel yang keras kepala masih belum mau menyerah.
"Katakan Kak. Apa yang harus Rachel berikan agar Kakak mau membantu adik kesayanganmu ini?"
Raditya menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak menginginkan apa pun."
"Aku akan memberikan separuh uang jajanku untuk Kakak. Asal Kakak mau membantuku."
"Tidak perlu, karena di kartu kredit yang papa berikan berpuluh kali lipat jumlahnya dari uang sakumu itu."
"Aku belikan video game baru, ya? Please." Rachel masih belum mau menyerah.
"Dasar kepala batu. Aku tidak membutuhkan itu semua."
"Baiklah kalau Kakak tidak mau membantu Rachel, Rachel akan bilang pada Mama tentang kejadian yang sebenarnya."
"Kamu mengancam Kakak? Kejadian apalagi?"
"Kejadian seminggu yang lalu. Kalau Kakak ...." Ucapan Rachel terhenti karena Raditya secepat kilat membekap mulutnya dengan telapak tangan.
"Apa sih mau kamu? Kamu mau Kakak diusir dari rumah ini?"
"Kalau begitu, bantu Rachel. Maka semuanya aman."