Bab 23

1027 Kata
"Ma, please izinkan Rachel pergi kali ini." "Tidak!" Rasti yang sedang mengerjakan pekerjaan di laptopnya menolak dengan tegas. Beberapa gadis itu membujuk. Namun mamanya berkeras hati untuk tidak memberikan izin. "Please Ma. Kali ini saja. Rachel janji tidak akan membeli barang mahal dan aneh lagi. Please izinkan Rachel, Ma. Rachel terlanjur janji sama Vita dan Erina. Apa kata mereka jika Rachel ingkar janji." "Makanya, kalau apa-apa tuh tanya Mama dulu." "Ma, please deh Ma. Rachel akan nurut sama Mama. Asal Mama izinkan Rachel pergi." "Baiklah, okay." "Beneran Ma?" "Iya bener. Tapi ada syaratnya dong." "Apa Ma? Rachel akan melakukannya." Rachel memeluk tubuh mamanya. Bermanja merayu dan mencari simpati. Rasti hanya tersenyum melihat sikap kekanakan Rachel. "Em, gampang aja sih syaratnya." "Katakan cepat Ma," ucap Rachel tak sabar. "Kamu boleh pergi asal ... kamu mengajak Minah." "Hah? Nggak mau. Syarat lain. Nggak mau syarat yang itu." "Ya sudah itu artinya kamu nggak boleh pergi. Dan Mama akan suruh Papa decline kartu kredit kamu untuk sementara waktu." "Mama jahat." Rachel melepaskan pelukannya dan marah. "Syarat yang Mama ajukan kan sebenarnya hanya sederhana. Mama cuma mau kamu tambah akrab sama Minah. Ajak Minah karena Mama mau dia punya teman. Kasihan." "Mama ...." Rachel memasang wajah cemberut. Tririring Ponsel Rachel berbunyi dengan kencang saat ia masih membujuk Mamanya. Ada nama Erina di layar ponselnya. "Iya halo," jawab Rachel ketus. "Chel, gimana? Aku sudah di rumah Vita nih. Kamu kapan ke sini? Jam berapa mau jemput kami?" tanya Erina. "Iya bawel amat sih. Tunggu saja di rumah Vita." Rachel mengakhiri panggilan teleponnya. "Ya sudah. Mama panggil Minah. Suruh cepet atau Rachel akan meninggalkannya." "Okay. Sip." Rasti berdiri dan memanggil Minah di kamarnya. "Dasar! Kalau bukan karena terpaksa, nggak sudi aku mengajak kamu." Rachel bersidekap seraya memejamkan matanya. Kepalanya ia sandarkan di sofa ruang tamu. Masih berharap Minah akan menolak ajakannya. Kriet Pintu kamar Minah terbuka, dan menampilkan Minah yang sudah rapi dengan dua kepangnya seperti biasa. Minah membawa tas slempang kecil yang Rasti belikan. Di sampingnya ada Rasti yang merangkul Minah. Rachel jadi tahu jika Minah menerima ajakan mamanya. "Ih, males banget," batin Rachel. "Kamu jaga Minah ya Chel. Jangan tinggalkan dia sendiri. Dan jangan pulang malam-malam," nasehat Rasti. "Iya Ma." "Minah pamit ya Tan." "Iya hati-hati ya sayang. Nikmati harimu." Rasti tersenyum bahagia untuk Minah. "Iya Tan. Terima kasih. Bye Tante." Minah mengikut langkah Rachel keluar dari rumah dan melambaikan tangan ke arah Rasti. "Semoga kalian bisa semakin akrab," batin Rasti penuh harap. *** "Ingat! Jangan menyusahkan aku. Jangan mempermalukan aku. Dan awas saja jika berani mengadu macam-macam pada Mama." "Iya Chel. Aku paham. Aku tidak akan menyusahkanmu." "Bagus. Ingat! Ketika Erina dan Vita bertanya, jawab saja seperti biasa. Kamu anak pembantuku. Kamu pergi denganku untuk membawa barang-barang belanjaanku. Mengerti?" "Iya Chel. Minah mengerti." Pak Tono hanya menjadi pendengar setia seperti biasanya. Terkadang lelaki tua itu mengintip ekspresi sedih Minah dari kaca spion. Pak Tono merasa kasihan pada Minah yang diperlakukan semena-mena. Walau Minah bukan siapa-siapa di keluarga itu. Tetap saja perlakuan Rachel terhadapnya keterlaluan. Namun ia tak dapat berbuat apa-apa, ia lebih takut kehilangan pekerjaannya. Tiga puluh menit kemudian mereka sampai di sebuah rumah yang cukup besar. Pak Tono menepikan mobilnya dan Rachel keluar dari mobil. Rachel memencet bel beberapa kali. Enggan untuk mampir masuk ke rumah Vita. Rachel mengambil ponselnya dan dengan tak sabar menelepon Erina. Cuaca cukup terik membuat Rachel menggerutu. "Cepat keluar!" Tanpa basa-basi Rachel menyuruh Erina dan Vita keluar. "Iya, sabar. Kami akan segera keluar." "Ya sudah cepat. Panas." Rachel kembali masuk ke mobil karena kepanasan. "Pindah ke depan. Kamu duduk sama Pak Tono." "Eh, iya." Minah segera turun dari mobil dan pindah ke depan. Beberapa menit kemudian, datang Erina dan Vita yang sudah berpakaian tak kalah modis dari Rachel. Mereka terkejut ketika membuka pintu dan ada Minah di depan. "Lho? Bagaimana bisa si udik ikut kita?" tanya Vita. "Iya Chel. Kenapa kamu mengajak si udik?" Erina ikut bertanya. "Sudah masuk cepat. Tidak usah bawel." Erina dan. Vita segera masuk ke dalam mobil. Dan Pak Tono segera mengemudikannya menuju mall. "Hei udik! Ngapain kamu ikut kami?" tanya Vita karena penasaran. "Saya ditugaskan nyonya untuk menjaga dan membawakan barang Non Rachel," jawab Minah seperti yang Rachel ajarkan. "Hah? Jadi Minah ini ... pembantu kamu Chel?" teriak Erina karena sangat terkejut. "Thats right," jawab Rachel angkuh. Minah biasa saja sudah tak merasa sakit hati lagi. Ia sudah terbiasa disebut pembantu oleh Raditya dan Rachel. "Amazing! Kenapa hanya anak pembantu saja bisa sekolah di tempat elit seperti sekolah kita Chel." "Kalian tahu sendiri kan? Mama aku tuh baiknya kebangetan? Sampai-sampai anak pembantu seperti dia saja diperhatikan banget. Disekolahkan di sekolah elit seperti anaknya. Aku sudah menolak, tapi Mama bilang kasihan. Itulah yang membuat aku kesal sama dia. Karena level kita jauh berbeda." Minah hanya berdiam diri dibicarakan Rachel seperti itu. Dalam hati ia berkata bahwa ia harus sabar. Sebenarnya ia tak mau ikut ke mall dengan Rachel. Ia tahu Rachel dan kawan-kawannya akan menindasnya. Akan tetapi ia tak dapat menolak apalagi membuat wanita yang baik seperti Rasti kecewa. "Pak Tono. Tunggu saja di sini. Sampai kami selesai belanja. Tidak usah pulang. Rachel mau ketika Rachel keluar nanti Pak Tono sudah ada di sini. Selama apa pun Rachel belanja jangan pergi dari sini. Okay?" perintah Rachel ketika mereka sudah sampai di mall dan keluar dari mobil. "Iya Non." "Minah, berjalan di belakang." "Iya Chel. Eh, Non." "Bagus." Ketiga gadis itu mulai berkeliling di tempat berudara sejuk dan nyaman itu tanpa memperhatikan Minah. Minah berjalan di belakang sesuai perintah Rachel. Mereka menganggap seolah Minah itu makhluk transparan yang tidak terlihat. Gadis-gadis modis itu keluar masuk dari toko satu ke toko yang lain. Memanjakan diri hanya dengan menggesekkan kartu kredit mereka. Dan Minah hanya menjadi penonton setia saja. Juga sebagai orang yang membawakan paper bag berisi belanjaan Rachel. Memang benar Rasti memberinya sejumlah uang. Tapi ia tak merasa ingin membeli suatu barang atau pun membutuhkan barang. "Hei Minah! Bawakan punyaku juga dong perintah Erina." "No! Aku tidak mengizinkan Minah membawakan barangmu. Kamu punya dua tangan, bukan? Bawa sendiri. Aku tak mau belanjaanku tertukar dengan punyamu nanti." "Tidak akan tertukar Chel. Dia kan pegang barangmu di tangan kanan. Bisa dong dia bawakan ini di tangan kirinya?" "Sekali tidak tetap tidak. Kalau kamu mau dibawakan, kamu juga bisa gaji pembantu seperti mamaku. Minah khusus untuk melayani aku." "Huh! Dasar pelit!" gumam Erina hampir tanpa suara. Siapa dirinya berani mengomentari seorang Rachel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN