Jessi perlahan pergi meninggalkan tempatnya, ia masih mengenakan jaket milik Nathan saat itu yang menutupi tubuhnya disana. Lalu ia berhenti di ambang pintu masuk rumah sakit. Jessi menoleh kearah belakang. Dimana ia saat itu melihat seorang Nathan yang tengah berlari menerobos rintik hujan yang mulai turun malam itu. Gadis itu mendengus disana dengan beratnya. Ia merasakan beban yang di pikulnya teramat berat. Gadis seusianya yang masih duduk di bangku kuliah sudah berusaha sekuatnya mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari dan juga biaya operasi sang nenek yang nominalnya tidak kecil. Ia mengira akan berlabuh pada pelukan om-om untuk menjadi simpanannya atau malah bekerja menjadi gadis penghibur di benerapa club malam hanya untuk mendapatkan uang. Mengingat ia tidak memiliki teman. Dimana bagi gadis itu teman tidak lah penting. Malah akan menjatuhkannya saja atau malah akan menjadi penghambat semua aktivitasnya. Namun pemikiran Jessi tentang itu semua salah. Nyatanya masih ada lelaki baik seperti Nathan yang mau memberinya uang full untuk biaya sang nenek. Disamping itu... ia juga hanya akan tidur serta menemani Nathan saja. Bukan berganti dengan lelaki lain atau menjadi simpanan. Meski selama satu bulan kedepan ia bisa di bilang menjadi simpanan Nathan. Namun Jessi rela. Lalu Jessi berbalik kembali dan.berjalan masuk saat melihat Nathan sudah sampai tepian jalan. Jessi tidak tahu jika Nathan pun saat itu berbalik menatap ke arahnya sebelum ia masuk kedalam mobil.
"Gadis bodoh!" bisiknya dengan senyum yang tersungging tulus di bibir Nathan. Lalu lelaki itu mengeluarkan ponselnya. Ia mencoba untuk mengirim pesan pada Jessi.
"Yang... usahain besok masuk kuliah dong... aku selalu kangen sama kamu." Ucap Nathan dengan gombalannya yang ia tulis pada pesan singkatnya. Jessi pun segera mengambil ponsel dari sakunya. Ia tersenyum ketika melihat layar ponselnya ada satu pesan atas nama Nathan disana. Ia pun segera membuka dan membacanya.
"Putusin dulu siapa tuh... si..." ucap Jessi yang sudah terputus lalu terpencet "kirim" pada Nathan. Ia belum usai mengetiknya disana. Namun saat Nathan membacanya, lelaki itu pun langsung tertawa di dalam mobilnya, ia mengira jika Jessi sengaja ingin menggodanya. Nathan pun segera membalas pesan tersebut.
"Vera! namanya Vera! inget-inget dong! masak nggak ingat saingannya. sengaja ya kamu? bilang aja kalau cemburu. Ya... besok aku putusin dia. Puas?" ucap Nathan pada pesan balasannya. Membuat Jessi mendesis sebagai gantinya. Gadis itu merasa memang kelewatan jika sampai lupa nama Vera. Namun masalahnya tadi itu dia salah pencet lalu terkirim begitu saja.
"Oke." Balas singkat Jessi disana. Dan membuat Nathan bertanya-tanya saat itu.
"Hah... hanya oke jawabannya? oke apaan nih maksudnya? dasar ya itu cewek emang nggak bisa di tebak. Akh... kenapa juga aku bisa-bisanya ingin selalu melihatnya." Ucap Nathan saat itu. Lalu lelaki itu pun segera menancap pedal gas mobilnya untuk kembali pulang ke rumah. Sedangkan Jessi segera menuju ke ruangan neneknya berada. Gadis itu menungguinya disana.
Hingga pagi menjelang. Jessi terbangun saat itu saat salah satu perawat lelaki datang ke kamar neneknya dan memberi ganti infus pada sang nenek. Jessi memberanikan diri untuk bertanya pada perawat lelaki tersebut.
"Emb... maaf kak... apa bisa saya hari ini meninggalkan nenek untuk kuliah kak?" tanya Jessi disana. Saat perawat lelaki itu akan keluar dari dalam ruangan.
"Emb... nggak apa... nenek kamu udah stabil kok... kamu tinggal aja... sampai jam berapa sih?" tanya perawat tersebut pada Jessi. Terlihat gadis itu tengah berpikir sesaat. Jessi melihat kearah jam yang ada di layar ponselnya. Saat itu tepat jam delapan. Namun neneknya juga belum bangun.
"Emb... kira-kira... nanti aku keluar dari sini sih jam sepuluhan kak... masuk kuliah aku jam satu... jam tiga udah kelar... kira-kira bisa nggak ya kak nenek aku tinggal? mau beres-beres rumah dulu kak..." ucap Jessi jujur saat itu.
"Emb... aku nanti ganti sift jam dua sampai setengah tigaan... kamu nggak ada saudara emang yang bisa gantikan jaga?" tanya perawat lelaki itu pada Jessi.
"Nggak ada kak... nggak ada saudara." Jawab Jessi.
"Oke deh nggak apa aku tungguin deh ntar... santai aja..." ucap perawat tersebut sembari menyunggingkan senyumamnya disana.
"Beneran kak nggak apa-apa?" tanya Jessi yang memastikan.
"Udah nggak apa... nggak usah di pikirkan..." balas perawat lelaki itu lagi.
"Emb... boleh minta nomornya? ya... mungkin kalau ada apa-apa sih! biar mudah memghubunginya..." ucap lelaki itu lagi.
"Akh... boleh, tentu boleh dong kak..." ucap Jessi yang lalu memberikan nomor ponselnya untuk lelaki tersebut.
"Udah... tuh nomor aku di simpan ya... kamu namanya?" tanya perawat lelaki itu pada Jessi.
"Jessi kak..." balas Jessi.
"Emb... kalau kakak ini nomornya aku simpan dengan nama siapa ya?" tanya Jessi yang memang belum tahu nama si perawat lelaki itu.
"Hendra! kamu bisa simpan nomor aku dengan nama itu." Ucap lelaki yang lumayan tampan itu lagi.
"Oke, udah kak... makasih ya..." ucap Jessi yang lalu membuat lelaki itu pergi dari sana.
Tepat pukul sepuluh pagi saat itu. Jessi sengaja membeli sarapan sebelum pulang. Ia lalu membawa makanannya itu pulang ke rumah kontrakan. Dengan segera Jessi masuk kedalam rumah. Gadis itu meletakkan tasnya di dalam kamar dan keluar kamar sembari membawa semua pakaian kotornya disana. Ia sengaja memasukkannya kedalam mesin cuci baru ia tinggal untuk sarapan. Usai memutar mesin cucinya, Jessi segera menuju ke meja makan untuk menikmati sarapannya. Nasi uduk telur yang ia beli tadi. Sembari salah satu tangannya memainkan ponselnya saat itu.
Terlihat ada satu pesan yang masuk disana. Dan ia langsung tahu jika itu dari Nathan disana.
"Yang... kamu masih di rumah sakit? mau aku jemput ntar?" tanya pesan Nathan.yang Jessi baca saat itu.
"Emb... aku harus bilang nggak sih kalau aku sekarang di rumah? kalau dia mintanya sekarang gimana ya? akh... cepat atau lambat juga dia pasti minta itu... yaudahlah... aku jujur aja pada Nathan kalau aku di rumah." Ucap dalam hati Jessi saat itu. Sembari sesekali menyuap makanan ke dalam mulutnya.
"Aku baru pulang yang, ini lagi sibuk nyuci baju ama beres-beres." Ucap Jessi pada pesan balasan untuk Nathan.
"Duh... kalau sampai dia jemput aku nanti... apa kata semuanya? kan dia masih statusnya pacar Vera. Aku jadi pelakor dong. Akh nggak mau lah..." ucap dalam hati Jessi saat itu. Yang lalu memutuskan untuk memberi tahu Nathan tentang hal yang mengganjal pikirannya.
"Yang... nanti nggak usah di jemput..." balas Jessi lagi sebelum Nathan membalas pesannya yang tadi.