Gava : Kenapa?” Gava menjawab dengan acuh, nadanya datar, seakan enggan melibatkan dirinya dalam percakapan yang terasa sia-sia. Ada rasa enggan yang mencuat di dalam dirinya—untuk apa semua ini? Hatinya terusik melihat bagaimana Heartsa tampak memusuhi dia, bahkan setelah segala upaya yang dia lakukan untuk bersikap baik. Heartsa : Share lokasi, kak! Gava : Chat aja. Heartsa : Ngga bisa. Aku harus ketemu langsung. Gava : Mau apa? Nanti nyesal. Heartsa : Kirim nggak! Gava memandangi pesan terakhir dari Heartsa, lalu membalik ponselnya tanpa ragu. "Mau apa lagi dia?" gumamnya dalam hati. Seberapa pun dia menginginkan Heartsa, dia tidak bodoh untuk terus-menerus membiarkan dirinya diremehkan. Perasaannya bergolak antara hasrat yang tak bisa ia hilangkan dan rasa sakit karena se