Di Rumah Farhan
Sesampainya di rumah Farhan, Karina ingin langsung menemui ibu Farhan. Kebetulan, ibu Farhan sedang menyapu di ruang tamu. Karina ingin membantu tetapi ditolak oleh Ibu Farhan, ibunya justru meminta Karina untuk duduk dan menunggunya sampai selesai menyapu.
Selesai menyapu, ibu Farhan meletakkan sapunya dan pergi ke belakang. Rupanya ibu Farhan mengambil kue yang ia masak, lalu menyuguhkannya untuk Karina. Karina tidak menyangka ibu Farhan bisa sebaik itu dengannya.
“Di makan kue nya ya. Ini kue buatan tante sendiri,” ucap ibu Farhan kepada Karina sembari meletakkan kue itu di meja.
“Duh, kok ibu Farhan malah ngasih kue sih. Harusnya tadi aku yang bawa kue buat ibu Farhan sebagai tanda terima kasih, bukan sebaliknya. Kenapa bisa lupa sih,” batin Karina.
“Ayo Karin dimakan kuenya ya, gak usah sungkan,” ucap ibu Karina kembali menawari Karina.
“Tante gak usah repot-repot,” ucap Karina malu-malu.
“Enggak repot kok. Tante sengaja bikin kue ini kan untuk dimakan,” jawab ibu Farhan.
“Cuma Karina aja nih Ma yang dikasih kue?” ucap Farhan tersenyum.
“Oh iya, kamu mau aja? Ambil aja tuh di belakang masih banyak,” ucap ibu Farhan bercanda.
Karina pun mencicipi kue rumahan buatan ibu Farhan, lalu Karina berkata,” Kuenya enak banget tante. Tante jago bikin kue ya,”
“Bener kata Karina, kue buatan Mama itu enak. Rasanya enak dan gurih,” ucap Farhan setelah makan kue buatan ibunya.
“Alhamdulilah kalau kalian suka,” ucap ibu Farhan.
“Mama kok tumben bikin kue?” tanya Farhan.
“Rencananya Mama mau jual kue, lumayan kan uangnya buat tambah-tambah kebutuhan keluarga kita. Apalagi biaya kuliah Syifa kan mahal, Mama juga harus bantu kamu cari uang,” ucap ibu Farhan padanya.
“Mama tenang aja ya. Alhamdulilah, Farhan baru aja diajak Pak Lurah kerja di rumah sakit jadi supir ambulans. InsyaAllah, Farhan bisa penuhi kebutuhan keluarga kita,” ucap Farhan.
“Kalau kamu jadi sopir ambulans, kerjaan kamu di masjid gimana?” tanya ibunya.
“Beres kok Ma. Kerjaan Farhan kan cuma bersih-bersih masjid dan selebihnya kan Farhan nganggur. Daripada Farhan gak ada kerjaan, mending Farhan terima pekerjaan dari Pak Lurah. InsyaAllah, Farhan pasti bisa kok seimbangin kerja antara jadi Marbot dan sopir ambulans. Pak Lurah juga udah bilang sama Pak Shadiq Ma kalau Farhan mau rangkap pekerjaan,” ucap Farhan.
“Ya sudah. Apapun pilihan kamu, selama itu baik buat kamu, Mama pasti dukung. Semoga lancar ya,” ucap ibunya.
“Aamiin, makasih Ma. Besok Farhan udah mulai kerja dan Pak Lurah juga ngebolehi mobil ambulansnya Farhan bawa pulang, selama itu digunakan untuk kepentingan sosial. Farhan juga ditugaskan sama Karina Ma,” ucap Farhan.
Farhan pun menjelaskan mengapa ia ditugaskan bersama Karina. Mendengar namanya disebut berkali-kali, hati Karina dag dig dug tidak karuan. Setelah Farhan dan ibunya selesai berbicara, Karina pun langsung berbicara pada ibunya dan mengucapkan terima kasih pada ibunya.
“Tante, Karina mau berterima kasih sama Tante karena berkat Tante, Farhan datang menyelamatkan Karina di jalan kemarin,” ucap Karina.
“Astagfirullahaladzim. Jadi, kemarin kamu dalam bahaya? Kok Farhan gak bilang sama Tante,” ucap ibu Farhan.
“Pas Karina pulang aja Mama udah sekhawatir itu. Gimana kalau Farhan bilang Karina celaka di jalan? Pasti Mama bakal tambah khawatir,” ucap Farhan.
“Iya Tante. Karina juga minta supaya Farhan gak bilang sama Tante,” ucap Karina.
“Setelah kamu pulang, perasaan Tante gak enak dan terus mikirin kamu. Tante takut terjadi apa-apa sama kamu, jadi tante minta Farhan ngikutin kamu. Tapi kamu gak apa-apa kan?” tanya ibu Farhan.
“Alhamdulilah, Karina selamat Tante. Makasih ya Tante, Karina gak tau kalau Farhan gak dateng waktu itu, Karina mungkin udah gak ada disini,” ucap Karina.
“Kamu masih selamat bukan karena Tante yang nyuruh Farhan mengikuti kamu, bukan juga karena Farhan yang berhasil selamatkan kamu, tapi ini semua karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kita harus selalu bersyukur atas pertolongan Allah,” ucap ibu Farhan.
“Iya Tante. Karina juga bersyukur dan seneng banget bisa kenal keluarga Tante,” ucap Karina.
Karina bersyukur selama tugasnya di kampung Kapuk dipertemuan dengan Farhan dan keluarganya. Mereka sangat baik kepada Karina bahkan membantu pekerjaan Karina menjadi lebih mudah. Karina juga merasa bahwa perhatian ibu Farhan terhadap dirinya sangat tulus dari hati.
Mendengar kabar Karina mendapatkan musibah di jalan, ibu Farhan menyarankan Karina agar mencari kos di kampung Kapuk. Dengan tinggal di kampung Kapuk, Karina pasti akan lebih aman dan nyaman tanpa khawatir terjadi apa-apa di jalan.
“Karina, apa kamu tidak berpikir untuk cari kost di kampung ini?” tanya ibu Farhan.
“Karina sempat kepikiran itu Tante tapi Karina bingung mau cari kos dimana. Soalnya Karina perhatikan di kampung ini gak ada orang yang nyewain tempat tinggal,” ucap Karina.
Saat mereka berbicara, Syifa datang dengan mengajak tetangga samping rumahnya, namanya Pak Tarjo. Rumah Pak Tarjo persis di samping rumahnya, sehingga Syifa sangat mengenal beliau. Saat pulang dari kampus, Syifa melihat Pak Tarjo duduk di teras rumahnya sambil menangis.
Syifa pun langsung menghampiri Pak Tarjo untuk mengetahui keadaannya. Pak Tarjo tengah meratapi foto keluarganya di kampung. Rupanya, Pak Tarjo ingin sekali bertemu keluarganya dikampung. Pak Tarjo ingin pulang tetapi tidak punya uang karena beliau baru saja terkena PHK.
Mendengar cerita Pak Tarjo, Syifa tidak tega dan ingin membantunya. Syifa mengajak Pak Tarjo untuk bertemu kakak dan ibunya, yang diharapkan dapat membantu Pak Tarjo atau setidaknya mau memberikan pinjaman untuk dirinya.
“Assalamualaikum,” ucap Syifa dan Pak Tarjo.
“Waalaikumsalam,” jawab Karina, Farhan, dan Ibunya.
“Bang Farhan, Mama. Ada yang mau ngomong nih,” ucap Syifa sembari melihat ke arah Pak Tarjo.
Sudah paham maksudnya, ibunya pun meminta Pak Tarjo untuk duduk dan mengutarakan masalahnya. Pak Tarjo mengatakan bahwa dia ingin meminjam uang sebesar Rp 10.000.000 untuk biaya pulang kampung dan untuk biaya pengobatan anaknya yang sakit. Anak bungsunya sedang dirawat di rumah sakit dan istrinya meminta Pak Tarjo untuk pulang dan mengurus biaya administrasi sang anak.
“Bu, tolong saya Bu. Tolong pinjamkan saya uang Rp 10 juta untuk biaya saya pulang kampung dan biaya berobat anak saya. Sekarang anak saya sedang sakit di rumah sakit Bu dan saya sama sekali tidak punya uang. Saya baru saja terkena PHK Bu. Saya bingung harus cari pinjaman kemana lagi,” ucap Pak Tarjo.
“Saya turut prihatin ya Pak. Bukannya saya tidak mau meminjamkan, tapi saya memang tidak punya uang sebanyak itu Pak,” ucap ibu Farhan.
“Bu, Ibu kan baru pulang dari jadi TKW. Masa Ibu tidak punya uang? Tolong bantu saya Bu. Saya janji setelah saya pulang nanti, saya akan lunasi hutang saya ke Ibu. Kalau Ibu tidak percaya, ibu boleh ambil rumah saya sebagai jaminan,” ucap Pak Tarjo.
“Rumah disamping ibu itu rumah saya Bu dan saya juga punya sertifikat rumahnya. 3 tahun saya menabung untuk membangun rumah itu Bu. Setelah rumahnya terbangun, saya malah terkena PHK,” imbuhnya.
“Kenapa Pak Tarjo gak jual aja rumah Bapak? Kan pak Tarjo bisa dapat uang lebih banyak dari yang Bapak butuhkan,” ucap Syifa dengan polosnya.
“Saya tidak mau jual rumah itu karena saya berniat tinggal disini, makannya saya bangun rumah. Suatu saat nanti saya ingin bawa anak dan istri saya kesini karena kami sama-sama sudah tidak punya keluarga di kampung. Kami ingin menjalani hidup baru di kampung ini tapi sampai saat ini masih belum terwujud karena kendala biaya,” jawab Pak Tarjo.
“Bu, tolonglah bantu saya Bu. Saya janji, saya akan ganti uang ibu setelah saya pulang dari kampung nanti,” ucap Pak Tarjo.
“Kasih aja Ma, kasihan Pak Tarjo,” ucap Syifa.
“Syifa, Mama benar-benar tidak punya uang. Mama pulang hanya membawa badan dan sedikit uang. Jumlah uang saya Mama punya juga tidak sebanyak yang dibutuhkan Pak Tarjo. Uang yang Mama punya untuk tabungan darurat kita sehari-hari,” ucap ibunya.
Mendengar itu, Karina pun punya ide untuk membantu Pak Tarjo. Karena terlahir dari keluarga kaya raya, belum lagi dia adalah seorang Dokter, tentu sudah tak diragukan lagi berapa banyak uang yang Karina miliki. Karina akan meminjamkan uang pada Pak Tarjo tetapi rumah Pak Tarjo menjadi tempat tinggal Karina selama dia bertugas di kampung kapuk.
“Maaf Pak, sebelumnya perkenalkan nama saya Karina. Saya dokter baru di puskesmas kampung ini. Kebetulan saya sedang cari kos untuk saya tinggali selama bertugas di kampung ini. Saya bersedia meminjamkan uang untuk bapak tapi rumah bapak akan saya pakai untuk tempat tinggal,” ucap Karina.
“Iya Mbak, silahkan. Setelah saya kembali ke kampung ini, saya janji saya akan kembalikan uang Mbak. Saya juga akan kasih sertifikat rumah saya sebagai jaminan untuk Mbak,” ucap Pak Tarjo.
“Baik Pak. Apa boleh saya tempati besok?” tanya Karina.
“Boleh Mbak. Saya butuh uang secepatnya. Setelah mbak kasih uangnya, mbak boleh langsung tinggal di rumah saya karena saya akan langsung pulang kampung,” ucap Pak Tarjo.
“Oke Baik Pak. Besok saya kasih uangnya ke bapak dan besok saya akan langsung menempati rumah bapak ya,” ucap Karina.
“Iya Mbak. Sekali lagi terima kasih ya Mbak,” ucap Pak Tarjo.
“Sama-sama Pak. Senang bisa membantu,” ucap Karina.
“Kalau begitu saya pamit dulu ya Bu, Mas Farhan, Mbak Karina, dan Syifa. Saya mau membereskan barang-barang saya. Sekali lagi terima kasih ya karena kalian sudah mau membantu saya,” ucap Pak Tarjo.
Setelah berpamitan, Pak Tarjo pulang ke rumah. Sementara itu, Karina juga pamit untuk pulang karena dia juga harus membereskan barang-barangnya.
“Tante, Karina pamit pulang ya mumpung masih sore,” ucap Karina.
“Iya, hati-hati ya,” jawab ibu Farhan.
“Farhan, Syifa, aku pulang dulu ya,” ucap Karina.
“Hati-hati ya Karina. Kalau ada apa-apa, langsung kabarin aku,” ucap Farhan.
“Siap. Makasih ya,” ucap Karina.
“Hati-hati di jalan ya kak Karina,” ucap Syifa.
“Iya, makasih ya Syifa,” ucap Karina tersenyum.
Setelah berpamitan, Karina bergegas pulang ke rumah. Karena hari ini masih sore, Karina yakin dia aman di jalan dan preman-preman itu tidak akan mengganggunya.
*****
Sesampainya di rumah, Karina terkejut melihat sebuah mobil sport mahal terparkir di depan rumahnya. Awalnya Karina berpikir ayahnya baru saja membeli mobil baru tetapi Karina teringat meskipun ayahnya orang kaya dan mampu membeli mobil sport, tetapi ayahnya bukan sosok seperti itu.
Karena penasaran, Karina masuk ke dalam rumah. Benar saja, mobil yang ada di depan rumahnya itu milik pria yang sekarang bertamu di rumahnya. Pria itu tampan, masih muda, dan kaya raya.
“Kebetulan kamu udah pulang Rin. Kenalin ini Dimas, anak temen Papa,” ucap Ayah Karina.
“Halo, kenalin nama gue Dimas Arkana. Gue CEO perusahaan travel dan gue juga punya beberapa perusahaan besar yang bergerak di bidang properti dan manufaktur,” ucap Dimas Arkana menyombongkan kesuksesannya.
“Halo, aku Karina. Salam kenal ya,” ucap Karina tersenyum.
“Ya udah. Pa, aku ke kamar dulu ya,” ucap Karina pada sang Ayah.
“Nanti dulu Rin. Ayo duduk sini dulu, temani Papa ngobrol sama Dimas. Kasihan kan Dimas baru dateng gak diajak ngobrol,” ucap Ayah Karina.
“Tapi kan Karina juga baru pulang kerja Pa. Karina capek mau istirahat,” ucap Karina.
“Iya Om. Saya kan bisa ngobrol sama Om. Kasihan kan Karina baru pulang, dia perlu istirahat,” ucap Dimas.
“Nak Dimas santai saja,” ucap Ayah Karina.
“Karina, ayo duduk dulu. Kamu harus bisa menghargai tamu,” ucap Ayahnya memaksa Karina untuk menemaninya ngobrol bersama Dimas.
Karina menghela nafas, kemudian menuruti permintaan sang Ayah. Sedari tadi, Dimas selalu memperhatikan Karina hingga membuatnya risih. Meskipun baru kenal, Dimas sudah berani mengajaknya jalan-jalan.
“Kapan-kapan kita jalan yuk,” ucap Dimas.
“Nih orang baru kenal tapi udah berani ngajak jalan. Gayanya songong banget, dikira aku mau kali sama dia,” batin Karina.
“Kamu mau kemana? Bilang aja. Semua biaya aku yang tanggung,” ucap Dimas lagi.
“Maaf, aku masih mampu biayai kebutuhan sendiri. Lagian aku juga gak pengen ke luar negeri,” ucap Karina.
“Oh ya udah. Kalau besok kamu bisa gak jalan sama aku? Terserah deh kamu kemana,” ucap Dimas.
“Sorry ya, besok aku gak bisa kan aku kerja. Next time aja ya,” ucap Karina.
“Kalau pas kamu pulang kerja gimana? Kalau siang kita gak bisa jalan, berarti malam kita bisa makan malam bareng dong. Aku punya rekomendasi restoran mewah dan menunya enak banget, kamu harus cobain deh,” ucap Dimas tetap bersih kukuh mengajak Karina pergi.
“Malamnya aku gak bisa juga. Soalnya tempat kerjaku kan jauh dari rumah. Jadi aku mau sekalian ngekos di sana biar lebih dekat,” ucap Karina.
“Ngekos? Memangnya ada kos di kampung kecil seperti itu?” tanya Ayah Karina.
“Ada dong Pah. Buktinya Karina bisa dapet kost-an kan,” jawab Karina.
“Kamu kerja dimana Rin?” tanya Dimas.
“Aku kerja di rumah sakit tapi saat ini aku dapat tugas untuk jadi dokter di Kampung Kapuk selama 2 tahun. Lokasinya jauh dari rumah, makannya aku mau ngekos disana,” ucap Karina.
“2 Tahun? Lama juga ya,” ucap Dimas.
“Tapi kalau kamu ngekos, kamu tetap pulang kan?” tanya Dimas.
“Pulang kok tapi cuma 2 kali sebulan. Aku capek bolak balik ke rumah,” ucap Karina.
“Kalau gitu. Aku minta nomer hape kamu ya,” ucap Dimas.
Karina pun memberikan nomor hpnya pada Dimas. Karena merasa obrolannya dengan Dimas sudah selesai, Karina pergi ke kamarnya.
“Udah kan? Aku ke kamar dulu ya,” ucap Karina lalu pergi ke kamarnya.
“Makasih ya. Nanti aku telfon,” ucap Dimas.
********
Karena mulai hari ini, Karina akan tinggal di Kampung Kapuk. Karina membawa dua koper besar berisi barang-barangnya. Karina bekerja dulu di puskesmas sampai pukul 14 siang. Setelah jam pulang tiba, Karina bergegas untuk ke rumah Pak Tarjo. Karina senang karena rumah Pak Tarjo berada tepat di samping rumah Farhan.
Sesampainya di rumah Pak Tarjo, Karina langsung masuk dengan membawa kopernya. Syifa juga membantu Karina membawakan koper dan nanti akan turut membantu Karina beres-beres tempat tinggal barunya.
“Ya beginilah rumah saya Mbak. Maaf ya kalau kecil, semoga Mbak Karina nyaman tinggal di rumah saya,” ucap Pak Tarjo.
“Iya Pak. Makasih ya Pak,” ucap Karina.
“Ini uang Rp 10 juta sesuai yang bapak butuhkan,” ucap Karina memberikan uang sebesar 10 juta secara tunai.
“Makasih ya Mbak. Mbak boleh tinggal di rumah ini sampai saya kembali nanti dan ini sertifikat rumah saya sebagai jaminan,” ucap Pak Tarjo memberikan sertifikat rumahnya.
“Baik Pak. Semoga anak bapak cepat sembuh ya,” ucap Karina.
“Makasih Mbak,” ucap Pak Tarjo.
“Kalau begitu, saya pamit dulu ya Mbak. Semoga Mbak Karina betah tinggal di rumah saya. Syifa, makasih ya kamu udah bantu saya,” ucap Pak Tarjo.
“Iya Pak sama-sama ya. Salam buat keluarga bapak,” ucap Syifa.
Setelah Pak Tarjo pergi, Syifa membantu membereskan barang-barang Karina. Untuk barang inti, Karina bereskan sendiri. Untuk barang-barang umum seperti laptop, jam, dan lain-lainnya dibantu oleh Syifa. Bukan hanya itu, Syifa juga membantu membersihkan rumah itu.
Meskipun rumah itu dihuni oleh Pak Tarjo tetapi keadaannya sangat kotor. Banyak debu di meja, kursi, dan lantai. Selain itu, sawang juga tampak menempel di langit-langit rumah. Hal ini membuat Syifa dan Karina harus bekerja ekstra agar rumahnya benar-benar bersih dari kotoran.
“Pak Tarjo udah berapa lama tinggal di kampung ini Syif?” tanya Karina sembari menaruh beberapa barang di kamarnya.
“Udah lama banget kak tapi aku gak tahu pastinya udah berapa tahun dia tinggal di kampung ini. Dulu pak Tarjo numpang di rumah Mbok Ijah tapi 3 tahun lalu, dia beli tanah milik Papaku dan bikin rumah disini,” jawab Syifa.
“Jadi dulu ini tanah punya Papa kamu?” tanya Karina.
“Iya kak. Papa sengaja jual tanahnya buat nyumbang pembangunan masjid. Setelah masjid jadi, Papa jadi marbotnya,” ucap Syifa.
“MasyaAllah. Mulia sekali apa yang Papa kamu lakukan,” ucap Karina.
“Alhamdulilah kak. Syifa selalu berdoa semoga Papa diberikan tempat terbaik di sisi Allah,” ucap Syifa.
“Aamiin..” ucap Karina.
Di Ruang Tamu
Setelah kamarnya bersih, Karina dan Syifa pergi ke ruang tamu untuk membersihkannya. Syifa dan Karina sama-sama menyapu ruang tamu.
“Kak, Bang Farhan tadi gak ikut kakak pulang?” tanya Syifa.
“Farhan langsung ke masjid. Dia mau menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai Marbot,” ucap Karina.
Saat sedang menyapu, Syifa mengarahkan pandangannya ke luar dan melihat ada kakek tua yang membawa istrinya dengan gerobak. Tak tega melihatnya, Syifa langsung ke luar untuk menemui mereka.
“Kakek sama Nenek mau kemana?” tanya Syifa.
“Kakek mau bawa Nenek ke rumah Mbah Sapto cu. Nenek sakit keras,” ucap Syifa.
“Kalau kakek mau, kakek mampir dulu ya biar diperiksa kak Karina. Kak Karina itu dokter di puskesmas kampung kita kek,” ucap Syifa.
“Tidak usah cu. Kakek dan Nenek tidak percaya dokter dan obat-obatan modern. Obat tradisional dari Mbah Sapto lebih manjur,” ucap Kakek.
“Tapi kalau diperiksa ke dokter langsung kan jadi tahu penyakitnya apa kek,” ucap Syifa.
“Sudah ya cu. Kakek harus buru-buru bawa nenek ke rumah Mbah Sapto. Kakek takut Nenek kenapa-napa,” ucap Kakek.
“Bentar-bentar dulu kek. Kalau Kakek gak mau nenek diperiksa dokter tapi seenggaknya dokter Karina boleh ya anterin Nenek ke rumah Mbah Sapto. Kasihan Kakek kan sudah tua, pasti kakek capek kalau jalan terus apalagi sambil dorong nenek di gerobak,” ucap Syifa.
“Kalau tidak keberatan, tolong bantu Kakek dan Nenek ya cu,” ucap Kakek.
“Kakek tunggu bentar ya. Syifa mau panggil kak Karina,” ucap Syifa.
Syifa pun meminta tolong pada Karina agar dia mau mengantarkan Kakek dan Nenek tua itu ke rumah Mbah Sapto.
“Kak, tolong bantuin Syifa dong kak,” ucap Syifa menarik-narik tangan Karina.
“Bantuin apa Syif? Coba kamu ngomong pelan-pelan,” ucap Karina.
“Bantuin aku bawa Kakek dan Nenek yang di luar itu ke rumah Mbah Sapto. Mereka mau berobat kak,” ucap Syifa.
“Kenapa gak ke puskesmas aja? Atau mau aku periksa disini juga bisa kok,” ucap Karina.
“Aduh kak. Warga sini itu banyak yang primitif, percuma dikasih tahu. Mereka itu percaya bisa sembuh cuma sama Mbah Sapto,” ucap Sapto.
“Mbah Sapto? Itu kan yang kemarin dikasih tau Rika,” batin Karina.
“Kak, ayo buruan kak. Kasihan Nenek itu,” ucap Syifa.
“Iya-iya. Aku ambil kunci mobil dulu ya,” ucap Karina mengambil kunci mobil kemudian membantu Kakek dan Nenek itu.
Setelah mengambil kunci mobilnya, Karina dan Syifa langsung mengantarkan Kakek dan Nenek itu ke rumah Mbah Sapto. Mereka pergi ke rumah Mbah Sapto dengan naik mobil.
******
Rumah Mbah Sapto menyendiri dari rumah warga. Rumahnya berada paling ujung dekat dengan sawah. Terdapat pohon bambu di belakang rumahnya, pohon beringin di samping kanan rumahnya, dan pohon nangka besar di samping kiri rumahnya. Pemandangan tersebut membuat suasana rumah Mbah Sapto tampak menyeramkan termasuk di siang hari.
“Kakak tunggu di dalem mobil aja ya, biar Syifa yang anter Kakek sama Nenek ke rumah Mbah Sapto. Kalau kakak ikut keluar dan ketemu Mbah Sapto, aku khawatir nanti kakak kenapa-napa. Mbah Sapto gak suka ada pesaingnya di kampung ini,” ucap Syifa.
“Ya udah. Kamu hati-hati ya,” ucap Karina.
“Ayo Kek, Nek,” ucap Syifa membantu Kakek dan Nenek itu turun dari mobil.
Karina hanya melihat Syifa, Kakek dan Nenek itu dari dalam mobil. Karina heran mengapa Syifa tidak memperbolehkannya bertemu Mbah Sapto. Lagipula, Karina kan hanya dokter bukan dukun.
“Kenapa juga Syifa gak ngebolehin aku ketemu Mbah Sapto. Lagian kan aku kan dokter, bukan dukun. Gak mungkinlah aku mau nyaingin Mbah Sapto,” ucap Karina.
Sudah 1 jam Karina menunggu tetapi Syifa bersama Kakek dan Nenek itu tak kunjung keluar. Tiba-tiba saja Karina mendengar suara teriakan Syifa dari dalam rumah itu. Benar saja, Syifa didorong keluar dari pintu rumah Mbah Sapto.
“Saya peringatkan pada kamu, jangan bilang ke siapa-siapa atau saya akan membuat kamu menderita,” ucap Mbah Sapto sambil mendorong Syifa hingga terjatuh.
Khawatir terjadi apa-apa pada Syifa, Karina langsung ke luar dari dalam mobil dan membantu Syifa. Karina tak mengindahkan kata Syifa yang memintanya untuk tidak keluar dan bertemu dengan Mbah Sapto.
“Syifa, kamu gak apa-apa kan?” ucap Karina membantu Syifa berdiri.
“Kak Karin kenapa ke luar, aku kan udah bilang sama kakak jangan keluar!” ucap Syifa.
“Kamu? Kamu kan…” ucap Mbah Sapto.
“Masih berani juga kamu terlihat di kampung ini. Apa kamu tidak takut dengan saya?” imbuhnya.
“Saya hanya takut pada Allah, bukan dengan manusia. Kita kan sama-sama manusia, kenapa saya harus takut dengan Anda,” ucap Karina dengan lancangnya berbicara seperti itu.
“Kak udah kak. Ayo kita pergi dari sini,” ucap Syifa menarik tangan Karina untuk pergi dari rumah Mbah Sapto.
*****
Di Mobil
Karina dan Syifa lekas pergi dari rumah Mbah Sapto. Di dalam mobil, Karina pun ingin tahu kejadian yang dialami Syifa di rumah Mbah Sapto. Karina masih penasaran apa yang Syifa lihat di rumah itu serta bagaimana keadaan Kakek dan Nenek itu disana. Sayangnya, Syifa bungkam seribu bahasa dan tak mau membicarakan itu.
“Syifa, tadi kamu lihat apa? Kok aku denger kamu teriak-teriak,” tanya Karina sambil menyetir mobil.
“Gak ada apa-apa kok kak. Kakak salah denger kali,” ucap Syifa tetapi Karina tak begitu saja mudah percaya.
“Jujur aja syif. Aku janji gak akan bilang siapa-siapa,” ucap Karina.
“Jadi, sebenarnya tadi aku..” ucap Syifa. Ucapannya terhenti karena Karina menabrak sesuatu di depannya
“Brukkkkk..”
“Kak, kakak nabrak apa,” ucap Syifa panik.
“Kita lihat dulu ya,” ucap Karina.
Karina dan Syifa keluar dari mobil.
“Loh,” ucap Karina terheran-heran.
“Kok bisa,” ucap Syifa masih tidak percaya apa yang dialaminya.