Di Kampus
Syifa bersama teman-temannya sedang merencanakan acara ulang tahun Lora, salah satu sahabat baiknya di kantin kampus. Di ulang tahunnya yang ke 21 tahun, Lora mengajak beberapa teman baiknya untuk mendaki bersama ke Gunung Lawu. Semua teman-temannya setuju kecuali Syifa.
Bukan Syifa tidak mau, tetapi Syifa sering mendengar cerita mistis di gunung tersebut sehingga membuatnya enggan untuk ikut melakukan pendakian. Selain itu, kakak dan ibunya juga pasti tidak akan menyetujui keinginannya untuk pergi sejauh itu. Meski begitu, teman-temannya tetap memaksa Syifa untuk ikut.
“Guys. Kayaknya aku gak bisa ikut deh,” ucap Syifa.
“Kenapa sih Syif? Kan jarang-jarang kita quality time bareng,” ucap Hendi.
“Aku sih mau-mau aja kumpul bareng kalian tapi jangan jauh-jauh dong,” ucap Syifa.
“Ayolah lah Syif, sekali-kali kek kamu ikut mendaki gunung. Apalagi ini buat ngerayain hari ulang tahun aku, masa kamu tega sih gak mau ikut merayakan ulang tahun sahabat kamu sendiri,” ucap Lora.
“Gimana ya.. Aku takut, soalnya banyak cerita mistis di Gunung Lawu. Lagian kenapa harus kesana coba? Kan kamu bisa rayain ke Mall, Restoran, atau tempat ramai lainnya gitu,” ucap Syifa.
“Aku kan yang ulang tahun. Jadi terserah aku dong aku mau rayain ulang tahun dimana. Dulu pas kamu ulang tahun, kamu minta dirayakan di Pantai Ancol juga kita semua mau kok. Masa giliran sahabat kamu yang ulang tahun, kamu gak mau. Itu namanya kamu egois,” ucap Lora.
“Tapi itu kan beda. Kalau Pantai Ancol kan masih deket tapi kalau Gunung Lawu kan jauh. Abang sama Mama aku juga pasti gak bakal ngizinin aku,” ucap Syifa.
“Syifa gak seru nih, cemen!” ucap Omar
“Mendaki ke luar kota kan butuh waktu lama. Terus gimana kuliah kita?” tanya Syifa.
“Kalau nyari alasan yang logis dong Syif. Besok kan kita udah memasuki liburan semester genap. Jadi kita punya banyak waktu luang. Lagian mendaki gunung juga gak lama-lama amat. Paling-paling seminggu juga kita udah balik ke rumah,” ucap Andra.
“Kita udah sahabatan dari SMA loh. Masa kamu gak mikirin kesitu? Kamu cuma mikirin diri kamu sendiri tapi gak peduli sama sahabat-sahabat kamu. Inget gak motto LOSHAN?” tanya Nani.
“Sekarang kita serahin semua ke Syifa. Kalau dia mau ikut berarti dia sahabat kita tapi kalau dia gak mau ikut, berarti dia bukan sahabat kita!” ucap Nani.
LOSHAN (Lora, Omar, Syifa, Hendi, Andra, Nani)adalah nama geng persahabatan Syifa dan teman-temannya. Mereka sudah bersahabat sejak lama tepatnya sejak kelas 2 SMA. Sangking eratnya persahabatan mereka, mereka sampai menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang sama, meskipun mengambil jurusan yang berbeda.
“Ya ampun. Tega banget sih kalian sampai segitunya,” ucap Syifa.
“Kita yang tega atau kamu yang tega?” Begitu pertanyaan yang dilontarkan oleh Nani.
“Ayolah Syif. Cuma sekali aja kok. Awalnya emang capek tapi pas kita sampai di puncak dan kita lihat sunrise behhhh indah banget sumpah,” ucap Omar.
“Ya udah, aku mau ikut. Ini demi kalian ya,” ucap Syifa.
“Nah gitu dong. Itu baru namanya sahabat, ada dalam suka dan duka,” ucap Nani.
“Terus berangkatnya kapan?” tanya Syifa.
“Gimana kalau besok?” ucap Lora.
“Secepat itu kah?” tanya Syifa.
“Kan biar pas di hari ulang tahun aku Syif,” ucap Lora.
“Ya udah iya. Terus kita berangkatnya naik apa?” tanya Syifa.
“Naik mobil aku aja. Mobilku kan besar, jadi muat untuk berenam,” ucap Andra.
“Kita berangkat dari Jakarta jam 2 pagi. Nanti aku jemput kalian satu persatu,” imbuhnya.
“Bisa gak sih kita naik mobil sampai puncak?” tanya Syifa malah membuat teman-temannya tertawa.
“HAHAHA”
“Kamu tuh ada-ada aja ya Syif. Naik motor aja belum tentu bisa, apalagi naik mobil sampai puncak Hahahaha!” tawa Hendi.
“Ya siapa tahu bisa kan,” ucap Syifa.
“NO..NO..NO..That's impossible, Baby!” ucap Lora.
Setelah mereka berembuk, mereka pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan keperluan mereka.
Di Rumah
Syifa pulang ke rumah dengan membawa beban kesalnya. Syifa bingung bagaimana cara meminta izin pada Farhan dan Ibunya. Pergi ke tempat yang dekat saja Ibunya sudah khawatir, apalagi pergi ke tempat yang agak jauh. Ibunya pasti akan melarang Syifa pergi tapi Syifa sudah terlanjur janji dengan teman-temannya.
Sesampainya di rumah, Syifa termenung di teras rumahnya karena memikirkan bagaimana cara agar ia mendapat izin mendaki.
“Syifa…” panggil Karina yang berdiri di sampingnya sambil membawa satu kantong tepung dan satu plastik berisi beberapa telur.
“Kok diem aja sih,” ucap Karina.
“Syifa… Halo.. Syifa…” ucap Karina lagi sambil menggoyangkan tangan Syifa hingga membuat Syifa tersadar.
“Eh iya-iya kak. Ada apa kak?” tanya Syifa.
“Kamu kenapa sih? Dari tadi aku panggil-panggil gak nyaut,” ucap Karina.
“Enggak kenapa-napa kok kak hehehe,” jawab Syifa.
“Kakak ngapain bawa tepung sama telur?” tanya Syifa.
“Aku mau bantu Mama kamu bikin kue,” jawab Karina.
“Oh gitu. Ya udah kita nyusul Mama yuk kak,” ucap Syifa mengajak Karina ke dapur.
Di Dapur
Bukannya membantu Ibunya dan Karina membuat kue, Syifa malah duduk di ruang makan sambil melamun dan tidak melakukan apa-apa. Hal ini membuat Karina penasaran karena sedari tadi, Syifa terlihat seperti memiliki masalah. Saat Ibu Syifa sedang sholat Ashar, Karina menanyai Syifa untuk mengetahui apa yang terjadi.
“Syifa. Kamu kenapa?” tanya Karina.
“Gak kenapa-napa kok kak,” ucap Syifa sambil tersenyum.
“Kamu jangan bohong deh. Dari tadi aku perhatikan kamu cemberut terus. Coba cerita sama aku, kamu kenapa?” tanya Karina.
“Beneran aku gak apa-apa kok,” ucap Syifa masih saja berbohong.
“Kalau kamu punya masalah sama pacar kamu. Selesaikan baik-baik ya, jangan kayak gini. Nanti malah bikin kamu gak nyaman loh,” ucap Karina menduga-duga.
“Kak Karina apaan sih kok malah bahas pacar. Aku mana punya pacar,” ucap Syifa.
“Jadi bukan karena lagi marahan sama pacar kamu?” tanya Karina.
“Ya enggaklah. Pacar-pacar dari mana coba,” ucap Syifa.
“Ya terus kenapa dong? Kamu kan gak kasih tahu aku jadi aku kira kamu galau gara-gara pacar kamu,” ucap Karina.
“Sebenarnya aku galau bukan karena pacar kak tapi karena sahabat,” ucap Syifa.
“Sahabat? Kenapa sahabat kamu?” tanya Karina.
“Jadi ada salah satu sahabat aku yang ulang tahun. Terus dia minta dirayain di Gunung Lawu. Kalau aku gak ikut, mereka gak mau anggep aku jadi sahabat lagi. Kalau aku ikut, Mama sama Bang Farhan pasti gak ngizinin aku kak,” ucap Syifa.
“Kalau menurut aku, mending kamu gak usah ikut aja deh Syif. Daripada kamu ikut tapi terpaksa mending gak usah ikut sekalian,” ucap Karina.
“Maunya sih gitu kak tapi aku gak enak sama temen-temen aku. Kita udah sahabatan dari SMA dan mereka solid banget sama aku,” ucap Syifa.
“Terserah kamu deh kalau gitu. Coba kamu ngomong baik-baik sama Farhan dan Mama kamu. Berdoa aja biar kamu diizinin pergi,” ucap Karina.
Selesai sholat Ashar, Ibu Syifa kembali ke dapur untuk mengurus kuenya. Ibunya berencana menjual kue dan menitipkannya ke warung-warung. Karena itu, Ibunya meminta Karina membantu membuat kue agar hasilnya lebih memuaskan.
“Rin, tolong ambilkan kue di oven ya. Tante mau siapin toppingnya dulu,” ucap Ibu Syifa.
“Iya Tante,” jawab Karina.
“Ya udah. Aku bantu Mama kamu bentar ya,” ucap Karina lalu berdiri dari kursinya dan mengerjakan perintah Ibu Syifa.
Setelah sholat Ashar dan membersihkan masjid, Farhan pulang ke rumah pukul 4 sore. Usai sampai rumah, Farhan bergegas menuju dapur karena Ibunya dan Karina sedang membuat kue.
“Udah jadi belum Ma?” tanya Farhan yang sudah duduk di meja makan di dapur.
“Udah, soalnya dibantu Karina. Untung aja ada Karina,” ucap Ibunya.
“Emang Syifa gak ikut bantu?” tanya Farhan.
“Gak tuh. Katanya lagi pusing,” jawab Ibunya.
“Kamu kenapa lagi Syif? Bukannya besok kamu udah mulai libur?” tanya Farhan.
“Kepala Syifa pusing bukan karena banyak pikiran bang tapi emang lagi waktunya sakit aja,” jawab Syifa.
“Bener? Nanti tau-tau nangis,” ucap Farhan meledek Syifa.
“Enggaklah. Syifa gak secengeng itu kali,” ucap Syifa.
Setelah selesai membuat kue, Ibunya menyisihkan satu piring berisi beberapa potong kue untuk dinikmati bersama. Ibunya lalu membawa kue itu ke meja makan dan menikmatinya bersama Farhan, Karina, dan Syifa.
“Kita makan dulu yuk,” ucap Ibu Farhan sambil meletakkan satu piring berisi beberapa potong kue.
“Loh katanya mau Mama jual?” tanya Farhan.
“Masih banyak tuh di belakang. Bagian yang ini kita makan sama-sama,” ucap Ibunya.
“Cobain ah,” ucap Farhan mengambil sepotong kue itu.
“Gimana, enak gak?” tanya Ibunya.
“Enak Ma. Manisnya pas,” jawab Farhan.
“Ini resep dari Karina loh. Karina juga banyak bantu Mama mulai dari bikin adonan, masukin oven, dan sampai semuanya selesai. Mama belajar banyak cara bikin kue dari Karina,” ucap Ibu Farhan memuji kepandaian Karina.
“Tante bisa aja. Enggak kok Far, aku cuma bantu dikit aja. Tante juga jago kok bikin kuenya,” ucap Karina.
“Makasih ya Rin. Dari awal kamu kesini, kamu banyak banget bantu keluargaku. Maaf ya aku gak bisa balas apa-apa,” ucap Farhan pada Karina.
“Santai aja kali Far. Aku seneng kok bisa bantu orang,” ucap Karina sambil tersenyum.
“Kamu makan lagi ya,” imbuhnya.
Saat Farhan sedang makan kuenya, Farhan heran mengapa dari tadi Syifa hanya diam saja. Biasanya Syifa sangat cerewet dan suka makan-makanan manis. Karena penasaran, Farhan blak-blakan bertanya.
“Syifa, abang mau kamu jujur sama abang. Ada apa dan kenapa? Gak usah kamu tutup-tutupin kayak gitu. Abang itu kakak kamu jadi abang tahu kalau kamu lagi gak baik-baik aja,” ucap Farhan.
“Sebenarnya ada yang Syifa aku omongin sama Abang dan Mama,” ucap Syifa.
“Ada apa Syif?” tanya Ibunya.
“Ma, Bang. Syifa mau izin mendaki ke Gunung Lawu sama temen-temen,” ucap Syifa seketika langsung membuat Farhan tersedak saat makan kue.
“Agggrh” Farhan tersedak mendengar Syifa meminta izin mendaki.
Karina langsung menuangkan air ke dalam gelas, kemudian memberikannya pada Farhan.
“Minum dulu Far,” ucap Karina memberikan segelas air pada Farhan.
“Makasih Karina,” ucap Farhan.
“Kok tumben kamu pengen naik gunung?” tanya Ibunya.
“Mau ngerayain ulang tahun temen Ma,” jawab Syifa.
“Ngerayain ulang tahun kan bisa dimana aja, kenapa harus naik Gunung? Capek kok di cari,” ucap Farhan.
“Cuma sekali-kali aja kok Bang,” ucap Syifa.
“Kamu gak usah ikut aja ya. Gunung Lawu kan jauh. Mama khawatir kamu kecapekan,” ucap Ibunya.
“InsyaAllah, Syifa gak akan capek kok Ma. Lagian, Syifa kan naik gunung bareng temen-temen,” ucap Syifa.
“Meskipun kamu perginya bareng temen-temen kamu tapi kan tetep aja capeknya kamu tanggung sendiri,” ucap Farhan.
“Ayo dong Bang, Ma. Izinin Syifa ikut mendaki ya,” ucap Syifa merengek.
“Enggak!” jawab Farhan tegas.
“Bang Farhan emang gak suka ya kalau lihat Syifa seneng sama temen-temen Syifa!” ucap Syifa.
“Abang seneng lihat kamu seneng tapi ya gak dengan cara itu juga. Abang ngelarang kamu juga demi kebaikan kamu. Kalau ada apa-apa, siapa juga yang repot? Abang sama Mama juga kan!” ucap Farhan dengan nada sedikit tinggi.
“Farhan, Syifa, udah jangan keras-kerasan berbicara. Kita kan bisa berbicara baik-baik,” ucap Ibunya.
“Syifa, untuk kali ini kamu nurut sama Mama ya. Mama gak mau kamu kenapa-napa,” ucap Ibunya.
“Ma, Syifa juga akan kenapa-napa kok. Mama jangan terlalu khawatir ya. Syifa udah gede dan bisa jaga diri kok,” ucap Syifa.
“Ini bukan masalah kamu sudah besar atau kamu masih kecil. Tapi perasaan Mama yang gak tenang kalau kamu pergi jauh, apalagi naik gunung. Mama khawatir sama keselamatan kamu, disana bukan tempat main-main. Kalau kamu gak ikut juga gak akan merugikan teman kamu kan,” ucap Ibunya.
“Ma, Syifa kesana juga bukan untuk main-main. Tolong izinin ya Ma,” ucap Syifa.
“Syifa! Kalau Abang sama Mama bilang enggak ya enggak. Jangan maksa dong,” ucap Farhan.
“Emang disini gak ada yang bisa ngertiin Syifa ya,” ucap Syifa kemudian pergi ke kamarnya.
“Astagfirullahaladzim,” ucap Farhan sambil mengelus d**a karena merasa khilaf telah membentak adiknya.
“Anak itu emang susah dikasih tahu,” ucap Farhan.
“Sebenarnya Syifa juga gak mau ikut Far, Tante. Tapi dia terpaksa ikut karena diancam sama temen-temennya. Kalau dia gak ikut naik gunung, temen-temennya gak mau berteman lagi sama dia. Tadi dia sendiri yang ngomong sama aku,” ucap Karina.
“Pantesan. Soalnya Syifa paling anti yang namanya capek. Makannya pas dia bilang mau naik gunung, aku kayak gak percaya. Biasanya jalan ke warung aja udah ngeluh capek apalagi naik gunung yang pasti jauh lebih capek,” ucap Farhan.
“Gak habis pikir sama temen-temennya. Udah kuliah juga pikirannya masih kayak anak kecil. Harusnya kalau gak mau ya jangan dipaksa dong,” imbuhnya.
“Farhan, kalau Syifa tetap mau pergi gimana?” tanya Ibunya yang cemas.
“Mama tenang aja ya. Farhan yakin Syifa gak akan pergi. Nanti malam pas dia tidur. Farhan bakal kunci pintu kamarnya biar dia gak bisa pergi diam-diam,” ucap Farhan.
*****
Waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Karena Syifa sudah terlanjur janji dengan teman-temannya, Syifa akan tetap pergi dengan atau tanpa izin Ibunya. Dan benar saja, pintu kamarnya dikunci Farhan dari luar sehingga Syifa tidak bisa keluar. Meski pintu kamarnya dikunci, bukan berarti Syifa tidak bisa keluar.
Syifa masih bisa keluar melalui jendela kamarnya. Syifa membuka jendela kamarnya, kemudian bergegas masuk ke dalam mobil Andra. Setelah semua berkumpul, mereka berenam langsung tancap gas. Kelima temannya bergembira ria di dalam mobil tapi tidak dengan Syifa yang diselimuti rasa cemas.
“Syifa, kamu kenapa diem aja sih? Udah kita happy-happy aja,” ucap Omar.
“Hehehe iya,” jawab Syifa.
“Kalian ada yang bawa makan gak? Aku laper nih soalnya dari tadi sore belum makan,” ucap Syifa.
“Nih aku punya roti. Kamu makan ya,” ucap Omar memberikan roti untuk Syifa.
“Makasih ya,” ucap Syifa.
“Cieeee…” beberapa temannya meledek Omar dan Syifa.
“Kalian apaan sih. Kita kan udah sahabatan lama masa gitu aja di ciein,” ucap Syifa kesal.
“Iya-iya, kita kan cuma bercanda syif. Gitu aja baper,” ucap Hendi.
“Nanti jam 7 pagi kita mampir makan di warung. Habis itu, kita mampir ke minimarket buat beli jajanan. Pokoknya kita harus bawa stok makanan dan minuman yang banyak,” ucap Andra sambil yang menyetir mobil.
“Ni, Ra, kalian bawa pembalut gak? Kayaknya aku mau dateng bulan nih,” ucap Syifa.
“Enggak. Soalnya aku baru aja kelar,” ucap Nani.
“Aku juga gak bawa. Soalnya biasanya aku kalau mens pasti pas bulan akhir,” ucap Lora.
“Duh gimana dong,” ucap Syifa panik.
“Kamu tenang aja. Nanti kita kan kita mampir minimarket, nah kamu bisa sekalian beli pembalut,” ucap Lora.
“Andra. Jangan lupa ya nanti mampir sarapan, terus ke supermarket, habis itu lanjut ke toilet umum,” ucap Nanti pada Andra.
“Ngapain sih ke toilet segala?” tanya Andra.
“Kamu kayak gak tahu cewek aja sih ndra. Udah pokoknya itu ya. Awas loh kalau gak mampir,” ucap Nani.
“Iya-iya bawel banget sih,” ucap Andra.