[05] Samantha's Hand

1983 Kata
The Thief – Samantha’s Hand- "Benar, bukan? mereka menjijikkan," bisik Berry padaku. Aku hanya menahan tawa. Tak lama orang-orang ini pergi dari hadapanku. Yang menyisakan Eve dan Megan. "Mengapa masih disini?" tanya Berry. Cengiran-cengiran bodoh terpampang jelas di wajah kedua badut dihadapan kami ini. "Sammi, maafkan kami berdua ya, kau tidak datang ke hutan T. Taranaki kan?" tanya Eve dan Megan sedikit cemas. "Ya aku datang. Dan tak satupun dari kalian ada disana," jawabku enteng sambil menghabiskan gigitan roti isi terakhirku. "What?! apa yang kalian katakan? T. Taranaki?! apakah kalian gila Eve, Megan?" Berry menaikan nada bicaranya. "Emangnya ada apa dengan T. Taranaki. Itu hanyalah hutan, Berry sayang," jawab Eve enteng. Dan menghasilkan pelototan mata dari Megan "Kau berasal dari luar desa kami! kau tahu? Hutan T. Taranakaki memiliki kepanjangan Hutan Terlarang di Taranaki, Dan di situ sangat berbahaya!" Berry makin marah pada Eve dan Megan "Sam, kapan kau pergi kehutan itu?" Berry menampakkan wajah seribu tanyanya. "Saat sepulang sekolah," jawabku sambil mentautkan alisku. "What?! untung saja kau bisa kembali! jangan pernah kesana lagi! kebanyakan pendaki gunung yang lewat hutan itu tak akan bisa kembali lagi!" Berry melemparkan tatapan horrornya padaku. Aku tertunduk, entahlah tapi aku takut menatapnya. "Yasudahlah, Ayo ke kelas," kata Berry menarikku meninggalkan Eve dan Megan. __________________________ Author's Hujan deras mengguyur desa kaki gunung Taranaki malam ini, kilat dan petir dengan kuatnya saling sahut menyahut dalam kegelapan malam. Samantha terdiam dalam ketakutannya sebagai seorang Brontophobia. Phobia akan kilat dan petir. Dia Memeluk lututnya sudut ruangan serta beberapa selimut menutup seluruh tubuhnya hingga dia berbentuk seperti bola besar di sudut ruangan. Pipi Samantha dipenuhi airmata yang membuat lututnya juga basah. Suara tangisannya tak terdengar kemana-mana karena suara petir dan hujan.yang begitu besar. Cklek, knop pintu kamar dibuka dan perlahan masuk "Sam? Ada apa denganmu, sayang?" Aunty Sarah masuk ke kamar Samantha dengan wajah cemas. Samantha tak menjawab masih tetap menangis terisak sedangkan Aunty Sarah membuka selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhnya. Keringat dingin bercucuran diseluruh tubuh Samantha seakan sehabis berlari. Wajahnya pucat Gaaaarrrr, suara petir yang sangat besar lagi-laginya menyambar "Mom!" Samantha langsung memeluk Aunty Sarah yang berjongkok dihadapannya "Sammi takut." Samantha memeluk erat tubuh Aunty Sarah "Josh! Berry! kekamar Sammi sekarang!" Aunty Sarah berteriak histeris, sambil membawa Samantha keatas tempat tidur. "Tenang sayang, mom disini. Jangan takut." Aunty Sarah mengelus rambut panjang Samantha dengan jari-jarinya. Badan Sammi tetap dingin walaupun sedari tadi pemanas ruangan sudah bekerja sesuai tugasnya. Berry dan Uncle Josh masuk "Woaah, ada apa?" Berry langsung berlari mendekat. Sedangkan Samantha tetap tak mau melepaskan pelukannya dari Aunty Sarah dan tetap menangis terisak. "Oh iya, Grace pernah mengatakan kalau Sam memiliki phobia akan ini," kata Uncle Josh dan ikut mengelus rambut Samantha. "Mom! Sammi takut!" suara Samantha bergetar "Sudah sayang, kami ada disini. Ingatlah kami sudah menganggapmu anak kami sendiri, kalau kau takut jangan menyendiri lagi ya." Aunty Sarah menghapus air mata dipipi Samantha. Samantha mengangguk sambil masih terisak, airmatanya sudah tak mengalir lagi. Sama halnya dengan hujan yang sudah mulai mereda, meskipun petir dan kilat sesekali masih terdengar. _______________________ Daberry Devian Bennet Sungguh, aku tak tega melihat Sammi ketakutan seperti itu, wajahnya sangat pucat. "Mom! Sammi takut!" matanya. Matanya berwana Hitam pekat. Tidak abu-abu kehijauan dan tidak Hijau juga. Sesungguhnya apa yang terjadi pada mata Sam? "Sudah sayang, kami ada disini. Ingatlah kami sudah menganggapmu anak kami sendiri, kalau kau takut jangan menyendiri lagi ya." entahlah, tapi aku merasa sakit jika melihatnya seperti itu. Dengan cepat aku kembali kekamarku dan mengambil headphone serta ponselku. Kuputar lagu yang slow tapi menenangkan. fur elise - Beethoven. Lagu yang sering ada dikotak musik. Kupasangkan headphone yang sudah memutar lagu fur elise - Beethoven ketelinga Sammi. Perlahan mata Sammi terbuka dengan rasa damai bukan rasa takut seperti tadi. Dia menatapku dengan mata yang masih sembab "Terima kasih Berry," katanya sambil tersenyum manis. Aku selalu senang melihat senyuman manisnya itu. "Mom, biar aku yang menjaga Sammi. Mom dan Dad kan sedang sibuk dengandaftar pengeluaran bulanan," kataku sambil duduk disebelah Sam. "Kalau ada apa-apa panggil kami," kata Dad mengingatkan dan langsung pergi. "Mom tadi bawakan Sammi makanan ada diatas meja, berikan padanya kalau dia sudah lebih tenang." Aku mengangguk paham dan Mom pun hilang dari pandanganku saat pintu kamar Sam tertutup. "Sammi, makan ya?" tanyaku yang mungkin tak didengarnya. "Nanti," jawabnya singkat sambil menggosokkan kedua tangannya sambil sesekali meniupnya "Dingin ya?" "Sedikit," jawabnya sambil tersenyum kecil. Aku melepas jaket tebal yang kukenakan dan kulampirkan pada kedua bahunya "Pakai," kataku pelan. Dia tak berkutik mungkin tak mendengar. "Sekarang makan ya," kataku sambil mengambil sup yang masih hangat diatas meja "Aku suapi," kataku tersenyum. Dia menggeleng. "Nanti kalo kau sakit, aku pergi sekolah sendirian lagi?" kataku langsung menyodorkan sesendok sup. Dia diam sejenak, akhirnya tetap dibukanya mulut untuk menerima makanan. Selesai makan kami saling diam, Sammi nampaknya sangat menikmati lagu fur elise itu. Saatku perhatikan matanya sudah menutup rapat. Dia tertidur. Rasa kantuk yang sudah menghampiri sedari tadi memaksaku untuk tertidur dikursi ini dengan kepala yang ada diatas kasur. ________________________________ Samantha Lynn Hearst AAAAUUUUUUUUUUUUU, aku memaksa mataku untuk terbuka, suara longlongan serigala ditengah malam hari sudah cukup membuatku bergidik ngeri. Suara itu terasa sangat dekat. Kulihat Berry tidur di sebelahku, tangan kananku di genggam olehnya. Err... tenggorokanku terasa kering. Sebaiknya aku mengambil minum. Aku turun ke lantai bawah untuk mengambil minum walaupun dengan rasa takut yang amat sangat. Tak butuh waktu lama bagiku untuk minum dan kembali ke atas. Saat ingin berbelok dan membuka pintu kamarku aku melihat pintu balkon yang menghadap ke peternakan, Kaca besar berada di kiri dan kanan pintu balkon sehingga dapat melihat dari kaca tersebut. Aku seperti melihat sesuatu, huh? tanpa ragu aku melangkah mendekat. Dari kaca aku melihat suatu sosok putih dan berbulu lebat. Aku makin mendekat. Yang kuketahui itu bukanlah manusia. Rasa takutku dikalahkan oleh rasa penasaran. Badannya sekilas seperti anjing namun lebih besar, hmm mungkin tiga kali lipat ukuran anjing dewasa. Karena penasaran dengan sangat perlahan aku membuka pintu balkon hingga tak ada suara yang tercipta. AAAAAAUUUUUUUUU, sosok itu melonglong. Aku langsung memundurkan kakiku tak percaya Dukk, "Aaww," rintihku, aku terduduk dan menimbulkan suara yang menyebabkan sosok itu berhenti melonglong dan menoleh. Hijau. matanya berwarna hijau. Dia dengan cepat melompat dari balkon dan berlari menuju pohon-pohon pinus dengan sedikit terseok. Mata itu. Mata hijau itu tidak asing. Itu sama seperti saat mataku berubah warna menjadi hijau. Sangat mirip. Aku yakin bahwa sosok tadi adalah serigala! "Samm?" suara Berry mengagetkanku dan langsung berdiri. "Apa yang kau lakukan di balkon tengah malam begini?" tanyanya dari depan pintu kamarku. "Ah? uh.. ehmm aku hanya mencari angin," dustaku sambil masuk kedalam rumah dan menutup pintu. "Angin malam tidak baik untuk kesehatan, dan kau tahu itu." "Kau sendiri?" jawabku mengalihkan. "Haus,"jawabnya sambil memegangi tenggorokannya dan tersenyum bodoh. "Sudahlah, aku mau tidur," kataku berlalu masuk kedalam kamar. Mataku masih terjaga setelah melihat sosok tadi. Serigala tidak memiliki tubuh sebesar itu! apakah? apakah itu srigala pemakan Matthew dan domba-domba itu? ah entahlah. Tapi mata yang kulihat tadi itu ... aneh. _____________________________ Author's "Tidak! aku yakin! mereka telah kembali!!! mereka!! sesuai apa perkataan kakekku! kakekku seorang peramal jitu!" seorang warga teriak-teriak histeris di lantai dasar kediaman keluarga Bennet. Samantha menuruni tangga sudah siap pergi kesekolah. Keningnya berkerut saat menatap ruang tamu yang dipenuhi warga. "Theo, sudah lah! jangan mengarang cerita! mereka sudah musnah!! tak akan ada lagi!" sahut Uncle Josh "Tidak! aku mengetahuinya! gigitan tanpa darah! kematian anakku, Anna! biarlah saja dia yang menjadi korban, kita harus mengungsi dari sini!" lelaki yang bernama Theo itu bersikeras akan pendapatnya "Itu hanyalah dongeng sebelum tidur buatan Ayahku, kau seperti anak kecil Theo!" Uncle Josh lagi-lagi menyepelekan apa yang dikatakan lelaki yang kelihatan memiliki banyak kerutan. "Kau!" Pria itu menunjuk pada Samantha. Samantha sedikit terkejut akan tatapan pria itu yang seakan menusuk masuk kedalam relung fikiran Samantha "Kau tahu kan! kalau mereka yang membunuh semuanya! bangsa terkutuk! mereka sudah terbebas dari segel hutan buatan kakekmu!" Pria bernama Theo itu menunjuk-nunjuk wajah Samantha dan nada bicaranya yang menggambarkan betapa ia sangat emosi. "Sudahlah, Theo! kau harusnya bisa menerima semuanya. Anakmu, Anna sudah meninggal dimakan anjingmu sendiri!" kata warga lain sambil mengguncang-guncangkan bahu Theo. "Tidak! aku sudah menerima segalanya! Anna dia pasti akan tenang di alam barunya! Aku hanya ingin mengingatkan kalian! berhati-hatilah! bangsa terkutuk itu sudah kembali!!! Jagalah seluruh anggota keluarga kalian. Selamat tinggal," katanya sinis lalu pergi entah kemana. Mulut Samantha menganga menatap orang yang tak dikenalnya itu menunjuk-nunjuk wajahnya seakan tak senang. "Sudah Sam, jangan didengarkan. Tetangga terdekat kita, Theo, memang sedikit aneh. Apalagi dia baru kehilangan putrinya karena dimakan anjingnya sendiri." kata Berry sambil menarik tangan Samantha keluar rumah untuk pergi kesekolah. sepanjang perjalanan Samantha hanya bengong mengingat lelaki tadi. "Berry?" panggil Samantha "Hm?" gumamnya "Apakah yang dimaksud 'bangsa terkutuk' oleh Theo?" Pikiran dibenak Samantha akhirnya terkeluarkan. "Ah? entahlah aku juga tidak mengerti. Yang pasti, itu adalah suatu makhluk yang tinggal dibalik hutan Terlarang di Taranaki" kata Berry sambil sekuat tenaga mengkayuh sepeda saat menaiki tanjakan yang sedikit menyulitkan. "Apakah yang dimaksudkannya itu werewolf?" tanya Samantha dengan sangat penasaran ckiiiiiiiittt, Berry menarik rem sepeda kuat kuat, hingga besi-besi tuanya berdecit keras. Mereka berhenti tepat diatas tanjakan. "Bagaimana kau tahu?" Berry menoleh dengan wajah beribu tanya. Samantha hanya mengedikkan bahunya "lucky guess" Jawab Samantha berbohong. Terdengar helaan napas Berry. ____________________________________ Samantha Lynn Hearst "Hi Sam! bolehkah kami makan disini?" Eve! suara manja sok cantiknya membuatku merasa sakit telinga dan serasa tak mampu mendengar, begitu pula Berry. "Heiii, boleh tidak?" Megan menggoyang-goyangkan lengan Berry yang sedang asiknya memakan pasta dihadapannya. Alis mata Berry terangkat sebelah yang memiliki arti apa? "Sam, kami boleh duduk disini ya kan?" Megan sok imut sambil senyum robot. Haduh menjijikkan. Aku tertawa kecil dan mengangkat bahuku. I dont care. Setelah menghabiskan jus jerukku aku meninggalkan Berry bersama para penggilanya itu. "Kemana Sam?" tanya Berry saat aku mulai mengambil langkah ke tigaku. "Baca buku," jawabku asal. "Eve dan Megan mengajakmu mengobrol! Jangan acuhkan mereka," kataku sambil terkekeh dan pergi ke kelas. Sepi. Cuma seorang anak kurus kering yang duduk dipojok. Anak berbadan kurus kering putih pucat dengan kacamata besar. Aku berjalan mendekat. Sepertinya dia sadar akan aku yang berjalan mendekat. Dia hanya melirik dengan sesekali membenarkan posisi kacamatanya. "Hey," sapaku sok ramah. Dia melihat kekanan, kiri, depan, dan belakang lalu menunjuk dirinya sendiri. "Saya?" tanyanya polos. "Iya, Sedang apa?" tanyaku sok ramah (lagi) dan duduk dikursi didepannya. "Baca buku," jawabnya singkat. Aku juga tahu dia sedang baca buku, Yang aku maksudkan baca buku apa. huuhh "Buku Biologi," jawabnya tanpa menatapku. Wait! he reads my mind! tanpa terasa mulutku terbuka yang membuatku menganga dengan bodohnya. "Kau membaca pikiranku?" tanyaku takjub sekaligus takut. "Menurutmu?" jawabnya lagi-lagi tanpa melihatku. Okay! dia seorang geek pertama yang menjawab dengan seenaknya padaku. Ughhh! aku jadi merindukan kebiasaanku membully orang-orang! rasanya aku ingin membully orang ini. berani-beraninya dia menjawabku sangat singkat! Dia mengangkat wajahnya dan menatapku datar. Matanya berwarna hitam pekat dan sedikit... sipit. Wajah oriental. Asian. "Kau mau membullyku, hm?" tanyanya masih dengan tatapan datar tapi suara yang meninggi. Aku lupa dia bisa membaca pikiran. "Tidak... aku hanya bercanda" kataku sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal. "Hm"-dia mengangguk mengerti-"Boleh aku lihat tanganmu?" aku mengangkat alisku yang berarti -untuk-apa-?- "Tenang aku tak akan melakukan apapun yang negatif," katanya masih dengan wajah datar. Rasa penasaranku kembali menyeruak yang memaksaku membentangkan tangan kiriku dihadapannya "Haha, kau sedikit kurang kasih sayang. Kau bukanlah seorang pekerja keras, tetapi masalah yang menantimu bukanlah hal yang sepele dan kau harus bekerja keras untuk menyelesaikannya. Kau harus sangat berhati-hati! akan banyak yang membencimu, tapi jangan pernah hiraukan mereka yang membencimu karena dibalik kebencian ada orang yang menyayangimu." keningku berkerut tak mengerti "Berhati-hatilah akan segala sesuatu." sambungnya, "Itulah yang mampu k*****a dari tanganmu," katanya "Wow tulisan di tanganku panjang ya?" kataku sambil terkekeh "Ini serius, kau pernah mengalami suatu masalah yang berat?" aku menggeleng. Dia menghela nafas "persiapkan dirimu! sesuatu yang menyeramkan mungkin datang padamu dalam waktu dekat." kata-kata seorang asia ini mampu membuatku bergidik ngeri. To Be Continued!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN