[09] New Classmates

1159 Kata
The Thief – New Classmates- Daberry Devian Bennet Sudah dua minggu sejak pesta panen diadakan. Sudah dua minggu juga Sammi menjadi sedikit aneh, terlebih setelah dia memperkenalkanku pada lelaki bernama Grant. Aku dapat merasakan sesuatu yang aneh dari Grant saat aku bersalaman dengannya. Tangannya sangat hangat berbanding terbalik dengan cuaca saat itu yang sangat dingin, bahkan dia hanya memakai T-shirt tipis dengan banyak sobekan. Sekarang sudah musim winter jadi aku dan Sammi di antar kesekolah menggunakan mobil. Jalanan banyak tertutup salju, bisa saja aku dan Sam jatuh jika menaiki sepeda. Aku sudah siap di dalam mobil menunggu Sam keluar. Tak lama Sam keluar dari rumah dengan seragam sambil memeluk dirinya sendiri. Kubuka pintu mobil dan keluar. "Sam! kau tidak kedinginan? pakai sweatermu!" tegurku, Sam meringis. "Sweaterku hilang, Berry. Hoodieku sedang di cuci, aku hanya dibawakan sweater dan hoodie itu," katanya sambil tersenyum konyol. "Masuklah!" kataku lalu berlari masuk kerumah untuk mengambil sweaterku yang tak terpakai. Dengan cepat aku kembali ke mobil. "Pakai," kataku memberikan sweater itu pada Sammi "Sudah siap?" tanya Dad "Yeah, Dad," kataku diikuti anggukan dari Sam. _____________________________ Pelajaran pertama berlangsung. Aku sibuk memperhatikan guru yang sedang mengajar sambil sesekali mencatat. Terlihat Sam disudut mataku, dia sepertinya tak konsen pada pelajaran. "Kau tak apa Sam?" tanyaku masih fokus pada catatanku "Ya," jawabnya singkat. Aku menoleh kuperhatikan dia sedang menggosok-gosokkan kedua tangannya sambil sesekali meniupnya. Kuletakkan pulpenku disebelah buku catatanku. "Kau kedinginan ya?" tanyaku. Aku menatap matanya tajam, dia juga menatapku. Lalu menggeleng pelan. "Tidak," jawabnya. Aku menyelidik matanya mencari kebohongan. Aku tak dapat menemukan apapun. Kuperhatikan lebih dalam. Ini bukan mata aslinya! "Kau memakai kontak lensa lagi?" tanyaku. Padahal matanya berwarna sama seperti lensa itu. Untuk apa? Dia menggaruk tengkuknya yang kuyakini tak gatal sambil mengangguk. "Dasar," gumamku, lalu kembali mencatat. "Excuse me!" seorang guru memasuki ruang ini bersama dua orang lain yang berseragam sama sepertiku. Semua pandangan menuju kearah guru itu dan dua murid baru mungkin? _______________________________ Samantha Lynn Hearst "Kau memakai kontak lensa lagi?" tanya Berry. Sial. Aku ketahuan. Aku meringis sambil mengangguk. "Dasar." Huh. Untung hanya kata itu yang keluar dari mulut Berry. Dia kembali sibuk dengan buku catatannya. "Excuse me!" seorang guru lelaki sudah berdiri didepan pintu, ada dua orang berseragam disebelahnya. Tunggu! sepertinya aku pernah melihat mereka? tapi... siapa? "Mrs. Joanna," panggil guru lelaki itu pada guru yang sedang mengajar dikelasku. "Kelas ini mendapat dua murid pindahan dari luar kota, mohon bantuannya Mrs. Saya masih banyak pekerjaan," kata guru lelaki itu. "Baiklah Mr," jawab Mrs. Joanna. Guru lelaki itu pergi meninggalkan dua orang lelaki yang kini tengah berdiri didepan kelas. "Jadi, siapa nama kalian?" tanya Mrs. Joanna "Namaku Norris Octavio Wond." "Namaku Gillbert Amadeus Wond, panggil saja Gill" nama panggilan yang aneh. Gill? seperti... eum... organ pernapasan ikan? huh? hahaha. Mataku membulat saat dia melihat kearahku. Glek, aku ingat! Sekarang aku ingat siapa mereka! Dua werewolf hutan yang hampir membunuhku! sial! Dia tersenyum- tidak, menyeringai lebih tepatnya. Aku tak pernah berfikir werewolf akan bersekolah? untuk apa? mana mungkin mereka mengerti. Aku yakin mereka bersekolah hanya untuk mencari makan. Aku tahu! Aku tahu! mereka berdualah yang membunuh Johannes Lim! si anak asia pembaca pikiran dan peramal. Aku tahu! Feelingku nyaris selalu benar. "Mungkin kalian bisa lebih berkenalan satu antara lain nanti, silahkan duduk Gillbert dan Norris. Saya harus melanjutkan pelajaran," kata Mrs. Joanna. Mereka berjalan mencari tempat duduk kosong. Thanks God kursi didekatku tidak ada yang kosong. Mereka duduk ditempat kosong. Dibelakang tempat duduk Eve, mantan tempat dudukku. "Eve yang malang," aku menggumamkan kata-kata yang terlintas di fikiranku. "Eve yang malang?" ulang Berry, yang membuatku menoleh dengan terkejut. "Hehehe." aku tersenyum konyol. "Baguslah," kata Berry sambil sedikit meregangkan tubuhnya. "Paling tidak mereka berdua tampan, paling tidaknya mereka bisa mengurangi siswi yang menyukaiku, seperti Eve contohnya." "Hahahahahha." aku tertawa mendengar perkataan Berry. "Oh ya, Jangan mau berkenalan dengan si Norris ataupun insang ikan itu," ujar ku. Berry mengangkat alisnya sebelah. "Hahahaha insang ikan? namanya Gill, Sam. Memangnya mengapa? kau mengenal mereka?" Aku menggeleng pelan. "Aku tak kenal. Tapi aku mohon jangan pernah coba untuk mengenal mereka. Jangan pernah." ___________________________ Selama disekolah aku selalu mengikuti Berry kecuali ke toilet tentunya. Sekolah menjadi rawan, aku tak pernah mau Berry dekat dengan makhluk jahat itu, tetap saja aku tak memberikan alasan saat Berry bertanya mengapa dia tak boleh berkenalan dengan kedua murid baru itu. Sekarang aku sedang berjalan ke arah pohon rindang tempat aku pertama kali mengetahui nama Grant. Sudah beberapa hari ini aku selalu menemuinya. Dari pengamatanku beberapa hari ini, sepertinya dia tinggal diatas pohon itu. "Grant," panggilku dari bawah. "Grrrrrrr," dia mengerang. Mungkin baru bangun tidur? "Apa?" suaranya serak. "Ada yang perlu kuberitahukan padamu," kataku sambil duduk dibawah pohon, beralaskan salju yang dingin. Aku mendongak untuk melihat ke atas pohon, tempat Grant berada. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Tentu saja, dedaunan disemua pohon sudah meranggas menyisakan batang dan dahan serta ranting. "Aku mendengarkan." "Kau tidak kasihan padaku, Grant?" "Untuk?" "Jika aku harus berbicara dengan mendongakkan kepalaku seperti ini. Bagaimana kalau tulangku bergeser dan kepalaku tak dapat normal lagi?" "I-tu de-ri-ta-mu," Grant berkata dengan menyebutkan per-suku kata. "Tak bisa, ya? sekali saja baik padaku?" gumamku kesal sambil menunduk dan melempar beberapa kerikil yang ditutupi salju didekatku lalu melemparnya sembarang. "Dasar makhluk tak berprikemanusiaan," gumamku lagi. "Aku memang bukan manusia. Kau ingat?" aku tertawa masam. Aku baru ingat dia memang bukan manusia tentu saja dia tak ber-prikemanusiaan "Jadi, apa yang ingin kau beri tahu?" Aku masih melempar krikil kecil didekat kakiku. "Entahlah, aku kehilangan mood berceritaku." aku memeluk lututku. Sejujurnya aku kedinginan, salju yang kududuki ini membuat celana yang kupakai menjadi basah dan itu membuatku merasa lebih dingin. "Kau mau bercerita sekarang?" tiba-tiba Grant sudah ada didepanku dan duduk tepat didepanku. Tatapannya tertuju pada langit cerah di atas sana. "Tunggu! kau tidak kedinginan hanya memakai kaus dan celana seperti itu?" tanyaku "Tidak, aku sudah terbiasa dengan salju. Dan suhu tubuhku selalu tinggi." aku mengangguk mengerti. "Oh .. eum .. jadi, kau ingat hari dimana kau menolongku?" "Mm," dia menjawab dengan bergumam "Kau ingat dua werewolf hutan yang hampir mencelakaiku?" tanyaku lagi. "Ya," jawabnya "Nama mereka Gill dan Norris. Benar?" Grant yang sedang menatap langit langsung menatapku dengan alis bertaut. Dari reaksinya, kuanggap yang kukatakan itu benar. Aku melanjutkan, "mereka masuk ke sekolahku. Aku takut mereka hanya mencari mangsa disekolah." Aku menjelaskan tanpa dimintanya. "Gill? Dia selalu mencari masalah! dasar bocah bodoh!" Grant melengos dariku dan mendengus keras. "Lebih parahnya lagi! Gill dan Norris masuk ke kelasku dan Berry!" kataku frustasi. "...." tak ada respons dari Grant. "Grant? bisakah kau beri aku solusi?" kataku makin frustasi. Mengingat nyawa seluruh siswa maupun guru disekolahku terancam akan kehadiran Gill dan Norris. "...." Grant masih diam. Dia menunduk, sedang berfikir mungkin? "Huh." aku mendengus keras. "Aku akan masuk ke sekolahmu." satu kalimat, dua puluh tiga huruf, sebelas suku kata, satu tarikan nafas. Mampu membuat nafasku tercekat, mataku membulat, mulutku ternganga. Makin banyak makhluk aneh yang masuk sekolah ku? oh god! Aku sama sekali tak mengerti jalan pikiran Grant! To Be Continued..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN