“Anjiel … bentar aja, Yaya Cuma mau ngomong ama Anjiel.” Suara itu terdengar parau, masih ada nada manja di sana, dan masih ada rasa yang terselip secara samar. Ranjiel menarik napas, ia melepaskan pelukan Lia dan membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan cewek itu. Ditatapnya Lia, dan bibirnya tetap saja terkunci. Pandangan mata Ranjiel terlihat sangat tajam, wajahnya datar. Lia yang merasa semuanya akan baik-baik saja mundur satu langkah, ia kemudian mengangkat kepala, menatap Ranjiel yang masih diam. Manik mata keduanya bertemu, dan mereka saling mengunci tatapan, bicara dari sana, lalu mengembuskan napas perlahan. “Lo mau ngomongin apaan?” tanya Ranjiel. Ia tak tahu lagi harus menghadapi sikap keras kepala Lia dengan cara apa. Lia yang mendengar pertanyaan dari Ranjiel merasa ka