Tiga bulan sebelumnya…
Serena memakai pakaian rapih lalu pamit kepada orangtuanya untuk melamar pekerjaan. Dia memakai masker sebelum mengemudikan mobil, Serena sebenarnya tidak suka memakai masker karena membuatnya pengap dan tidak bisa bernapas.
Tetapi, peraturan tetap peraturan. Lama-lama dia juga terbiasa memakai masker. Padahal dulu, dia sering menggunakan masker hanya untuk iseng-iseng atau hanya bergaya apalagi saat flu biasa.
Sekarang, dia terkena akibatnya kaerena harus menggunakan masker ketika keluar rumah. Serena juga sudah menyiapkan alkohol semprot di mobilnya. Benda langka yang bisa dia peroleh dengan sebuah keajaiban.
Serena masih ngeri ketika mengingat wajah covid-19 masuk ke Indonesia. Dia melihat berita jika masyarakat berbondong-bondong pergi ke mall untuk membeli beberapa kebutuhan hingga stok habis.
Barang-barang yang paling di incar adalah masker dan pembersih tangan dari virus. Kedua barang itu menjadi sangat mahal dan langka, bahkan ada salah satu temannya yang tertipu ketika membeli masker, dia malah mendapatkan tumpukan kardus terpotong-potong saat membuka paket yang dia pesan.
“Ah, semoga wabah ini cepat hilang. Aku ingin kembali hidup normal.” Gumam Serena lalu mengemudikan mobilnya keluar dari pekarangan rumah.
Serena melajukan mobilnya dengan perlahan, rumahnya sedikit jauh dari kota. Di kanan kirinya masih sawah, dia beruntung masih bisa mendengar suara jangkrik saat malam.
Serena sebenarnya tidak suka kota, di mana dia tidak bisa melihat ribuan bintang dan hanya mendengar suara kendaraan yang berlalu lalang setiap hari. Dia merindukan sejuknya udara di rumahnya.
Serena melewati beberapa pos pemeriksaan, dia di tes suhu dna kemudian melanjutkan perjalanan ke kota. Rumahnya yang berada di Rembang membuat perjalanannya menuju kota membutuhkan waktu satu setengah jam.
Dia melemaskan lehernya, Serena berhenti di salah satu hotel yang katanya sedang membuka lowongan untuk koki. Dia turun dan bertanya ke resepsionis.
“Selamat siang.”
Seorang resepsionis laki-laki langsung menyambutnya, “Siang, ada yang bisa saya bantu.”
“Semalam saya mendengar jika hotel ini membutuhkan koki? Apakah lowongannya masih tersedia?” tanya Serena penuh harap.
Resepsionis itu tersenyum, “Tunggu sebentar, Mbak. Saya hubungi bagian dapur dulu.”
Jantung Serena berdebar-debar menunggu kabarnya, tetapi dilihat dari ekspresi resepsionis itu dia sudah mengetahui jawaban yang akan diberikan kepadanya. Serena menghela napas pendek lalu menundukkan kepala.
“Maaf, mbak. Lowongannya sudah tidak ada, kebetulan beberapa jam yang lalu sudah ada orang yang lebih dulu datang.”
Serena mengangguk, “Iya, tidak apa-apa. Terimakasih.”
Setelah itu, dia meninggalkan hotel itu dengan perasaan lesu. Serena berdiri di dekat mobilnya beberapa menit lalu masuk ke dalam. Dia menatap tangki bensin mobilnya yang hampir kosong.
“Kapan aku akan mendapatkan pekerjaan lagi?”
Serena mengemudikan mobilnya mencari pom bensin terdekat, dia keluar untuk membayar dengan selembar uang terakhirnya di dompet. Itu uang terakhirnya untuk bulan ini, dia berhemat agar bisa menyimpan sisa uang pesangon sampai menemukan pekerjaan baru.
Serena di pecat beberapa minggu setelah wabah covid-19 masuk, padahal dia selalu menjaga kebersihan tetapi dia yang terpilih untuk dipecat. Serena awalnya tidak terima tetapi melihat beberapa rekan kerjanya juga ikut di pecat, dia akhirnya menerima keputusan itu walaupun menyalahi kontrak kerja.
“Terimakasih.” Ucap Serena lalu mengemudikan mobil untuk mencari lowongan pekerjaan lain.
Sebenarnya, dia bisa saja membuat makanan di rumah lalu dijual secara online tetapi dia sudah mencobanya dan kerugiannya lebih banyak dari pada keuntungannya.
Banyak konsumen yang mengembalikan makanan karena dingin saat perjalanan.
“Ah, apa yang harus kulakukan?” tanya Serena kepada dirinya sendiri.
Saat itu, dia melihat ada sebuah tanda di depan sebuah restoran yang membutuhkan seorang koki. Serena langsung menghentikam mobilnya lalu masuk ke restoran itu.
Dia masuk ke dalam dan bertanya.
“Iya, mbak benar kebetulan tadi pagi ada koki yang mengundurkan diri. Apakah mbak membawa data diri?” tanya seorang staf dari restoran itu.
Serena mengangguk, “Tunggu sebentar…”
Dia langsung kembali ke mobil untuk mengambil berkas-berkasnya, dia juga melampirkan pengalaman kerjanya di berbagai restoran sebagai nilai lebih agar peluangnya untuk di terima lebih besar.
“Ini berkas-berkas saya.” Ucap Serena sembari memberikan sebuah map berwarna cokelat.
“Baiklah, silahkan tinggalkan nomor yang bisa dihubungi.” Ucap Staf itu lalu memberikan sebuah kertas kepada Serena.
Serena segera menulis nomornya dengan rapih agar nomor ponselnya terlihat jelas. “Silahkan tunggu beberapa hari, mungkin ada tes jika orang yang melamar lebih banyak.”
“Terimakasih.” Ucap Serena sembari tersenyum.
Dia meninggalkan restoran itu dengan penuh harap, semoga saja ini pertanda baik untuknya. Serena hampir menyerah karena hampir semua restoran di tempat itu sudah dia kunjungi dan tidak ada yang menerimanya.
Serena pulang ke rumah dengan bersemangat, dia bahkan menemui ibunya dengan wajah gembira.
“Wah, kamu terlihat senang. Ada apa?” tanya Linda, ibu Serena.
Serena memeluk ibunya dari belakang, “Tadi, aku dapat lowongan kerja. Semoga di terima, Ma.”
“Syukurlah, sekarang kamu tinggal tunggu informasi kan?” tanya Linda.
Serena mengangguk, “Iya, Ma. Semoga kali ini aku dapat kerja.”
“Iya, Nak. Tapi, kalau memang nggak kamu bisa bantu mama di rumah. Lagian kan kita masih ada penghasilan dari kos-kosan. Cari kerja sekarang nggak gampang, tapi mama lihat kamu sekarang ini stres karena nggak kerja. Padahal, Mama senang kamu bisa di rumah dulu.” Ucap Linda sembari tersenyum.
Serena mengeratkan pelukannya, “Rasanya aneh, Ma. Nanti skill masakku hilang karena nggak kerja.”
“Kamu kan bisa masak di rumah, masakin kita.” Ucap Linda.
Serena terkekeh lalu beranjak dan masuk ke kamar untuk mengganti pakaian yang lebih santai. Dia mengenakan baju longgar dan celana pendek lalu ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
Serena selalu memasak makanan barat jika bekerja karena itu memang keahliannya. Tetapi, dia juga bisa memasak makanan Indonesia dengan sangat handal. Serena memiliki kemampuan jenius jika berada di dapur.
Beberapa koki terkenal mengakui keahliannya, hal itu membuatnya mendapatkan gaji yang fantastis. Serena perlahan larut dalam pekerjaanya sampai benar-benar selesai.
“Gimana?” tanya Serena ketika melihat ibuna mencicipi masakan buatannya.
Linda langsung mengcungkan jempol begitu juga dengan ayahnya. “Wah, Pak. Kalau kita mau makan enak begini pasti harus ke restoran mahal. Beruntung kita punya Serena yang bisa masak makanan seperti ini.”
Ayah Serena setuju, mereka makan malam dengan suasana hangat. Serena mendengar cerita ayahnya yang sedang melakukan bisnis kecil-kecilan untuk membuka toko kecil di desanya.
“Atau kita buat restoran aja, untuk kamu?” tanya Hanif kepada Serena.
Serena terdiam sebentar, “Nggak ah, Pak. Serena belum mampu kelola restoran sendiri, apalagi kalau dibuat disini. Nggak mungkin Serena bisa pegang sendiri di dapur , pasti kewalahan.”
“Iya, Pak. Kalau restoran kayaknya belum bisa.” Ucap Linda menyetujui pendapat Serena.
Mereka akhirnya melanjutkan makan malam itu dengan bericara, sesekali becanda. Hingga Serena masuk ke kamarnya, dia mengecek ponsel dan tidak ada pesan ataupun telpon yang masuk.
Penantian itu kembali dia alami setelah tiga tahun yang lalu ketika dia melamar pekerjaan untuk pertama kalinya setelah selesai melakukan pendidikan di Eropa.
Serena menunggu pemberitahuan selama seminggu, dia bahkan kembali ke restoran itu untuk mengetahui informasi tetapi dari info yang dia dapatkan koki utamanya sedang berada di luar kota jadi belum bisa memberitahu informasi apapun.
Tetapi, penantian itu akhirnya berakhir ketika sebuah pesan masuk di ponselnya. Wajah Serena berubah mendung ketika membaca pesan panjang dari pihak restoran.
Inti dari pesan itu bahwa dia ditolak karena mereka mencari koki yang berpengalaman untuk memasak makanan Indonesia. Padahal dia juga bisa, walaupun restorannya dulu kelas internasional.
“Astaga, apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus bernazar agar bisa mendapatkan pekerjaan? Kalau begitu aku bernazar jika setelah ini diterima bekerja di restoran atau hotel manapun aku akan mengadopsi seorang bayi dari panti asuhan.” gumam Serena penuh tekad.
Akhirnya, dia kembali melanjutkan perjuangannya untuk mencari pekerjaan. Serena memasukkan CV-nya ke berbagai hotel hingga restoran, dia tahu mencari pekerjaan sekarang sangat susah tetapi dia tidak ingin terus tinggal di rumah dan menyia-nyiakan kemampuannya.
Serena berpindah dari satu restoran ke restoran lain, beberapa ada yang langsung menolaknya karena mereka saja baru mengurangi pegawai serta koki karena kerugian besar akibat pandemic.
Walaupun begitu, Serena tidak mudah menyerah. Dia frustasi tinggal di rumah walaupun tentu saja dia tidak capek. Sekarang dia rela berpanas-panasan dan mandi keringat agar dia memiliki pekerjaan.
“Terimakasih, Pak.” Ucapnya ketika lamarannya di terima oleh resepsionis.
“Iya, Mbak. Tapi, pesan saya jangan terlalu berharap ya mbak. Restoran juga baru buka dan cukup sulit untuk kembali seperti dulu.” Ucap resepsionis itu.
Serena mengangguk dari yang dia lihat resepsionis itu sudah senior. Mungkin hanya dia yang di pertahankan disini karena memiliki jam kerja yang sudah lama dari pada yang lainnya.
Walaupun begitu, banyak pelanggan yang datang dan tetap mematuhi program kesehatan yang sudah di tetapkan pemerintah. Dia juga sejak tadi memakai masker dan berulang kali menyemprot tangannya menggunakan alkohol.
Sekarang tangannya sudah sangat bersih. Dari jauh, dia bisa mendengar suara penggorengan yang berbunyi, dia sangat ingin bisa bekerja kembali dan memasak untuk semua pelanggan.
Serena menandai restoran mewah itu, semoga dia diterima bekerja disana. Walaupun dengan gaji yang sangat turun derastis dari yang biasa dia terima tetapi dia tidak mempermasalahkannya, sekarang sangat sulit. Bisa bertahan di tengah pandemi saja sebuah keajaiban.
“Pesan ikan goreng sama lalapannya satu, Mas.” Ucap Serena ketika mampir di warung pinggir jalan.
Dia makan denga lahap, Shazia mengamati penjual warung itu mereka juga dalam keadaan yang sulit.
“Terimakasih, neng sudah mau singgah. Sudah tiga hari, nggak ada yang singgah di warung bapak. Terpaksa semua ikan segar dibuang dan di ganti yang baru.” Ucap pemilik warung itu.
Serena terdiam, dia memilih menyeruput es jeruknya. “Nggak dibekuin, Pak?”
“Saya nggak ada kulkas, Neng. Seharian cuma disimpan di box ini sama es batu. Rugi sih, tapi apa boleh buat, kita tetap harus menyediakan makanan lezat untuk pembeli.” Jawab pemilik warung itu.
“Subar ya, Pak. Saya juga sekarang lagi cari kerja, sudah ditolak berkali-kali.” Balas Serena.
Bapak itu tertawa, “Itu mah pasti, neng. Sekarang lagi banyak-banyaknya pemecatan karyawan. Anak saya kemarin baru dipecat karena perusahaan nggak sanggup bayarnya.”
Serena mengangguk, dia berbagi cerita dengan pemilik warung itu sembari makan siang. Dia tidak merasa risih karena dia memang suka bercerita saat makan, itu membuatnya tidak merasa sepi.
“Ini ya Pak, lebihnya saya sedekah buat bapak. Permisi, saya pulang dulu.” Ucap Serena lalu menyebrang jalan.
Dia juga memberi lebih untuk penjaga parkirnya, memberi itu tidak akan merugikannya walaupun dia juga butuh. Serena pulang ke rumah dengan hati senang, dia membawa cerita baru yang akan menjadi penyemangat untuknya untuk mencari kerja.