Sudah empat hari Micky mogok sekolah, mogok makan dan mogok berbuat apa pun, tak ada lagi yang menyenangkan baginya, ia juga dilarang oleh sang Ayah untuk ke rumah Lucia. Semua hal di dalam rumah ini tidak ada lagi yang menyenangkan hatinya.
Micky lebih suka di kamar di bandingkan harus sekedar mengobrol dengan ayahnya atau nenek dan kakeknya. Salahkah untuk menolak hubungan sang Ayah dan Bianca? Salahkah anak menjadi seseorang yang menjadi penghalang orangtuanya?
Micky hanya ingin dunia ini adil padanya, sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya. Karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya sudah hampir sampai di jantungnya. Ia hanya ingin ayahnya bahagia dengan wanita yang tepat, bukan wanita yang hanya akan memanfaatkan ayahnya.
Rayoen pun sudah mulai kesal kepada putrinya.
Mikcy selalu ingin Lucia di sini, sedangkan Lucia bukan siapa-siapa, yang berhak atas dirinya adalah Bianca, bukan Lucia.
Lucia pun begitu, ia sangat merindukan Micky yang selalu saja mengganggunya di waktu kerja, yang sering ke kontrakannya sepulang sekolah, menunggunya di depan rumah dengan mata berbinar-binar. Dengan kedua netra yang seakan selalu ingin memeluknya dan mengatakan curahan hatinya.
"Kamu rindu sama Micky?" tanya Wilona, yang sudah stress melihat sahabatnya yang selalu saja diam, sudah tak asyik jika di ajak becanda.
"Iya nih, aku rindu sekali pada anak itu," kata Lucia.
"Ke rumahnya saja, Lucia, kenapa menahan rindu kalau kamu bisa kerumahnya?" tanya Wilona, memberikan saran.
"Kamu lupa? Kalau tunangan ayahnya Micky itu menyuruhku jangan ke rumah mereka lagi, tidak mungkin lah aku ke rumahnya setelah di suruh jangan kesana lagi," jawab Lucia.
'Jangan kemari lagi. Kamu bukan siapa-siap.'
Kata-kata Bianca selalu membayanginya dan berbisik ditelinganya.
"Oh iya, aku lupa. Lalu bagaimana? Menahan rindu, kan, berat, Lucia," papar Wilona.
"Haha. Yang berat itu rindu sama pacar kayak kamu," ujar Lucia sekedar bercanda,
"Aku bahasnya kamu bukan bahas pacarku, Lucia."
"Iya, maaf," kata Lucia.
"Kamu memang gagal fokus sejak kemarin," kata Wilona, menggelengkan kepala.
"Hem ... aku tidak tau nih, aku tidak ada hiburan saja."
"Kamu mau aku kenalkan sama pria?" tanya Wilona.
"Apaan, sih, aku, kan, baru putus masa iya pacaran lagi. Aku bukan wanita yang mudah untuk jatuh cinta. Ya impianku memang ingin bersama pria kaya, agar beban negara bisa berkurang."
Wilona tertawa, lalu berkata, "Will saja yang nyatanya belum putus dari kamu, sudah bisa memacari junior, masa kamu tidak bisa. Buktiin, Lucia, bahwa kamu juga bisam," kata Wilona.
"Kan, beda Lon, pria sama wanita." Lucia menggelengkan kepala.
"Eii, pokoknya kamu harus temuin teman Bayd, aku sudah lelah liat kamu jomblo terus."
"Aku, kan, baru jomblo kemarin." Lucia menimpali.
"Iya, pacaran setahun. Namun, jomblonya dua tahun, benar, 'kan?"
"Kamu tau saja," kekeh Lucia.
"Makanya temui temannya Bayd, ya," bujuk Wilona.
"Iya, iya. Kapan dan di mana?"
"Aku akan atur waktunya." Wilona tersenyum sumringah.
"Oke. "
Di kamar, Micky berbaring memeluk bonekanya, sejak pagi dia tidak mau makan, walaupun Boy sudah masak makanan kesukaannya, semua hal yang dilakukan keluarga ini untuk membujuk Micky, hasilnya tetap nihil. Hingga membuat Rayoen harus mengurusnya sendiri dan kini masuk ke dalam kamar putrinya, duduk di tepian ranjang dan membelai Micky.
"Apa Micky sudah tidak sayang sama Daddy? Kok, tidak mau makan?" tanya Rayoen mencoba mengalah kali ini.
Micky menggeleng.
"Apa Micky menginginkan sesuatu? Daddy akan berikan yang penting Micky mau makan. Mau boneka baru? Mau boneka bear yang besar? Atau mau mainan yang lebih banyak?" tanya Rayoen mencoba membujuk putrinya.
Micky lalu bangkit dari pembaringannya dan memposisikan dirinya duduk disamping ayahnya, lalu memeluk Rayoen erat, seakan pelukan itu sudah sangat Micky rindukan.
"Micky ingin Aunt Lucia kemari, Dad. Micky merindukan Aunt Lucia," pintah Micky dengan merengek di pelukan sang Ayah.
"Kenapa kamu suka sekali sama perempuan itu? Kan, ada Aunt Bianca yang bisa menemani kamu, Nak, mengajakmu bermain, kenapa harus perempuan itu? Kamu harusnya lebih memahami Daddy karena kamu sudah besar. Sudah tahu kan apa yang Daddy inginkan. Jangan membuat orang lain masuk begitu saja dalam keluarga kita, Sayang."
"Karena Aunt Lucia baik Dad, baik sekali dan Micky suka dengan Aunt Lucia," keukeuh Micky.
"Tapi, Sayang—"
"Micky ingin ... Aunt Lucia jadi Mommy Micky," rengek Micky melepaskan pelukannya dan menundukkan kepala.
"Sayang, Aunt Bianca akan menjadi Mommy Micky, kenapa harus Lucia, Sayang? Please. Jangan meminta sesuatu yang tidak bisa Daddy berikan."
"Karena ... Aunt Lucia mencintai Micky dan menyayangi Micky seperti anaknya sendiri, Dad. Micky ingin sekali Aunt Lucia jadi Mommy Micky, jadi Mommy yang seperti Micky harapkan bukan Aunt Bianca," ujar Micky tetap keukeuh.
"Kenapa bukan Aunt Bianca?" tanya Rayoen mencoba menyelidiki sesuatu yang Micky tidak sukai dari Bianca.
"Karena Aunt Bianca jahat," jawab Micky, membuat sang Ayah terlonjak kaget.
"Jahat? Apa Aunt Bianca pernah memarahi Micky?"
Micky terdiam, ia tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya karena Bianca sudah mengancamnya. Micky menutup rapat bibirnya.
***
Rayoen berdiri di dekat ruang keluarga menatapi taman yang ada di belakang rumah. Taman yang terlihat sangat cantik dengan bunga warna-warni, juga gunungan batu putih yang terlihat menarik perhatian. Rumah yang besar memang akan identik dengan taman-taman indah, apalagi jika pemilik rumahnya menyukai keindahan. Sudah pasti akan banyak bunga.
Taman yang sedang ditatap Rayoen saat ini adalah taman yang dibuat langsung oleh pakarnya atas permintaan istrinya yang sudah meninggalkan dunia. Rayoen merindukan saat-saat ia, istri dan putrinya menghabiskan waktu bersama.
Andai saja kenangan itu bisa diulangi, Rayoen pasti akan meraihnya apa pun itu.
Rayoen menghela napas halus dan menundukkan kepala, pikiran tentang permintaan Micky agar menikahi Lucia membuat Rayoen benar-benar tidak bisa memikirkan apa pun.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini larut malam?" tanya Ibu Jen, yang sejak tadi mengawasi putranya dari jauh. Ibu Jen tahu bahwa putranya itu sedang ada masalah.
"Mommy tahu, kamu sedang memikirkan permintaan Micky, 'kan?" tanya Ibu Jen.
Rayoen menoleh dan menatap sang Mama. "Mommy tahu darimana?"
"Micky sudah memberitahu Mommy tentang itu sebelumnya," jawab Ibu Jen.
"Lalu apa yang Mommy pikirkan tentang permintaan Micky itu? Apa menurut Mommy itu juga tidak masuk akal? Aku harus menikahi orang lain."
"Permintaan Micky tidak buruk, Nak, sebagai orang tua kamu memang sudah seharusnya melakukan yang terbaik untuk anakmu, terlepas dari bagaimana perasaanmu. Kamu memang mencintai Bianca. Namun, putrimu tidak, di situ lah kamu di hadapkan dengan opsi yang sulit, tapi mommy hanya bisa memberi saran, putuskan lah hal yang benar-benar kamu sayangi. Bianca atau putrimu? Dan, satu hal yang harus kamu ingat, Micky sedang sakit, satu permintaannya yang kamu kabulkan adalah harapan barunya untuk menjalani hidup."
"Apa Mommy berpikiran yang sama dengan Mikcy?"
"Lagian ... Lucia adalah wanita yang baik, dia juga apa adanya dan tidak berpura-pura."
"Mommy percaya padanya?"
"Mommy bisa mengetahui isi hati seseorang dengan cara menatap wajahnya."
"Lalu bagaimana menurut Mommy tentang Bianca?"
"Jika anakmu tidak menyukainya, berarti satu hal yang pasti dia bukan yang terbaik untukmu," jawab Ibu Jen membuat Rayoen menghela napas panjang, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan lagi.
Apakah ia harus menerima semua ini? Menikahi wanita yang tidak ia sukai dan cintai? Demi anaknya? Benarkah itu?
"Putuskan sesuatu dan pilihlah salah satu yang benar-benar kamu sayangi. Jangan menyesali apa yang sudah kamu putuskan, karena dari kedua pilihan ini ada yang benar-benar memang sudah menjadi takdirmu." Ibu Jen lalu berjalan meninggalkan putranya yang sedang di hadapkan dengan pilihan yang sulit. Jika ia tak menikahi Bianca, akan terasa menyakitkan bagi Bianca dan dirinya, Jika ia tak menikahi Lucia bagaimana anaknya? Bagaimana selanjutnya nanti?
***
...1 Bulan Kemudian...
"Di hadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi, maka saya Rayoen Villeks Leonidas, dengan niat yang suci dan ikhlas hati telah memilihmu Lucia Millendy menjadi istri saya. Saya berjanji untuk selalu setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan juga sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan juga menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada saya dan akan mendidik mereka secara Katolik. Demikian janji saya demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan selalu menolong saya."
Ucapan janji suci pernikahan itu lantang di ucapkan Rayoen, membuat semua orang bertepuk tangan dan memeriahkan gereja saat ini.
Lucia sah menjadi istri dari sang pangeran Rayoen Villeks Leonidas, pria yang memiliki satu anak dari istrinya yang dahulu.
Rayoen memiliki tunangan bernama Bianca. Namun, karena permintaan Micky, Lucia pun setuju menikah dengan pria yang memiliki tunangan, jika saja bukan demi Micky, Lucia tidak akan menikah dengan Rayoen.
Lucia sejak dulu memiliki niat bahwa akan menikah dengan pria yang ia cintai, dia yang akan membimbingnya ke jalan yang benar.
Lucia sudah cukup miskin jika harus berkhayal menjadi istri seorang pengusaha, seperti teman-temannya yang lainnya, ada satu kesyukuran atas pernikahannya ini, akhirnya teman-temannya mengakui tanpa berkayal dan berusaha pun Lucia mendapatkan suami seorang pengusaha sukses, suami yang mampu membeli apa pun di atas dunia ini, terkecuali iman.
Lucia harus melakukan ini dan membuang khayalannya menikah dengan pria yang ia cintai seperti Will, pada akhirnya ia menikah dengan pengusaha kaya, dari keluarga bangsawan, tanpa ia rencanakan, tanpa ia duga dan tanpa ia harapkan.
"Mom, ayo berangkat sekolah," tarik Micky, membuat Lucia sadar ternyata sejak tadi Micky sudah menunggunya.
"Iya, Sayang."
"Mom memikirkan apa?"
"Tidak memikirkan apa-apa, Sayang," jawab Lucia.
Lucia mengantarkan Micky ke sekolah seperti biasa, ya... selain bekerja sebagai waiters di salah satu cafe, Lucia juga harus mengantar jemput Micky ke sekolah. Lucia tak mau sampai meninggalkan pekerjaannya, karena ia paham bahwa ia bukan istri yang sesungguhnya, jadi tak baik jika ia memakai uang Rayoen untuk membiayai kebutuhannya.
.
.
Flashback ON.
Lucia mendengar kabar jika Rayoen, Ayah Micky melamarnya, Lucia tidak setuju, karena ia bukan tissue yang di pakai dan di buang setelah tak di pakai, Lucia juga bukan Ibu pengganti, hanya kebetulan saja Micky menyukainya.
Lucia tak mengharapkan pernikahan ini, pernikahan dengan seorang pengusaha kaya, jangankan mengharapkannya, mengkhayal sedikit pun tak pernah.
"Jadi, kamu sudah memutuskan, Luc?" tanya Wilona.
"Memutuskan apa? Aku tidak harus memutuskan, 'kan?"
"Ya, kamu, kan, harus milih menikah atau tidak? Kamu menikah malah bagus, bisa membuat temen-temen kita itu menganga, kamu tidak menikah juga bagus, tapi—"
"Tapi, apa, Lon? Aku, kan, tidak setuju sama pernikahan ini, apalagi coba, orang tuaku saja tidak memaksaku," kata Lucia.
"Aku juga tidak lagi maksa kamu, Luc, aku hanya menanyakannya."
"Iya, aku tahu, aku bicaranya bukan buat kamu juga, Lon."
"Kamu sensi banget, sih. Jangan menjadikan permintaan ayahnya Micky jadi beban. Kamu bisa sakit jika memikirkannya."
"Maafkan aku, Lon. Aku lagi pusing, beneran pusing," kata Lucia memijat pelipis matanya.
"Iya, tidak apa-apa, yang harus kamu ingat, Ikuti kata hatimu, hatimu setuju, ya, kamu mutusin."
Suara ketukan pintu terdengar memaksa untuk dibuka, membuat obrolan Lucia dan Wilona berhenti, Wilona bergegas membuka pintu rumah dan Lucia terkejut melihat Micky di depannya.
Lucia menundukkan kepala.
"Aunt, Micky mohon, menikah lah dengan Daddy," pintah Micky, sambil berlutut memohon, Lucia tak tega melihatnya, segeralah ia membangunkan Micky dan duduk berlutut agar ia sejajar dengan gadis kecil ini.
"Siapa temanmu kemari, Nak?" tanya Lucia.
"Dely." jawab Micky.
"Dely?"
Micky mengangguk. "Dely supir yang ada di rumah Daddy."
"Daddy Micky tau kalau Micky di sini?" tanya Lucia.
Micky menggeleng.
"Ya Tuhan, Sayang, jangan seperti ini, Nak. Pernikahan bukan permainan, Aunt tidak mungkin menikah sama Ayah kamu, karena Ayah kamu sudah memiliki tunangan. Kasihan tunangan ayahmu jika Aunt menjadi penghalang bagi mereka. Aunt akan terlihat sangat jahat sekali."
"Micky mohon, Aunt, jadi lah Mommy Micky," lirih Micky. Lalu kembali melanjutkan, "Micky ingin, Aunt jadi Mommy Micky, Micky sedang sekarat." tambah Micky membuat Lucia tersentak kaget, sakit? Sakit apa sampai Micky mengatakan sekarat?!
"Sakit apa, Sayang? Maksud Micky apa?" Lucia penasaran.
"Hem?" Micky mendongak dan menatap wajah Lucia yang terlihat sangat tulus. "Micky tidak apa-apa, Aunt. Hanya saja hati Micky sekarat," ralat Micky, mencoba mengalihkan perkataannya.
"Sayang–"
"Micky mohon, Aunt, Micky mohon," rengek Micky, membuat Lucia bingung.
"Ya Tuhan, Sayang. " Lucia memeluk Micky.
Tak ada alasan lagi buat Lucia menolak, ia menyayangi Micky seperti anaknya sendiri, Lucia akan menikah, meskipun dengan kesepakatan bahwa Lucia akan menjadi istri Rayoen selama setahun, setelah setahun Lucia harus sadar diri untuk keluar dari rumah itu, tanpa di usir dan tanpa di suruh.
Setahun akan terasa singkat jika Lucia menghabiskan waktunya bersama Micky, Micky membutuhkannya, ia harus ada untuknya demi harapan hidupnya.
Pernikahannya pun di selenggarakan, membuat teman-teman Lucia tersentak kaget mendengar pernikahan Lucia yang sebelumnya mereka tak tau, jika Lucia sedang berkencan, setahu mereka Lucia sudah putus dengan Will, pasti susah baginya untuk move on.
Teman-teman sekelas Lucia sebagian datang di pernikahannya, memberikannya selamat, memberikannya doa dan memberkatinya. Memberikan Restu agar Lucia bahagia dan langgeng di pernikahannya, meskipun mereka tidak tahu bahwa pernikahan ini hanyalah pernikahan kesepakatan.
Bianca memicingkan mata melihat Lucia di pelaminan, Lucia sangat paham bagaimana perasaan Bianca. Namun, ia mencoba tidak goyah. Ia pastikan dan ia tanamkan dalam hatinya bahwa ini hanya sementara, hanya setahun. Waktu yang singkat menurut ukurannya, meskipun sehari pun terasa lama buatnya.
Pernikahan Rayoen dan Lucia di hadiri kerabat, keluarga Lucia, keluarga dari pihak Rayoen dan teman juga klien Rayoen, terlihat bukan pernikahan kesepakatan, seperti pernikahan sesungguhnya, Lucia sempat berpikir jika ia akan menikah diam-diam, tak ada seorang pun dan hanya di hadiri pendeta juga beberapa rekan, ternyata yang Lucia pikirkan tak seperti kenyataannya.
"Selamat ya, Sobat, kamu akhirnya nikah juga," ujar Rahadi, teman Rayoen.
"Thanks, Di," jawab Rayoen, terus berusaha terlihat bahagia di depan para tamu.
"Istrimu cantik sekali, Sob," sambung pria yang satunya berhasil membuat Lucia merona.
Setelah Acara resepsi selesai, Lucia dan Rayoen saat ini sedang di kamar, Lucia sesekali memicingkan mata. Namun, ia tersadar seketika.
Rayoen tertidur tanpa membuka setelannya, Lucia melihatnya lewat cermin. Bagaimana pernikahan mereka setelah ini? Terasa menyesakkan dan Lucia akan hidup selama setahun bersama pria itu. Pria yang tak ia kenali sebelumnya.
.
.
BERSAMBUNG