Bab 5. Bukan Pel*cur

1410 Kata
“Maksud kamu apa, sih, Rhe? Untung Mas Abian gak marah tadi.” Ratu langsung memaki Rhea setelah menariknya masuk ke kamar. Wanita itu berjalan gusar kesana-kemari karena merasa belum membicarakan hal penting dengan Abian. Ia kembali melotot ke arah Rhea. “Gara-gara kamu, kita jadi gak sempet bahas tentang pernikahan kita dan Mas Abian udah keburu pulang duluan.” “Habisnya pacar Kakak ….” Rhea hampir membela diri. Namun, ia langsung terdiam karena teringat dengan ancaman Abian sebelumnya. Terlebih lagi, Rhea tidak tahu cara menjelaskan ke Ratu jika sebenarnya Abianlah yang menggodanya tadi. “Kenapa memangnya Abian? Kenapa, sih kamu selalu kacaukan semuanya, Rhe? Tahu gitu kamu enggak usah aku bangunkan tadi.” Ya, pada akhirnya, apapun yang dilakukan Rhea selalu salah di mata keluarganya. Ia tidak pernah punya kesempatan untuk menyampaikan sanggahan ataupun pembelaan. Semua selalu menuduhnya tanpa mau tahu latar belakangnya. Belum sempat Rhea kembali menyampaikan pembelaan, Ratu kembali memakinya. “Pantesan Angga ninggalin kamu!” Spontan, alis Rhea menyerngit tajam. “Bagaimana kakak tahu kalau aku dan Angga udah putus?” Kekesalan Ratu sedikit menghilang setelah melihat reaksi Rhea. Dia tersenyum miring saat menunjukkan pesan singkat Angga yang dia terima kepada Rhea. “Lihat? Angga baru aja ngirim pesan ke Kakak.” Bukan masalah jika Angga menghubungi Ratu. Hanya saja, isi pesan singkat dari mantan pacar Rhea itu benar-benar membuat Rhea tidak bisa berkata-kata. “Aku sudah putus dengan adik kamu, Ratu. Jujur, aku memacarinya karena aku ingin dekat denganmu lagi. Sekarang, masih adakah kesempatan untukku mendekatimu?” Bukan hanya marah, namun, Rhea merasa dibohongi selama ini. Pria yang telah dicintainya, ternyata hanya memanfaatkannya saja. Terlebih lagi, satu hal yang membuat Rhea terasa janggal dengan pesan Angga. Dia langsung mempertanyakan, “Maksudnya apa, Kak? Kakak pernah pacaran sama Angga?” Bukannya merasa bersalah, Ratu malah tersenyum mengejek sambil menjawab, “Iya.” “Kenapa Kakak enggak pernah cerita?” Rhea menuntut jawaban dari sang kakak karena merasa tidak puas dengan jawaban singkat Ratu. “Kakak bahkan enggak kasih tahu aku gimana brengs*knya Angga. Kenapa, Kak?” “Buat apa? Kita tidak sedekat itu untuk saling bercerita, ingat?” Jawaban Ratu membuat Rhea sangat kecewa. Padahal, Rhea sempat merasa khawatir kepada Ratu ketika tahu bagaimana bej*tnya Abian-kekasih kakaknya itu. Lalu, setidak peduli itukah Ratu terhadap Rhea? Meskipun mereka tidak dekat, namun, bukan ini yang dinamakan keluarga. Rasanya ternyata jauh lebih sakit, daripada ia memergoki Angga berselingkuh. “Ah! Udahlah! Ngapain bahas hal yang gak penting. Masalah Angga, itu urusan kamu. Aku enggak mau ikut campur. Intinya sekarang, aku minta kamu besok ke kantor Mas Abian buat minta maaf. Mengerti?” Rhea hanya tersenyum getir mendengar semua ucapan Ratu. Hingga Ratu pergi dari kamarnyapun, ia tetap tidak bisa memahami situasi yang sedang terjadi. “Apa artinya aku di dunia ini?” Terbesit pertanyaan seperti itu dalam diri Rhea karena merasa ia tidak punya siapa-siapa. Sekejap, amarah langsung menguasai Rhea. “Aku benci kalian!” ucap Rhea berkali-kali tanpa henti. Ia kecewa karena orang-orang terdekatnya tidak bisa dipercaya. Seketika, perasaan ingin membalas dendam muncul dalam benaknya. Hanya saja, bagaimana? Rhea tidak tahu caranya. Tak berselang lama, ponsel Rhea terdengar berbunyi. Saat Rhea melihat siapa si pengirim pesan, ia langsung punya ide bagaimana cara membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakitinya. Pesan itu berasal dari Abian yang berisi. “Datanglah ke ruanganku besok. Aku perlu berbicara denganmu.” Ya, menurut Rhea, Abian bisa membantunya. Senyumnya langsung mengembang dan rautnya langsung berubah menjadi sosok yang tegas dan ambisius. Rhea berniat meminta bayaran dari malam panas itu berupa bantuan dari Abian agar dendamnya terpenuhi. Tanpa basa-basi, ia segera membalas pesan itu. “Aku akan datang. Aku ingin membuat kesepakatan denganmu.” *** Sesampainya Rhea di kantor Abian, ia langsung disambut dengan sosok pria berpawakan besar berpaikaian formal. Pria itu adalah Roy, asisten pribadi Abian. “Silahkan ikuti saya. Pak Abian sudah menunggu dari tadi,” ucap Roy sambil mengarahkan Rhea mengikutinya. Rhea sempat kebingungan dengan siapa sosok pria itu. Ia baru menemuinya sekali. Namun, kenapa sosok pria yang berada di depannya seolah sudah mengenalinya? Akhirnya Rhea hanya bisa mengangguk sambil mengikuti langkah pria itu. Ia berusaha menetralkan detak jantungnya yang mulai meninggi karena gugup akan bertemu Abian. Bukan gugup karena pesona yang ditebar sang CEO. Namun, ia takut jika Abian akan menolak tawaran kerja samanya. “Silahkan masuk!” ucap Roy yang langsung membuyarkan pikiran Rhea. Rhea juga baru menyadari jika mereka telah sampai di ruangan Abian. “Bos, yang Anda tunggu sudah sampai,” ucap Roy yang langsung membuat Abian menoleh saat ia masih berkutat dengan laptop di depannya. “Terima kasih, Roy. Tolong suruh OB buatin minuman untuk Rhea,” perintah Abian yang langsung diangguki oleh Roy. Pria berpawakan tegap itu langsung pergi dari ruangan Abian. “Kamu datang juga?” Abian beranjak dari bangku kebesarannya dan mempersilahkan Rhea duduk pada sofa panjang di tengah ruangan. “Aku kira kamu bakalan nolak permintaanku?” tanya Abian sambil terkekeh. “Tadinya aku memang ingin menolak,” jawab Rhea berlagak tegas sekaligus jual mahal. Padahal, detak jantungnya sudah tidak beraturan dari tadi karena takut jika hanya berduaan saja dengan Abian di dalam ruangan seperti ini. “Tapi setelah aku pikir-pikir, aku rugi besar jika membiarkanmu berkeliaran bebas tanpa merasa bersalah kepadaku.” Satu alis Abian terangkat naik. “Jadi … kamu menuntut bayaran atas kejadian malam itu?” tanyanya yang mencoba mengartikan maksud Rhea. Rhea mengangguk tanpa ragu. Senyum Abian langsung mengembang. “Bagus, aku akan membayarmu. Tapi … hiburlah aku dulu. Aku sedang banyak tekanan pekerjaan. Dan kali ini lakukan dengan benar.” Rhea buru-buru menyanggah. “Eh, eh. Apa yang kamu maksud untuk menghiburmu? Aku tidak akan melakukan itu lagi untukmu. Aku bukan pel*cur!” Abian semakin terkekeh. “Ayolah … bukankah kedatanganmu ke sini untuk menghiburku?” Mendengar pernyataan Abian, membuat Rhea kesal karena merasa diperlakukan seperti wanita mur*han. Sekejap, ia lupa dengan tujuannya datang ke sini untuk membuat penawaran. Ia langsung berdiri dan menampar Abian dengan keras sebelum hendak pergi dari ruangannya. Namun, Abian lebih dulu menarik pergelangan tangan Rhea sebelum wanita itu berhasil menjauh. Alhasil, Rhea jatuh dalam pangkuan Abian. “Memangnya apa yang kamu pikirkan, Rhea?” Abian terkekeh saat mendapati raut Rhea yang terlihat sangat panik dalam dekapannya. Rhea beruahasa berontak. Ia berusaha melepaskan diri, namun hanya berakhir sia-sia. Tenaga Abian terlalu kuat untuk dirinya. “Lepasin, Abian!” teriaknya panik. Rhea benar-benar takut kejadian malam itu terulang kembali. Abian semakin tersenyum lebar. Raut panik Rhea benar-benar menghiburnya. Rasa ‘lapar’ itu memang ada saat melihat Rhea kembali. Hanya saja, ia tidak akan melakukannya lagi karena alasan yang tidak ia ketahui. Abian sendiri juga bingung kenapa ia merasa bersalah. Padahal, kemarin ia masih bersikap tenang. Namun, kali ini berbeda. Apa mungkin karena wajah sembab Rhea yang jelas menunjukkan jika wanita itu telah menangis semalaman? Abian sendiri tidak mengerti. Ia spontan melepas dekapannya dari Rhea dan membiarkan wanita itu meloloskan diri. “Jangan sentuh aku lagi!” ancam Rhea sambil menjauh. Disaat yang bersamaan, Roy datang dengan membawa sebuah nampan berisi secangkir teh. Rhea spontan bersembunyi di balik badan Roy dan mencari perlindungan dari pria berpawakan besar itu. Abian berdecak sebal mendapati reaksi Rhea yang melihatnya seperti itu. “Ngapain kamu sembunyi di situ? Keluar sini!” Rhea menggeleng cepat, tanda tidak mau menuruti permintaan Abian. Abian menghela napas kasar. “Sini! Aku enggak akan ngapa-ngapain kamu.” Pada akhirnya, Rhea tidak bisa menolak perintah Abian. Terlebih lagi, Roy tidak mau jadi tamengnya dan bahkan mendorong tubuh kecil Rhea untuk tidak bersembunyi lagi di belakangnya. “Gini, ya, dengerin! Aku langsung to the poin aja.” Abian memijat pelipisnya sejenak sebelum kembali meneruskan kalimatnya. “Aku gak bermaksud buat kamu takut. Aku cuma bercanda tadi. Aku memintamu ke sini untuk menawarimu pekerjaan dan--” “15 juta perbulan,” potong Rhea tiba-tiba. “Apa?” Abian memperjelas maksud Rhea. Alisnya terangkat naik, menunjukkan ketertarikan dengan pembicaraan ini. Roy yang turut berada di ruangan itu juga tampak terkejut meski tidak berani berbicara. Lalu, Rhea kembali mempertegas tawarannya. “Aku mau kerja di sini dengan gaji 15 juta perbulan. Sebagai balasannya aku tidak akan mengadu ke kak Ratu tentang kelakuan bej*dmu sekalipun aku melihatnya sendiri.” Bukannya marah, Abian malah tersenyum. “Wanita ini memang luar biasa,” batinnya. Tanpa berpikir panjang, Abian segera menjulurkan tangan ke Rhea. “Oke. Aku akan menyanggupinya.” Rhea terlihat senang mendengar jawaban dari Abian. Senyumnya langsung mengembang meski tipis. Meski ragu, Rhea akhirnya menerima jabatan tangan Abian. “Deal!” pukasnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN