Bab 1 Semua bermula
Pengenalan tokoh.
1). Qirani Lesmana (umur 18 tahun) gadis desa yang cantik jelita meskipun tanpa make up, baik hati tidak sombong, bisa halus dan sopan kepada orang yang menurutnya pantas di sopani, dan bisa pula nyolot pada orang tertentu, makanan kesukaanya tidak ada, ia suka semua makanan, itupun harus yang matang sempurna. Sifatnya baikhati, penyayang, mampu berperan apapun, dan yang paling ia benci adalah orang tampan.
2). Daniel emilio ezra (umur 22 tahun) tampan luar biasa, angkuh, dingin pendiam, namun aslinya berhati hangat, dan untuk soal perempuan, ia punya selera yang tinggi, makanya sampai detik itu belum pernah sekalipun pacaran, putera kedua dari keluarga Ezra. Berwatak keras, penuh ambisi dan tidak kenal penolakan.
3). Danu Ezra (umur 25 tahun) anak pertama keluarga Ezra, atau calon suami Qirani, watak pengertian, baik hati, lemah lembut, penyayang, namun sayang umurnya tak panjang.
4). Adinata Ezra (umur 65 tahun) watak baik sekali, papa dari Daniel dan juga Danu.
5). Nisa (umur 58 tahun) watak super duper baik, mama dari Daniel dan Danu.
6). Nenek Menur (umur 80tahun) sangat sempurna namun hanya bawel pada Qiran.
7). Luna (umur 22 tahun) teman kampus Daniel dan juga memendam rasa suka padanya, cantik, namun sombong, dan angkuh.
PROLOG
Terlihat gadis cantik dengan pawakan langsing dan berkulit kuning langsat, dengan rambut hitam sepinggang yang sengaja ia panjangkan dan juga rawat, meskipun tanpa polesan bedak dan make up layaknya gadis remaja seusianya, wajahnya cantik natural. Ia tengah membawa ember di salah satu tanganya, disana terdapat bermacam macam gorengan yang ia buat sendiri untuk di jual dengan berjalan keliling kampung, dan tas belanjaan yang ada di tangan satunya lagi, berisi plastik dan kresek untuk membungkus gorenganya jika ada yang membeli, terik matahari siang itu tak mampu menyurutkan tekad dan semangatnya, dengan peluh bercucuran di kening yang sesekali ia seka menggunakan lengan panjang bajunya.
Sesekali ia menepi, berteduh di emperan toko, atau emperan rumah orang, bahkan tak jarang ia pun berteduh di bawah pohon rindang, dan di semua tempat yang sekiranya bisa ia singgahi hanya untuk melepas lelah dan penat saat menjajakan jualanya.
Ya. Qirani Lesmana, adalah gadis kampung yang baru berusia 18 tahun, dan baru lulus SMA beberapa bulan lalu, ia tak bisa melamar pekerjaan di pabrik atau toko besar yang berada di luar desanya atau kota jauh dari desa dan tempat tinggalnya, karena sang nenek yang sudah tua dan juga butuh teman hanya untuk sekedar ngobrol ngobrol saja. Yang ada, ia pun memilih untuk membuat bermacam gorengan dan menjualnya sendiri keliling kampung, asal ia selalu disamping sang nenek.
***
Diperusahaan besar tengah Kota, Adinata Ezra, selaku komisaris perusahaan, dan Danu Ezra, putera pertamanya selaku CEO di perusahaan tersebut. Tengah memperkenalkan seorang lelaki tampan yang berpawakan tinggi gagah dengan rambut yang tertata klimits, ya. Daniel Emilio Ezra, putera kedua keluarga Ezra, yang baru berumur 22 tahun dan baru lulus kuliah S1, dan sedang melanjutkan kuliah S2 nya, lelaki tampan itu mendapat jabatan menjadi wakil CEO di perusahaan Ezra tersebut.
***
Qiran meletakan ember kosongnya di atas dudukan gapura, disamping pintu masuk makam, tak lupa meletakan tas belanjaanya pula disana, tadi sebelum menuju makam, ia telah berbelanja terlebih dahulu, barulah masuk ke area makam. Dengan satu bungkusan bunga di tanganya.
Ternyata. Hari itu adalah hari peringatan kematian sang kakek, Qiran bermaksud hanya ingin mengenangnya, mengenang kepergian kakek yang sudah dua tahun lamanya pergi berpulang, meninggalkanya dan sang nenek. Kadek dan neneknya lah yang merawat Qiran sedari kecil, setelah kepergian kedua orang tuanya.
Qiran masih teramat kecil, bahkan untuk mengenang wajah ayah dan ibunya saja Qiran tak mampu.
Ayah dan Ibu Qiran meninggal karena sebuah kecelakaan, dan untungnya saat itu Qiran berada di rumah bersama sang nenek, ayahnya meninggal seketika di tempat kejadian, dan sang ibu, sempat dirawat di rumah sakit selama tiga bulan, namun juga tidak terselamatkan, semua harta benda ayah dan ibu Qiran habis untuk berobat sang ibu, dan kini Qiran tinggal hanya bersama sang nenek, di sebuah rumah, bahkan sudah tidak layak di sebut rumah.
Langit tiba tiba meredup, mendung menggulung, bukan karena hari itu sudah sore, rupanya langit akan runtuh, hujan rintik rintik pun mulai turun, seketika Qiran beranjak berdiri dari duduknya, hatinya tiba tiba tak karuan, bukan karena ia khawatir akan kehujanan atau terserang flu, baginya itu sudah biasa. Namun...yang ia khawatirkan adalah keberadaan sang nenek, biasanya saat Qiran mulai keluar menjajakan gorengannya menjelang sore, sang nenek pun ikut keluar pula, nenek nya setiap siang menjelang sore memang selalu ke sawah, bukan kesawah miliknya sendiri, melainkan kesawah milik orang atau tetangga yang sudah janjian terlebih dahulu dengan nenek, nenek membeli sayuran langsung dari sawah petani, dan biasanya pulang setelah hampir pukul lima sore dengan membawa banyak sayuran untuk dijual esok hari di pasar terdekat. Meski serba kekurangan, namun Qiran tak pernah mengeluh atau menuntut lebih pada sang nenek. Ia dibesarkan sampai seperti itu saja sudah sangat sangat bersyukur.
Meskipun di desa, gadis seusianya pun sudah pasti pernah memiliki ponsel, atau paling tidak sudah pernah merasakan bagaimana indahnya masa remaja dan memiliki seorang pacar. Namun tidak untuk Qiran, ia adalah siswi yang sangat pandai, sejak masuk SMP sampai SMA, ia terus mendapatkan beasiswa karena prestasinya, itulah yang membuatnya ringan untuk masalah biaya sekolah, sampai Qiran bisa menyelesaikan sekolahnya, kini cita citanya hanya untuk mengumpulkan uang, menabung sebanyak banyaknya, agar ia secepatnya bisa masuk Universitas, itu pula yang di inginkan sang nenek.
Ia tidak peduli akan penampilanya, ataupun tentang keterbatasan ekonominya, yang ia tahu hanya terus berusaha dan bekerja, ia ingin sukses dan membuat bahagia sang nenek, keluarga satu satunya yang ia miliki saat itu.
Qiran segera berlari menuju pintu keluar makam, setelah ia berpamitan diatas pusara sang kakek, tak lupa ia menyahut ember kosong yang ia tinggalkan di samping pintu luar makam tadi, ditengah jalan, hujan makin deras, deras, dan lebat.
Qiran hanya bisa terus berlari menyusuri jalanan menuju ke rumah, namun masih teramat jauh, dengan ember yang ia gunakan sebagai penutup kepalanya, dan tangan yang mendekap tas yang berisi bahan belanjaannya di d**a, Qiran terus berlari.
"Byuuuurrr...!" Tiba tiba Qiran tersentak karena guyuran genangan air dari cipratan ban mobil yang melaju kencang, hingga membuat bajunya yang sudah tidak berwarna itupun menjadi tak karuan.
"Huwoe!" Teriak Qiran seketika dengan lantangnya, sembari berbalik menatap kearah mobil yang tadi mengguyurnya, ia tak peduli apakah orang didalamnya adalah orang penting atau tidak, ia keceplosan berteriak, refleks yang ia lakukan.
Dan ternyata mobil itu pun berhenti seketika, mungkin berhenti karena merasa bersalah, atau karena mendengar teriakanya barusan, terlihat pak supir yang baru keluar dari dalam mobil berjalan mendekat kearahnya, dengan memakai payung dan menjinjing celana panjangnya.
"Mbak, maaf ya...saya tak sengaja." Ucap pak supir sembari merogoh kantong bajunya dan tanganya terulur memberikan selembar uang seratus ribuan.
"Nggak apa apa kok pak...nggak usah..." Ucap Qiran sembari menolak uang pemberian pak supir tersebut.
"Ayo cepat, lama amat sih!" Tiba tiba terdengar suara lantang dari dalam mobil, hingga membuat pak supir gelagapan dan memohon diri dengan tergesa gesa, sembari menyumpalkan uang tersebut kedalam tas yang Qiran bawa, karena embernya telah Qiran gunakan untuk menutupi kepalanya dari air hujan.
Akhirnya Qiran putuskan ikut bergegas mengekori pak supir pula, iasampai ke samping mobil mewah yang masih terparkir di tengah jalan tersebut.
"Tok, tok, tok!" Qiran mengetuk keras jendela kaca samping mobil, sampai orang yang berada di dalam mobil tersebut terpaksa membuka kaca jendelanya.
Terlihat lelaki tampan yang sesaat membuat Qiran terpana menatap kearahnya, Qiran remaja itupun sudah bisa mendefinisikan arti tampan dalam tatapan matanya.
"Ada apa? Kurang?!" Ucap lelaki tersebut dengan sinisnya, dan seketika itu pula menyadarkan Qiran dari lamunanya, ia sadar, ia terlalu bodoh hanya untuk mengagumi wajah tampan, namun kelakuan enol besar.
"Nih udah aku terima, aku balikin lagi buat kamu, sana pergi beli kopi." Ucap balasan ketus Qiran yang membuatnya lega, ia bisa membalas kelakuan lelaki songong itu dengan kesongonganya pula.
"Nih udah aku terima, aku balikin lagi buat kamu, sana pergi beli kopi." Ucap balasan ketus Qiran yang membuatnya lega, ia bisa membalas kelakuan lelaki songong itu dengan kesongonganya pula.
"Amit amit kalau aku sampai berjodoh dengan orang kayak gitu, bisa mati berdiri aku!" Dengus kesal Qiran sembari terus berjalan di tengah guyuran air hujan, menikmati hawa dingin yang menusuk sampai ketulangnya, karena pakaian yang ia kenakan sudah basah kuyup dan melekat pada tubuhnya, ia pun meninggalkan mobil mewah yang masih belum bergerak dari tempatnya.
"Astaga! nenek!" Ucap Qiran seketika, saat ia baru menyadari dan teringat dengan keberadaan neneknya yang belum ia ketahui, hingga ia pun segera berlari lagi menuju ke rumahnya.