Empat

1289 Kata
❤️❤️❤️ Vania menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Ia merentangkan tangannya sembari menguap lebar. Ia sangat lelah pasca membantu proses persalinan yang berlangsung selama berjam-jam. Iapun memejamkan matanya, berniat untuk beristirahat sebentar. "Green tea suaminya di siapkan dulu, Vania!" "Hmm.." Vania hanya menjawabnya dengan gumam malas. Matanya masih terpejam. Mungkin sebentar lagi ia akan terjun ke alam bawah sadarnya jika saja tidak ada sesuatu yang menyumpal hidungnya. "Hmmbbb..." Vania membuka matanya dan segera menyingkirkan sebuah tangan yang mengganggu pernapasannya. "Mas sengaja ya?" kesal Vania menatap garang sang suami. "Iya," jawab Andrea enteng, membuat Vania berdecak kesal. "Buatkan green tea ku dulu, lalu mandi! Jangan tidur dalam keadaan badan kotor seperti itu!" Andrea mengingatkan. "Aku capek banget, Mas. Serius. Kalau Mas mau minum, ambil sendiri atau minta tolong Bi Surti aja, ya?: keluh Vania sembari menunjukkan wajah melasnya. "Ck, biasakan gaya hidup bersih, Van. Apalagi kamu seorang dokter," ujar Andrea. Dalam sepersekian detik, mata Vania berbinar. Tepatnya setelah melihat secangkir s**u coklat hangat yang disodorkan Andrea padanya. "Wahh... Makasih, Mas Suami," ucap Vania segera menyambar cangkir itu dan meminum isinya. Sembari menunggu Vania, Andrea duduk tepat di sebelah gadis itu. Ia melepas sepatu dan kaus kaki yang membuatnya gerah seharian ini. "Memang suami idaman. Tahu aja istrinya haus," lanjut Vania santai. "Sudah?" tanya Andrea sambil melirik Vania yang tersenyum lebar ke arahnya. Vania pun mengangguk. "Sekarang gantian kamu buatkan aku green tea! Aku mau mandi dulu," suruh Andrea yang berhasil membuat senyum semringah di wajah Vania luntur seketika. "Loh, tahu gitu tadi kamu nggak usah buatin aku s**u. Kamu buat green tea buat diri kamu sendiri aja. Aku bener-bener mager sekarang," keluh Vania. "Itu kan tugas kamu, Van," balas Andrea sabar. Vania berdecak. Namun pada akhirnya ia bangkit juga dari posisi duduknya dengan mulut yang terus mendumel. Andrea hanya dapat menahan tawa melihat tingkah lucu perempuan yang telah berstatus sebagai istrinya itu. Selang lima menit, Vania kembali. Ia tak menemukan Sang Suami di kamar. Namun, ia mendengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi. Sebenarnya Vania merasa sangat mengantuk. Tapi ia khawatir, jika ia tidur nanti Andrea akan kembali mengganggunya karena ia memang belum mandi. Jangankan mandi, berganti pakaian saja belum. Jadi, Vania memilih duduk di sebuah sofa panjang di sudut kamarnya. Ia menyenderkan punggungnya, dan tangannya memeluk erat sebuah bantal. Namun ternyata, hal itu sama saja membuatnya terjun ke alam bawah sadarnya dengan cepat. Mungkin karena ia benar-benar lelah hari ini. Cklek Andrea berjalan santai ke arah lemari pakaiannya, tanpa memperdulikan keberadaan istrinya. Setelah berpakaian lengkap, barulah Andrea sadar jika ada seseorang yang tertidur di sofa kamarnya. Ia melihat pantulan orang itu melalui cermin di depannya. Tanpa sadar, Andrea tersenyum tipis. Wanita itu tampak begitu manis dan anggun saat memejamkan mata. Andrea pun berjalan mendekat. Berniat membangunkannya dan menyuruhnya mandi terlebih dahulu. Namun, saat sudah sampai tepat di hadapan wanita itu, Andrea mengurungkan niatnya. Ia melihat gurat kelelahan di wajah cantik istrinya. Ia memperhatikan sekali lagi, bahkan wanita itu belum menghapus make up tipisnya. "Apa dia benar-benar kelelahan? Kasihan juga kalau aku bangunkan," lirihnya. Andrea memilih mengangkat tubuh wanita itu dan meletakkannya di atas kasur dengan sangat berhati-hati, agar Vania tidak merasa terganggu. Lalu ia memperhatikan wajah cantik istrinya sekali lagi. Dan ia teringat jika wanita itu belum sempat menghapus make up-nya. Ia pun meraih selembar tissue basah dan ia gunakan untuk menghapus make up Vania. Ia melakukannya dengan sangat berhati-hati agar tidak mengusik tidur wanita itu Setelah itu, Andrea menggantikan pakaian istrinya dengan pakaian tidur berwarna biru pastel agar istirahat Vania lebih nyaman. Ia sedikit bingung dengan istrinya. Bagaimana bisa ia tidak terbangun, bahkan tidak terusik sekalipun selagi Andrea menghapus make up-nya dan mengganti pakaiannya? Sebegitu lelahkah ia? Ia jadi sedikit khawatir sampai-sampai ia mengecek napas Vania. "Dia masih bernapas kok," lirihnya. "Apa dia pingsan?" tanpa sadar ia mengucapkannya dengan suara yang lebih lantang. Mungkin karena ia terlalu khawatir dengan kondisi istrinya itu. Namun, ternyata Vania masih tak bergerak sedikitpun. Perasaan Andrea semakin tidak enak. "Van," panggil Andrea. Masih tak ada sautan. Andrea mendekatkan bibirnya ke telinga Vania, dan berniat memanggil Vania dengan suara yang lebih keras. "Eh??" 'Bruggghh' "Awwwsshh..." Andrea meringis ngilu saat merasakan pantatnya menubruk lantai dengan cukup keras. "Loh, k.. kok?" Vania tergagap. Wanita itu kini dengan posisi terduduk dan melotot melihat ke arah suaminya yang meringis di lantai. "Mas ngapain delosoran di lantai gitu? Gerah? Kan tinggal turunin suhu AC nya," tanya Vania polos. "Apa sih, Vania? Sakit tahu pantatku? Sini bantuin!" suruh Andrea. Vania mengejapkan matanya. Seakan masih mengumpulkan kesadarannya. "Kamu pikir aku apa? Keras banget dorongnya, kayak dorong monster," protes Andrea masih dengan posisinya. "Aku kira kamu mau kurang ajar sama aku. Siapa suruh nempel-nempelin pipi orang lagi tidur, kayak orang m***m aja," tuduh Vania seenaknya. Perlahan, Andrea mulai bangkit berdiri dan menatap takjub kearah istrinya. "m***m?? Kamu pikir aku siapa? Aku suami kamu, Vania," kesal Andrea. "Yes, i know. Tapi kan aku nggak tau kalau-" "Eh, baju aku kok ganti? Nggak mungkin kan bisa ganti sendiri? Kamu yang gantiin? Ih, beneran m***m ternyata," ujar Vania sembari menarik selimut untuk menutupi bagian tubuhnya yang sebenarnya sudah tertutup pakaian. Andrea memutar bola matanya malas. Ia malas meladeni istrinya itu. Tidak akan pernah kelar. Andrea memilih segera berbaring di samping Vania, membuat wanita itu otomatis ikut bergeser untuk memberinya ruang. Andrea mulai memejamkan matanya dan berusaha melupakan apa saja yang terjadi malam ini. 'Aku gendong, aku hapusin make up nya, aku gantiin bajunya, nggak bangun. Sekalinya aku mendekat doang dia malah langsung bangun. Manusia bukan sih dia?' batin Andrea terheran-heran dengan sosok wanita di hadapannya. "Mas," Andrea segera menjauhkan telinganya dari Vania. Ia bergedik ngeri karena sempat merasakan hembusan napas Vania di telinganya. "Ih.. kayak suara setan aja," gumam Andrea. "Astaga, istri sendiri di bilang setan? Mana cantik gini juga," protes Vania. Andrea berdecak dan menarik tubuhnya untuk duduk agar sejajar dengan Vania. "Apa? Ada apa kamu manggil aku?" tanya Andrea sedikit malas. "Serius yang gantiin baju aku-" "Iya, aku yang gantiin. Apa lagi?" tanya Andrea tidak sabaran. "Kok aku nggak kerasa sama sekali ya?" gumam Vania. Ia memajang wajah polos, seperti sedang menggunakan otaknya untuk berpikir serius. "Terus kenapa tadi deket-deket gitu? Jangan-jangan-" "Jangan mikir aneh-aneh! Aku tadi cuma mau bangunin kamu yang tidurnya kayak orang mati," potong Andrea. Alis Vania berkerut. Matanya melirik ke atas. Benar-benar seperti orang yang tengah menggunakan otaknya. "Apa lagi?" tanya Andrea lagi. Vania menggeleng ragu. "Udah sih, itu aja. Mas kalau mau tidur, tidur duluan aja!" suruh Vania. Andrea menghela napas kemudian kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Satu menit Dua menit Tiga menit Vania masih asyik dengan pikirannya. Ia masih membayangkan apa saja yang terjadi selama ia tertidur, dan kenapa ia tidak merasa terusik sedikitpun. Selang beberapa detik, ia teringat sesuatu. "Mas, tasnya masih aku tinggal di mobil dan mobilnya belum aku kunci," ujar Vania panik. "Astaga, Vania!!" geram Andrea yang langsung terduduk di samping Vania dengan mata melotot. "Buruan ambil! Itu laptop, dompet sama HP aku ada di situ!" suruh Andrea dengan nada gusar. Vania sempat terpenjara mendengar perintah Andrea. Tapi, bayangan suasana garasinya yang cukup remang membuatnya bergedik seketika. Memang, garasi mereka outdoor, ada di sudut halaman yang lumayan jauh dari lampu-lampu. "Nggak berani. Ambil sendiri!" pekik Vania yang langsung masuk ke dalam selimut. Andrea memejamkan matanya untuk menetralisir kekesalannya. Setelah itu, ia menghela napas panjang dan beranjak dari tidurnya untuk mengambil tasnya, yang seharusnya dibawakan Vania tapi malah ia tinggalkan di dalam mobil. 'Pantas aja perasaanku nggak enak. Dan kenapa bisa lupa sih, cuma gara-gara ngurusin Vania tadi?' Andrea membantin. ❤️❤️❤️ Bersambung ..... Masih bagian dari perkenalan. Memang sengaja aku buat agak panjang pengenalan karakternya sebelum menuju konflik berkelanjutan. Tapi ada kan konfliknya? Ada dong ... 3 malah. Dan itu saling berkaitan dan berdekatan. Jadi perkenalan dan manis-manisnya aku sengaja banyakin di depan, hehe ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN