“Masih marah?” Nanay sengaja berseru sambil menatap Christopher yang melangkah jauh meninggalkannya. Dari belakang, Rean yang baru keluar dari ruang rawat Hans, langsung membeku, menatap tak percaya ke sumber suara yang langsung ia kenali sebagai Nanay. Dia sudah sehat, pikir Rean. Rean menatap serius kebersamaan tersebut bersama rasa iri karena cemburu yang turut tumbuh menguasai hati. Di hadapannya kini, Nanay yang langkahnya agak pincang, menyusul pemuda jangkung berkulit putih bersih yang kiranya ada enam meter dari tempat Nanay berdiri. Nanay sendiri awalnya berdiri di depan ruang rawat tempat Nanay menginap. Christopher yang menenteng karton dan ransel milik Nanay, refleks berhenti kemudian menoleh dan balik badan. “Ada apa?” Ia menatap Nanay dengan tatapan bingung. Mendapat per