Episode 13 : Chen

1617 Kata
“Aku harus menang!” batin Chen maupun Christopher kompak. Tanpa direncanakan, keduanya yang masih melaju bersebelahan sedangkan di depan mereka sudah ada tiga yang memimpin, juga saling lirik.  Chen dan Christopher saling bertatap sengit, sebelum keduanya kompak menutup kaca helm, kemudian menambah laju mereka hingga mereka melampaui pengemudi di depan mereka. Di area tunggu, Nanay dan Bubu sudah semakin tidak karuan. Keduanya masih kompak terpejam, memanjatkan doa terbaik untuk keselamatan sekaligus kemenangan Chen. Nanay masih menyilangkan kedua tangan di dadda, sedangkan Bubu membiarkan kedua tangannya sibuk saling remas di depan perut, suatu kenyataan yang akan selalu terjadi ketika Bubu sedang sangat panik, kacau. “Aku salah. Enggak seharusnya aku biarin Chen pergi. Harusnya akulah yang pergi!” batin Bubu sembari melongok ke jalan seberang yang begitu menikung. Di ujung sana, di tengah suasana yang terbilang gelap, Chen dan Christopher yang sama-sama memimpin, masih melaju dengan sangat cepat hingga jantung Bubu seolah copot di setiap Bubu memastikan laju motor keduanya. “Ya Alloh, lindungi Chen. Hamba mohon. Tolong lindungi Chen. Hamba benar-benar memohon!” batin Nanay di tengah riuh suara sorak sorai penonton. Yang Nanay tahu, hampir semua penonton di sana saling bertaruh atas balap liar yang tengah berlangsung. “Chen … Christopher ….” Suara itu terus berkumandang. Iya, hanya dua nama yang masih diserukan. Ketika Nanay maupun Bubu turut menoleh ke sumber kedatangan, kedua nama yang terus dikumandangkan memang menjadi pembalap yang masih setia memimpin jalannya balapan. Baik Chen maupun Christopher sudah nyaris memasuki tikungan sebelum menuju jalan keberadaan garis finish, di ujung sana. “Aku harus menang. Nanay … demi Nanay, aku enggak boleh kalah. Cukup Rean saja yang bikin Nanay nangis, enggak yang lain apalagi aku!” batin Chen. Chen semakin menambah laju motornya meski ia akan memasuki tikungan tajam sebelum memasuki jalanan menuju garis finish. Lain halnya dengan Christopher yang justru menjadi kebingungan menatap apa yang ada di hadapannya, sebelum akhirnya ia justru menepi bersama dua buah sorot cahaya lampu yang begitu terang dari hadapannya.  “Chen …?” batin Christopher berteriak dikarenakan di hadapan mereka apalagi Chen ada sebuah truk yang kebetulan melintas dengan kecepatan kencang. Deg! Jantung Nanay seolah berhenti berdetak sedangkan tangan kanannya refleks meraih kemudian mencengkeram asal salah satu pergelangan tangan Bubu. Nanay melakukannya tanpa menatap keberadaan tangan Bubu. Air mata Nanay luruh dengan derasnya di tengah kenyataannya yang menatap tak percaya apa yang terjadi di tikungan sana. Tikungan yang akan Chen lalui dan jaraknya ada sekitar satu kilometer dari keberadaan Nanay. Ada sebuah truk yang mendadak memasuki area balapan, sedangkan Chen yang memimpin balapan sudah nyaris bertabrakan dengan truk tersebut. Bahkan mungkin karena itu juga, suasana di sana mendadak hening, selain semuanya yang kompak menatap tak percaya apa yang terjadi di tikungan ujung sana, selaku tikungan yang akan Chen hadapi. Ketika semuanya diam, Bubu buru-buru lari ke depan, berusaha menyusul Chen. Karena meski sadar ulahnya mustahil membuat dunia berhenti berputar hingga ia bisa menyelamatkan Chen, Bubu tetap ingin berusaha.  “Chen!” teriak Bubu dalam hatinya. Rahangnya mengeras, sedangkan wajahnya yang terlampau bersih, menjadi merah padam di antara otot berikut saraf yang sampai tampak mengambang tegang. Bubu mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari meski kedua matanya mendapati motor Chen telah tertabrak bahkan tergilas oleh truk yang Bubu yakini tidak bisa mengontrol laju apalagi mendadak mengerem.  Semua penghuni di sekitar garis finish sekaligus start, kompak menunduk lemas. Bahkan beberapa dari mereka sampai ada yang terduduk sembari menekap erat wajah menggunakan kedua tangan. Mereka berduka, dan mereka tak menyangka. “Chen …!” Kali ini, Nanay juga berlari. Nanay mengerahkan semua tenaganya untuk menyusul Chen layaknya apa yang Bubu lakukan, di tengah air matanya yang terus berlinang. “Chen ….!” Raung Nanay sambil sesekali menyeka asal air matanya menggunakan kedua tangan. Hancur, Nanay merasa sangat hancur melebihi ketika ia harus menerima kenyataan, Rean memilih melepasnya. Rean memilih mengakhiri hubungan mereka. Di TKP, Christopher masih terdiam tak percaya bersama rasa sakit yang tiba-tiba menguasai tenggorokannya. Tenggorokannya seolah dicekik, sedangkan dadanya terasa begitu sesak. Ia bahkan sampai mematikan mesin motornya, mencabut kuncinya, kemudian melepas helm-nya. Christopher memilih untuk menjadi penonton baik sembari mendekap helm-nya, meski truk yang melaju dengan kencang juga sudah melintas di sebelahnya. “Dasar mahluk tengil!” gerutu Christopher sembari tersenyum geli.  Di hadapan Christopher, sekitar lima belas meter, Chen yang sempat lompat ke samping dan membiarkan motornya di tengah jalan tergilas truk begitu saja, tengah berusaha menuntun motor. Dan Chen tetap menunggangi motornya, meski motor gede berdominan warna orange dan hitam tersebut rusak parah. Tak hanya bagian lampu depan yang pecah, sebab kedua kaca spionnya juga patah, remuk.  Tadi, ketika jarak Chen dan truk tinggal sekitar satu meter, Christopher menyaksikannya sendiri, Chen loncat dari motor dengan begitu cepat tak ubahnya seekor katak pohon. Dan Christopher mengakui kekalahannya dari seorang Chen yang baginya gilla. Sementara itu, baik Bubu maupun Nanay, refleks memelankan langkah mereka ketika mereka mendapati Chen melaju dengan motornya di hadapan mereka, dan semakin lama semakin dekat. “Hahaha ….” Chen tak hentinya tertawa. Tawa lepas yang semakin terdengar jelas tak lama setelah ia sampai membuka kaca helm-nya. Yang membuat Chen terlihat tak ubahnya orang giila, pemuda itu sampai melambai-lambaikan tangan kepada Bubu maupun Nanay, sebelum akhirnya Chen menambah laju motornya yang sudah hancur, demi segera sampai ke garis finish dan menjadi pemenang. Bubu balik badan melepas kepergian Chen. Sedangkan Nanay yang melakukan hal serupa, kembali menoleh ke depan. Ia menatap Bubu yang kiranya ada sepuluh meter dari keberadaannya.  Sembari berjalan tergesa menghampiri Nanay, Bubu berkata, “Mas enggak yakin, kalau Chen adik Mas!” gerutu Bubu. “Aku juga enggak yakin kalau Chen kembaranku, Mas!” ucap Nanay sembari menyeka cepat air matanya menggunakan kedua tangan. “Tapi kita nangis bombay gara-gara Chen?” lanjut Bubu yang kemudian mengulurkan tangan kanannya. Nanay mengangguk-angguk, memberikan tangan kirinya kepada Bubu, seiring mereka yang melangkah beriringan sambil bergandengan di sebelah sisi kiri jalan. Ketika Bubu dan Nanay semakn dekat dengan garis finish, suasana di sana sudah sangat ramai, di mana Chen jelas menjadi bintang malam ini. Satu persatu peserta balap liar juga berdatangan dengan laju yang terbilang lemah. Tanpa terkecuali, Christopher yang menjadi satu-satunya pengemudi tanpa mengenakan helm.   Chen yang tak lagi mengenakan helm dan awalnya sedang dikerumuni pendukungnya, langsung melepaskan diri dan buru-buru lari. Chen memeluk erat Nanay yang awalnya masih digandeng Bubu. Seperti biasa, Chen juga tak segan mencium gemas pipi, kening, bahkan hidung Nanay, hingga Nanay tak segan memukuli wajah Chen dikarenakan risi sekaligus kesal. “Mas, aku menang. Aku mau motor baru!” sergah Chen bersemangat tak lama setelah ia dilepas paksa oleh Nanay. “Nggak!” tegas Bubu sambil menggeleng. Chen merengut lemas. “Motorku hancur, Mas!” rengeknya. “Bodo!” balas Bubu sambil bersedekap dan menyikapi Chen dengan cuek. “Yah, Mas … dari semuanya kan, gaji Mas paling gede. Masa sama aku perhitungan?” Chen masih berusaha merayu Bubu. “Gaji Mas gede kan karena Mas sudah kerja sejak Mas masih SMA. Semuanya butuh proses, Chen. Masa iya, kamu baru kerja kemarin sudah minta gaji setara Presdir? Kalau kamu mau apa, nabung!” balas Bubu tetap dengan keputusannya. Chen merengut kesal. “Okelah … nanti aku pinjam ke Mbak Edel!” tegasnya. Bubu langsung mendelik dan tak segan kembali memoles Chen yang seketika menyeringai kesakitan. Tak lama kemudian, sebuah tangan putih berjemari panjang, terulur di hadapan Chen. Christopher, dia menatap Chen dan menunggu balasan. “Selamat!” ucap Christopher. Chen tersenyum kecut dan langsung menjabat tangan Christopher. Sedangkan Nanay dan Bubu berikut rombongan Christopher, hanya menjadi pengamat. Akan tetapi, dari semuanya, hanya Julliete yang menatap Nanay berlebihan. Iya, tatapan Julliete ke Nanay begitu dipenuhi kebencian. Julliet yang bersedekap tak hentinya menatap sinis Nanay yang menjadi risi sendiri ketika menyadarinya. “Aku enggak minta macam-macam. Cukup seratus hari. Dan selama seratus hari itu juga, kamu wajib jadi budakku!” tegas Chen sambil tersenyum semringah. “Chen …?” tegur Nanay sambil menatap Chen dengan tatapan tidak setuju. Chen melirik Nanay dengan santai tanpa mengakhiri jabatan tangannya dari Christopher.  Senyum geli menghiasi wajah Christopher. Pria berambut ikal tersebut jelas tidak terima dengan permintaan Chen. Namun apa daya, Christopher juga tidak mau dicap sebagai pecundang yang tak mampu menepati janjinya. “Dan selama seratus hari itu juga, kamu wajib jadi sopir sekaligus asisten pribadi kembaranku!” lanjut Chen dan sukses membuat semuanya mengernyit sekaligus tercengang, tanpa terkecuali Bubu dan Nanay. Chen segera menyudahi jabatan tangannya, dan menggunakan tangan kanannya untuk merangkul pinggang Nanay. “Kok aku, sih?” lirih Nanay kebingungan dan sampai menatap sedih Bubu yang masih terjaga di sebelahnya. Nanay bermaksud meminta perlindungan Bubu, agar ia tidak sampai menjadi korban Chen. “Ingat, Nay. Kamu harus bikin hidup nih cowok tersiksa. Rajin-rajin bacain ayat kursi apa yasin sekalian biar dia insyaf dan mengakui aku lebih hebat dari dia!” ucap Chen sengaja menggunakan suara lantang, meski ia melakukannya sambil menatap wajah Nanay dengan jarak yang begitu dekat.  Chen bahkan sampai membungkuk demi menyelaraskan tingginya dengan Nanay yang memang lebih pendek dari Chen. “Kamu ya? Dikiranya aku tukang ruqiyah!” keluh Nanay menatap Chen sambil cemberut. Chen terbahak dan kembali memeluk Nanay lebih erat dari sebelumnya, seolah-olah memeluk kembarannya itu menjadi hal paling membahagiakan dalam hidupnya. “Nih cewek hijab, kembarannya Chen? Kok bisa mereka beda banget? Terus, cowok sok perfek (Bubu) ini, siapa? Masih saudara juga, atau … bosnya Chen?” batin Christopher yang diam-diam melirik Nanay berikut Bubu, silih berganti. “Ya ampun … nih cewek kembarannya Chen? Aku pikir … aku pikir, dia rival berat aku! Ya … ya, berarti, mulai sekarang aku harus baik-baik ke nih cewek. Tadi siapa namanya? Nay?” batin Julliete, yang seketika menyusun rencana demi mendekati Nanay, agar ia bisa mendapatkan cinta Chen. Bersambung ….
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN