Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa dengan kehidupan Camila. Walau kadang aku merasa mual setiap kali mencium segala macam olahan ikan, baik itu ikan air tawar maupun asin, dan lebih sering merasa lapar setiap waktu. Mrs. Mary berbaik hati memberikan perlengkapan bayi kepadaku. Dari Anna aku tahu bahwa Mrs. Mary memiliki dua putra yang menetap di ibu kota. Satu di Kota Kho dan yang satu lagi berada di Kota Frans. Mrs. Mary memilih tetap bertahan di Kota Nefrau, kota yang sekarang ditinggali Camila.
Aku berharap Duke Axton berada sejauh mungkin dariku. Lebih jauh, lebih baik. Win win solution. Dia bisa meneruskan hidup sebagai duda ganteng, bersama putranya, dan bahagia selamanya.
Telah aku putuskan.
Satu, aku tidak akan menemui Duke Axton. Menetap di Nefrau merupakan pilihan bijak. Di Nefrau aku akan memulai hidup baru—sebuah kehidupan aman, tenteram, dan damai. Percuma bertanya-tanya mengenai nasibku di dunia modern. Aku telah, mencoba, merelakan.
Dua, aku akan berusaha membesarkan anak Camila. Tidak akan aku biarkan dia menjadi antagonis. Elijah dan Benjamin tidak akan pernah tahu keberadaan putra Camila.
Tiga, aku tidak akan menamai bayiku dengan nama “Hector”. Nama adalah doa. Jadi, lebih baik memberikan nama berbeda. Nama sungguhan yang bukan asal comot seperti cara ibuku menamaiku.
Hahaha. Aku pasti bisa.
“Dasar Elijah! Jangan berani kau muncul di hadapanku!” Kataku menambahkan, semangat: “Selamanya! Selama-lamanya! Foreveeeeer!”
***
Henry selalu menawarkan diri menemaniku pergi ke klinik. Dia kadang membantuku berbelanja dan selalu menjemput dan mengantarku pulang. Sungguh seorang jentelmen. Di toko pun dia menolongku. Ada kalanya dia menawariku buah-buah yang rasanya asam dan manis, jenis buah yang dulu tidak aku sukai. Jelas bayi dalam perutku memiliki selera unik dan menuntutku menuruti keinginannya.
“Ya, iya, Anakku sayang,” kataku sembari membelai perut. “Ibumu ini tidak mungkin mengabaikan urusan makan.”
Ketika kehamilan menginjak usia enam bulan, aku mulai kesulitan mengenakan beberapa pakaian, sering merasa gerah, sering ingin buang air kecil, mudah lapar, dan tidak bisa membungkuk! Jelas masa kehamilan yang diceritakan ibuku tidak sesuai dengan praktik di lapangan. Sebab aku SUNGGUH sering butuh pertolongan. Selain membutuhkan pertolongan, kadang aku memiliki keinginan aneh semisal membaca buku nonfiksi. Padahal seumur hidup aku jarang membaca buku jenis demikian. Namun, sekarang membaca buku nonfiksi rasanya sama menyenangkannya dengan membaca n****+.
Jangan tanya apa aku mengerti isi buku. Prinsipku ketika membaca hanyalah menikmati. Mengerti? Asal aku merasa puas dan senang, itu sudah lebih dari cukup.
Lalu, terkait kebaikan Henry. Di toko ada beberapa pelanggan, gadis muda, sengaja mendatangi toko milik Mrs. Mary hanya demi mendekati Henry. Mereka pura-pura bingung menentukan bacaan, lantas bertanya kepada Henry. Padahal ada Anna, tetapi mereka, para gadis, justru menempel pada Henry tanpa ampun.
“Ajaib, bukan?” kata Anna kepadaku sembari memperhatikan Henry dikerumuni pemujanya. Kami berdua tengah duduk di dekat konter. Mrs. Mary pergi keluar dan dia memberiku sekotak buah kering. Aku sempat menawari Anna, tetapi dia menolak dan lebih tertarik mendiskusikan gosip.
“Henry tampan. Kau mengerti ‘tampan’ yang aku maksud?”
Aku menggeleng, tidak mengerti versi tampan menurut Anna. Adapun ketampanan menurut versiku adalah Bi Rain, G Dragon, Tom Cruise, atau tokoh fiktif seperti Jack Prince of Heart, Legolas, Mr. Holmes versi otome game, dan Sesomaru.
Tiba-tiba aku merindukan ponsel, webtoon, n****+, dan semua aplikasi baca. Apakah ini yang dinamakan mati penasaran? Aku JELAS penasaran dengan kelanjutan cerita yang aku ikuti.
“Dia tidak terlihat seperti kita,” Anna melanjutkan, tidak peduli dengan pelototanku. “Seperti tuan muda yang melarikan diri dari kediamannya. Mila, apa mungkin Henry adalah anak dari Marquis atau Count?”
Anna, orang yang duduk di sampingmu ini tengah mengandung putra seorang duke. “Kenapa?”
“Karena itu menjelaskan sikap dan pengetahuan Henry,” jawab Anna, mantap. “Apa kau tidak merasa aneh dia membelanjakanmu pakaian bayi, ranjang bayi, bahkan cemilan yang sudah kau habiskan itu?”
Oke, aku merasa makin mirip Napoleon si babi rakus karangan Orwell. “Barangkali dia memang suka beramal.” Dan aku tidak keberatan dengan perbuatan Henry. Sangat jarang ada orang baik kepadaku dan akan sangat membantu bila aku memiliki relasi dengan beberapa orang, demi berjaga-jaga bila Elijah mengirim pembunuh bayaran. Tidak ada salahnya sedia payung sebelum hujan.
“Bahkan orang sebaik Mrs. Mary pun memiliki batasan,” Anna mendebat. Dia merapatkan kursi, sedekat mungkin kepadaku untuk memudahkannya berbisik, “Mila, cepat sekali kau menghabiskan buah kering dari Mrs. Mary.”
Iyups, aku dan Napoleon si babi pemimpin Peternakan Binatang memang memiliki kesamaan dalam hal makan: Selera makan kami besar. “Apa kau mau mencoba satu? Henry pasti senang bila kau mau menemaniku makan.”
“Antara kita berdua saja,” katanya mengabaikan biskuit. “Henry paling memperhatikanmu. Aku berani bertaruh, dia tidak keberatan menikahimu.” Hening sejenak, kemudian Anna seolah teringat sesuatu, kemudian meminta maaf. “Aku tidak bermaksud menyinggungmu. Kau tahu, Mila. Aku sungguh-sungguh senang dengan kehamilanmu.”
“Aku mengerti,” kataku mencoba menenangkan Anna. “Semua orang punya rahasia.”
Anna mengedip beberapa kali. “Mengenai Henry, aku serius.”
Dia kemungkinan besar terlalu banyak mengonsumsi n****+ percintaan hingga ilusi hubungan cinta Henry dan Camila muncul di kepalanya. “Anna, itu tidak mungkin.”
“Kau, kan, tidak tahu.”
Aku mengangguk-angguk, pura-pura berpikir.
“Mila, sikapmu akhir-akhir ini berubah.”
Itu karena aku bukan Camila! “Barangkali semua wanita hamil memang begitu,” kataku sok mengerti. “Bisa berubah sikap.”
Seulas senyum muncul di wajah Anna. “Aku justru lebih suka versi dirimu yang ini,” katanya, senang. “Walau kadang kau terlihat aneh, lebih aneh daripada biasanya, tetapi setidaknya kau jadi ramah. Awal kita bertemu, kau bahkan enggan bicara denganku maupun Henry. Selalu menyendiri, mengabaikan kami.”
Itu karena Camila sedang melarikan diri dari masa lalu dan merencanakan masa depan bersama Elijah.
Lalu, perhatian Anna kembali terfokus kepada Henry dan penggemarnya.
“Wah ada yang akan menyatakan cinta kepada Henry!” Anna berseru riang.
Dia benar-benar menyukai drama dan gosip.
***
Oh ya, aku juga sering membantu pembeli menyarankan bacaan baru sesuai dengan keinginan mereka. Aku tipe pembaca omnivora. Tidak ada genre yang aku hindari, tetapi ada tipe cerita ataupun karakter yang tidak aku sukai sehingga aku, sekalinya tahu plot ataupun tipe karakter utama, akan menghindari bacaan tersebut.
Ketika aku bilang “tidak keberatan dengan semua genre” bukan berarti semua buku bisa aku nikmati. Contoh cerita romantis. Aku tidak suka tokoh wanita tipe loli, menyingkirkan lawan dengan cara sadis, dan mengejar cinta tanpa peduli kewajiban. No. Khusus cerita bertema yaoi, aku lebih suka yaoi dengan tema perang! Lebih bagus bila baik seme maupun uke, berakhir mati. Sungguh cerita mengharukan. Namun, bila ada yang menawariku cerita karma seperti “karma penjual cilok yang menjual cilok berisi daging tikus”, maka dengan tegas aku berkata, “Tidak usah.”
Akan tetapi, ada orang yang justru mengomentariku, “Kau, kan, berkata suka semua n****+. Seharusnya kamu tidak keberatan membaca karma tukang cilok.”
Bahkan pembaca omnivora pun memiliki syarat dan ketentuan bacaan. Tidak masalah dengan genre, tapi lain cerita dengan plot, karakter, dan masalah.
Oh lupakan bualanku mengenai bacaan. Sekarang aku memiliki keuntungan lain. Ketika jam istirahat, di toko aku sering menghabiskan waktu dengan menulis dan membuat ilustrasi. Kegiatan iseng yang tanpa sengaja membawaku menuju peluang bisnis.
Suatu hari Mrs. Mary memergoki coretanku. Dia membaca beberapa lembar, lanjut ke lembar berikutnya, dan terus sampai kertas habis. “Mila, apa kau tidak memiliki minat menerbitkan cerita ini?”
Aku menggaruk kepala, mencoba mengorek jawaban (jawaban, aku tidak ingin mengorek kutu). “Apa bisa?”
“Percayakan saja kepadaku.”
Mrs. Mary membawa beberapa tulisanku dan beberapa hari kemudian dia menginformasikan kehadiran tamu istimewa.
Tamu istimewa tersebut bernama Dan Brooks. Kami memanggilnya dengan Mr. Brooks. Dia merupakan pemilik salah satu penerbitan yang bekerjasama dengan toko buku milik Mrs. Mary. Di luar dugaanku ternyata Mr. Brooks masih sangat muda. 25 tahun. Berwajah menarik. Memiliki rambut merah dan mata hitam. Apabila Henry membuat semua gadis meleleh seperti mentega cair, maka Mr. Brooks akan membuat Anna merasa panas dingin.
Ketika berkunjung Mr. Brooks mengenakan setelan kelabu dengan motif garis-garis pada jas. Ada bros berbentuk capung tersemat di dasi. Aku hampir saja mengira Mr. Brooks sebagai CEO dalam karakter n****+ metropop.
Kami memilih ruangan di lantai atas demi menghindari keramaian yang diakibatkan oleh penggemar Henry. Di dalam ruangan, mengitari meja, ada aku dan Mr. Brooks (yang membuatku salah fokus dan bingung harus melihat sepatu atau rambut atau langit-langit). Mrs. Mary telah meletakkan dua cangkir teh dan beberapa kudapan asin dan manis di meja, setelahnya dia kembali turun ke lantai bawah—memastikan penggemar Henry tidak merobohkan toko, mungkin.
“Mrs?”
Lantaran bingung dan kabel dalam otakku barangkali akan mengalami konsleting karena pesona Mr. Brooks, maka aku langsung mengusulkan: “Verlaine.”
“Mrs. Verlaine, saya menyukai ide cerita dan ilustrasi, yang menurut Mrs. Mary, Anda kerjakan seorang diri tanpa bantuan seniman mana pun.”
Oh kenapa suaranya terdengar amat enak? Seperti Nat King Cole. Aku pasti akan mencair bila dia terlalu lama di sini.
“Kami akan menerbitkannya dan royalti dibayar langsung,” katanya melanjutkan. “Apa Anda ingin menggunakan nama pena?”
Aku mengangguk, mencoba menyingkirkan ilusi Mr. Brooks menyanyi fly me to the moon and let me play among the star. “Bela Lugosi,” kataku. “Tolong gunakan nama itu.”
Ada kerutan di dahi Mr. Brooks. Aku takut dahinya yang cemerlang itu akan mengalami penuaan dini.
Mr. Brooks, tolong kontrol kadar ketampanan Anda.
Pada akhirnya dia tidak mengatakan apa pun. Kami setuju dan kontrak pun ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Begitu Mr. Brooks pergi, Anna langsung menepuk-nepuk pipi yang merona sempurna. Sama sekali tidak peduli dengan acara mengejar gosip Henry. “Mila, kau lihat matanya?”
“Anna sayang, aku, kan, harus melihat matanya,” kataku, mencoba menahan diri.
“Dia seperti apel ranum,” kata Anna, supersemangat. “Membuatku ingin menggigitnya.” Kemudian dia menengok Mrs. Mary yang sibuk merapikan meja di konter. “Mrs. Mary, apa Mr. Brooks masih lajang?”
Mrs. Mary menghentikan kegiatan mengelap. Dia menatap Anna, lalu kepadaku. Semoga saja aku tidak mengiler. “Setahuku, ya.”
“Kau dengar itu, Mila?” Anna meraih tanganku, menggenggamnya. “Kita masih memiliki kesempatan.”
“Anna, aku tidak punya peluang dengan Mr. Brooks. Sebagai teman yang baik, aku akan mendoakan peruntunganmu.” Dengan lembut aku melepas genggaman Anna. Terkedek-kedek aku mencoba berjalan mendekati kursi di dekat konter. Tinggal tiga bulan lagi menjelang kelahiran. Setelah berhasil duduk, aku menatap puas ke pintu keluar, berharap bisa menikmati siluet Mr. Brooks.
“Mila, barangkali setelah menginjak usia sembilan bulan,” kata Anna. “Aku akan menginap di rumahmu. Memastikan kau tidak melahirkan seorang diri.”
“Ide bagus,” Mrs. Mary menyahut.
Setelah menimbang, aku menyetujui ide Anna.
Tidak ada salahnya menerima bantuan.