Selesai makan dan berbincang sebentar dengan Mommy Dila, Sandrina dan Becca naik ke kamar.
“Nonton drakor yuk Be.” Ajak Sandrina kepada Becca.
Karena besok libur tidak ada salahnya kan maraton drama korea malam ini.
“Ayook. Tapi aku mandi sebentar ya San. Boleh pinjam kamar mandi mu kan?” tanya Beca yang membuat kening sahabatnya berkerut.
"Pinjam? Memangnya kapan mau kamu kembalikan?" Ujar Sandrina diiringi tawa keduanya. "Sudah lah, kamu juga biasanya langsung nyelonong ke kamar mandi tanpa perlu izin-izinan. Satu lagi pakai saja baju ku sesukamu Be." Lanjut Sandrina lagi menghentikan tawanya. "Giliran baju kamu malah tidak minta izin." Gerutu Sandrina.
Becca pun mengangguk seraya menunjukkan senyum pepsodentnya dan masuk ke kamar mandi tak menanggapi cuitan Sandrina karena izinnya sudah diberikan dan itu memang izin untuk meminjam pakaian.
*****
Tidak terasa sudah lewat pukul 11 malam, Sandrina sudah lebih dulu tidur, bahakan dari dua jam yang lalu meninggalkan Becca yang masih belum mengantuk. Becca memutuskan untuk mematikan laptopnya karena takut mengganggu Sandrina yang sudah tertidur lelap.
"Aneh, nggak biasa-biasanya ini anak cepet banget tidurnya ninggalin aku sendiri. Padahal baru episode 5." Gumam Becca yang menatap wajah Sandrina yang tertidur di sampingnya.
Tiba-tiba saja Becca merasa haus. Gadis itu memutuskan untuk turun ke dapur mengambil minum. Saat membuka pintu kamar, suasana sudah gelap karena sebagian lampu sudah di matikan. Untuk pertama kalinya ia merasa takut berada di rumah itu. Padahal sebelum-sebelumnya jika ia menginap suasana rumah itu memang seperti itu jika sudah mau larut malam begini.
Baru saja Becca melangkahkan kaki di tangga pertama, Becca melihat Aldebaran yang sepertinya baru pulang dari acara bersama koleganya. Becca sudah berniat untuk kembali ke kamar Sandrina saat menyadari kalau Aldebaran seperti sedang mabuk di lihat dari tubuhnya yang berjalan tidak fokus. Tapi niat Becca terhenti karena Aldebaran sudah lebih dulu menghentikan langkah Becca dengan menggenggam lengan tangannya.
“Mau kemana kamu?" Tanya Aldebaran dengan pandangan sayu dengan senyuman yang terlihat menakutkan bagi Becca.
“Ke...ke kamar Sandrina Pak." Jawab Becca cepat.
“Sebentar, temani aku sebentar saja...eeemm Becca...Kamu Becca kan? Kamu begitu cantikk.. tapi kenapa kamu harus sama.” Ujar Aldebaran seraya mengelus pipi Becca.
Saat ini Becca benar-benar takut kepada Aldebaran, rasanya air matanya akan terjatuh saat itu juga. Perasaan tak enaknya saat ikut bersama pria itu ternyata membawanya pada situasi sekarang. Becca memang semakin merasa tak tenang begitu memasuki rumah pacarnya itu hanya saja ia mencoba menenangkan hatinya jika semua akan baik-baik saja seperti biasa ketika ia berada di rumah besar itu.
“Hussshh, jangan takuutt...Saya hanya ingin kamu temani saja Becca...”
“Enggak Pak, Becca ngantuk mau ke kamar Sandrina...” Becca dengan kasar melepaskan tangan Aldebaran dan berlari ke kamar Sandrina.
Tapi keberuntungan tidak ada di pihak Becca, Aldebaran berhasil menangkapnya dan dengan cepat menutup mulut Becca dengan tangannya agar tidak bisa berteriak.
Dengan cepat pula Aldebaran menarik tubuh Becca ke dalam kamarnya.
“Pak Al... Bapak mau ngapain?” Becca dengan gemetar bertanya kepada Aldebaran saat mereka sudah ada di kamar laki-laki itu.
"Nggak ngapa-ngapain. Saya kann sudah bilang hanya menginginkan kamu, dan stop panggil saya dengan sebutan Pak." Ujar Aldebaran dengan wajah datar.
“Maaf pak eh Mas, tapi Becca mau ke kamar Sandrina.” Ujar Becca seraya menangis ketakutan.
“No..no.. Apa bedanya kamar saya dengan kamar Sandrina? Sama-sama ada ranjangnya.”
Jawab Aldebaran seraya terkekeh geli. Sepertinya akal sehat Aldebaran benar-benar sudah hilang karena pengaruh alkohol. Aldebaran mendekat kearah Becca yang sudah menangis dan berusaha membuka pintu kamar yang ternyata terkunci. Kamar Aldebaran tentu saja kedap suara, jadi sudah dapat di pastikan tidak akan ada yang mendengar teriakan Becca.
"Ya Tuhan berikanlah keajaiban, Bang Althar aku membutuhkan mu di sini sekarang. Tolong Becca." Batin Becca yang hanya sebuah harapan kecil. Karena Althar tidak akan mungkin datang ke sana untuk menolongnya, perjalanan Althar kali ini bukanlah dinas biasa. Ada tugas besar yang pria itu sedang laksanakan di luar sana. Bahkan Althar sedang tidak ada di negaranya sendiri. Dan Becca tak tahu tentang rincian tugas Althar kali ini.
Dan yang terjadi selanjutnya. Sesuatu yang sangat berharga dalam diri Becca, yang bahkan pacarnya sendiri pun tak pernah meminta bahkan turut serta menjaga Becca, kini telah direnggut dan dihancurkan oleh saudara kembar kekasihnya.
Malam yang begitu sunyi, telah merenggut segalanya dari diri Becca. Wajah yang begitu mirip dengan kekasihnya itu kini tengah tertawa puas di atas tubuhnya. Rasa sakit di bagian intinya, rasa sakit dalam hatinya hanya bisa Becca tumpahkan dalam air matanya. Tangannya sekuat tenaga meremas kain putih yang menjadi alas tubuhnya. Kepalanya terus ia gerakkan ke kiri dan ke kanan sekuat tenaga namun cengkraman telapak tangan Aldebaran yang tengah berada di mulutnya tak juga terlepas. Hentakan demi hentakan di lakukan oleh Aldebaran begitu miliknya bisa menembus selaput bagian inti Becca.
"Sial, bagaimana bisa ia masih perawan." Gumam Aldebaran merasa sangat marah pada dirinya sendiri karena telah salah menilai Becca yang selama ini menjadi kekasih saudara kembarnya. Ia sudah berpikir untuk melepaskan miliknya namun saat sesuatu dalam pikirannya melintas, entah darimana rasa iba yang tadinya ada untuk Becca sirna seketika berganti dengan luapan emosi yang harus ia lampiaskan pada gadis malang itu atas kesalahan masa lalu yang bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan Becca.
"Kamu harus merasakan sakit yang juga aku rasakan selama ini." Batin Aldebaran.
*****
Dor.
Sebuah timah panas melesat tepat ke arah pria yang pikirannya dan hatinya tiba-tiba berubah kacau.
"Kapten anda baik-baik saja?" tanya seseorang pria lagi yang berhasil menarik sang komandannya bersembunyi di balik tembok beton itu.
Untuk pertama kalinya sang komandan lengah di tengah medan perang seperti ini. Peluru yang ditembakkan musuh berhasil merobek kaos yang pria itu gunakan bahkan cairan berwarna merah itu sudah keluar di sana membentuk garis lurus.
"Kapten anda terluka." Sang prajurit mulai terlihat sedikit panik.
"Tak masalah, ini hanya luka kecil. Fokus saja pada misinya." Titah suara pria itu dengan nada yang sangat tegas.
Dalam pikirannya yang terlintas hanya satu wanita, wanita yang begitu ia sayangi.
"Bee apa kamu baik-baik saja." Batinnya yang kini kembali berusaha fokus pada latihan militer. Ia harus segera menyelesaikan misinya kali ini. Waktu seminggu saja jauh dari sang kekasih sudah terasa berabad-abad.
Cinta memang sangat tidak menguntungkan bagi seorang prajurit sepertinya.