"Ayah, Bunda, Ecca rindu kalian. Bisakah kalian sekali saja datang menemui Ecca di sini." Suara parau seorang gadis yang saat ini tengah memeluk dua gundukan tanah yang tumbuhi rerumputan hijau. Kedua tangannya membentang sementara tubuh dan kepalanya ia sandarkan di gundukan tanah dengan batu nisan bertuliskan Sekar Aruminingtias.
Sudah dua jam gadis itu di sana, langit biru yang tadi dihiasi gumpalan awan putih mulai berubah gelap, awan hitam pekat sudah menutupi wilayah sekitar.
"Nak, sebentar lagi akan turun hujan. Sebaiknya kamu pulang dulu, tidak baik menangis terlalu lama di sini!" Suara parau menyadarkan gadis itu, sebuah tangan dengan kulit yang mengeriput kini menepuk pelan bahu Becca, membuatnya mendongakkan kepala. Melihat siapa yang tengah mengajaknya bicara.
"Saya tidak memiliki rumah nek." Jawab Becca lirih dengan tatapan berkaca-kaca.
Wanita paruh baya itu hanya mengulas sebuah senyum di wajahnya yang keriput.
"Bangun lah, kamu bisa ikut pulang bersama saya. Tidak baik jika kamu terus di sini dengan kondisi mu sekarang. Tempat ini sudah banyak berubah." Pesan nenek itu seraya memegangi kedua bahu Becca dan membantunya berdiri.
"Apa maksud nenek ini, apa tempat ini berbahaya?" Becca membatin, ia sesungguhnya ragu untuk menerima ajakan wanita paruh baya itu. Namun sentuhan yang ia berikan terasa begitu nyaman dan lembut seperti sebuah magnet yang menariknya untuk patuh.
Wanita paruh baya tadi kembali menggores kan senyum di wajahnya. Senyuman yang penuh arti, senyum licik yang menandakan ia telah berhasil lagi menjalankan pekerjaannya yang sudah ia jalani sejak lima tahun lalu.
"Aku pikir gadis kota sepertinya pintar dan akan menolak ajakan orang asing seperti ku. Tapi baru di takuti sedikit saja dia sudah menurut. Dasar bodoh." Batin wanita yang biasa dipanggil nek Madam itu.
Wanita tua itu bukan wanita sembarangan, ia hanya berkedok dengan penampilannya yang terlihat sebatas nenek-nenek polos yang lemah. Sejak Becca menginjakkan kaki di kampung halamannya itu, nek Madam sudah menerima laporan kehadirannya. Anak buah nek Madam pun mengikuti Becca sampai ke pemakaman dan mengawasi gerak gerik gadis itu.
"Tadi kamu bilang tidak punya rumah kan? Bagaimana jika kamu tinggal di rumah saya saja!" Tawar Nek Madam saat mereka berjalan beriringan meninggalkan tempat pemakaman itu.
Becca terdiam sejenak, ia terlihat sedang berpikir. Sesekali ia menolehkan wajahnya ke arah nenek tua yang tengah berjalan di sampingnya itu.
"Ya nek, saya tidak memiliki rumah sendiri. Karena saya pendatang jadi saya hanya menempati rumah kosan nek ditempat saya merantau. Jadi mohon maaf bukan saya menolak permintaan nenek tapi saya kemari hanya untuk jiarah kubur bukan untuk menetap di sini nek." Jawab Becca dengan wajah ragunya.
"Oh begitu, ya tidak apa-apa kamu menginap semalam saja di rumah ku. Hari juga sudah mau menjelang malam. Tidak baik seorang gadis melakukan perjalanan jauh sendiri."
Becca diam sejenak, lalu semenit kemudian dirinya menganggukan kepalanya menyetujui saran si wanita tadi. Kalau sudah malam memang sedikit susah untuk mencari angkutan umum di daerah itu, sementara mencari penginapan juga tidak mudah. Karena di sana hanya sebuah pedesaan kecil jadi tidak ada hotel maupun penginapan lainnya yang bisa dijadikan tempat bermalam.
Sejam Kemudian.
"Aduh kenapa aku pusing sekali, kepalaku terasa sangat berat." Gumam Becca seraya memegangi kepalanya yang sangat sakit dan mencoba untuk bangkit dari pembaringannya. Ia mencoba untuk melihat ke sekelilingnya. Seingatnya terakhir kali ia berada di ruang makan wanita tua itu, kenapa sekarang tiba-tiba ada di sebuah kamar kecil, bahkan lebih kecil dari kos-kosannya, kasurnya pun tergeletak begitu saja di lantai yang merupakan single bed. Tak ada barang lain lagi di sana kecuali kasur dengan sprei bermotif bunga-bunga kecil itu, hanya ada satu pintu dikelilingi tembok bercat putih.
"Kamar apa ini?" Gumam Becca yang sudah semakin tak tahan dengan sakit di kepalanya yang terasa mau pecah. Sampai akhirnya sedetik kemudian ia kembali jatuh di atas kasur tak sadarkan diri.
Tubuhnya memang sudah lemah karena pengaruh obat bius yang dicampurkan ke dalam minumannya tadi
"Aku pasrah Tuhan, apapun yang akan terjadi nanti aku serahkan diri ini pada-Mu." Ucap Becca sebelum kesadaran benar-benar hilang.
*****
"Sial, kenapa aku malah ikut di tugaskan menangkap wanita tua itu. Mana aku belum bisa menemukan Becca. Argggh." Erang seorang pria yang benar-benar tengah frustasi, ia memukul stir mobil yang dikendarainya. Padahal hari ini ia sudah mengambil jatah cutinya untuk mencari sang kekasih yang sudah menghilang dari dua hari lalu, namun ia malah di tugaskan untuk menangkap seorang wanita tua yang merupakan sindikat prostitusi dan juga bandar obat terlarang.
Ditengah rasa kesalnya karena masa cutinya terganggu, ponselnya berdering singkat pertanda adanya sebuah pesan masuk di sana. Pria tampan itu mengurangi kecepatan laju mobilnya dan sedikit menepi dan memberhentikan sejenak mobilnya di sana, ia meraih ponsel diatas dashboard didepannya. Membuka pesan tersebut dan membacanya dengan seksama.
Robby
Aku tau kamu sedang marah besar karena menggantikanku dalam tugas kali ini, tapi percayalah apa yang kamu cari dua hari ini akan kamu temukan di sana.
Pesan itu ternyata dari sahabat sekaligus orang yang sangat ia percaya, bahkan hubungan mereka bukanlah hanya sekedar sahabat biasa, hubungan yang tak bisa dijelaskan tapi hubungan mereka bahkan bisa sama-sama saling mengorbankan nyawa satu sama lainnya jika itu memang harus dilakukan.
Tanpa perlu mengirimkan balasan, Althar langsung kembali mengendarai mobilnya setelah meletakkan kembali ponsel itu ditempat semula, kali ini ia bahkan menambah kecepatan laju mobilnya. Yang tadinya hatinya merasa kesal dan marah, kali ini berubah menjadi kebahagiaan. Ternyata Robby yang sengaja melakukan kecurangan dalam penggantian tugasnya. Bahkan seharusnya kasus ini juga tidak termasuk dalam pekerjaan Robby tapi sepertinya Robby memang sengaja mengatur tugas itu untuk digantikan dengannya karena tahu jika apa yang Althar cari dan sudah memusingkannya dua hari ini ada di tempat wanita tua busuk itu.