Begitu keluar dari kamar hotel itu dan masuk ke lift, tubuh Lova luruh ke lantai dengan gemetar yang hebat. Gemetar yang dia tahan dengan sekuat tenaga di depan Galen. Wanita itu membekap mulutnya dan menjambak rambutnya frustasi.
Merutuki kebodohannya yang harus berakhir tidur dengan pria yang ingin sekali dia lupakan dalam hidupnya.
Rasa bersalah menyergapnya karena dia merasa telah mengkhianati kekasihnya yang sudah hampir dua tahun ini menemaninya, bahkan selama ini sang kekasih tidak bersikap implusif dan benar-benar memperlakukannya dengan sopan juga menjaganya, namun apa yang justru dia lakukan dengan sang mantan? Justru merusak dirinya dan melemparkan dirinya untuk dirusak dengan sukarela.
Rasanya hidupnya semakin hancur setelah hari ini, terlalu banyak beban yang menggelayutinya, dia harus memutuskan kekasihnya, dia telah berkhianat dan tidak pantas untuk pria baik itu.
Jika Qais mengajaknya untuk serius ke jenjang pernikahan, Lova juga tidak bisa menerimanya, dia terlalu rusak untuk pria baik itu.
Langkahnya mantap ke tempat tujuan selanjutnya, apartemen Qais. Pria itu sudah pindah ke Jakarta sejak enam bulan yang lalu setelah dimutasi dari kantornya di Bali untuk meng-handle kantor pusat di Jakarta, sehingga selama enam bulan ini mereka LDR, dan Qais lah yang lebih banyak effort-nya mengunjunginya ke Bali setiap satu bulan sekali.
Karena bagi Lova, dia merasa sangat berat untuk kembali ke Jakarta dengan semua kenangan yang menyakitkan.
Begitu tiba di apartemen Qais, Lova langsung menekan kombinasi angka sandi untuk membuka pintu apartemen itu. Qais yang memberitahukan sebelumnya saat Lova mengabarkan akan datang ke Jakarta.
Keningnya mengernyit bingung mendapati ada sepasang heels di sana, dia menelan ludahnya kasar. Tangannya kembali gemetar entah karena apa.
Terlebih saat dia semakin masuk ke dalam dia mendengar suara menjijikan yang sialnya suara itu juga dia keluarkan semalam saat bersama Galen.
‘Tidak! Kak Qais adalah pria baik-baik yang tidak mungkin merusak wanita apalagi mengumbar napsunya pada wanita yang tidak halal untuknya. Tidak mungkin dia sebrengsek itu merusak seorang wanita! Dia selama ini memperlakukanku dengan begitu baik dan tidak pernah sekali pun kurang ajar.’
Lova menggumam dalam hati seolah mencari keyakinannya yang justru semakin setipis tisu saat menemukan underwear tergeletak di dekat kaki sofa, pun dengan sofa yang sudah menimbulkan noda dan bau yang menyengat.
‘Ngga… Ngga mungkin.’ Lova terus meyakinkan dirinya dalam hati, walau denyutan di jantungnya justru terasa semakin menyakitkan saat dia beranjak menuju ke satu-satunya kamar yang ada di sana, yang pintunya tidak tertutup sempurna.
Lalu, saat Lova berdiri di ambang pintu itu, semua keyakinannya runtuh dan hancur lebur, melihat bagaimana kekasih yang dia kira baik hati dan setia, yang selalu ada untuknya dan memperlakukannya dengan begitu baik telah beradu peluh dengan erangan kenikmatan di atas tubuh wanita lain.
Lova bahkan harus menahan bobot tubuhnya agar tidak limbung melihat bagaimana pengkhianatan itu terjadi di depannya. Walau dia datang juga ingin memutuskan hubungan dengan Qais karena dia juga sudah berkhianat, namun pengkhianatan yang dia lakukan tidak sengaja, semua kecelakaan, tapi bagaimana dengan Qais?
Mereka terlihat dalam keadaan sadar, memang sama-sama mengejar kenikmatan tanpa ada unsur paksaan atau keadaan yang memaksa mereka seperti yang terjadi semalam padanya.
“Arghhh … Vina … Kamu yang terbaik. Sial! Aku tidak bisa berhenti, kamu membuatku candu. Jika tubuh kamu senikmat ini, aku semakin tidak sabar untuk menikahi Lova dan merasakan setiap jengkal tubuhnya.”
Ucapan Qais di tengah puncak kenikmatan yang baru saja diraih oleh pria itu membuat jantung Lova rasanya direnggut paksa dari tempatnya.
Vina? Apakah itu Vina saudara tirinya?
“Sialan kamu, Qais! Jelas aku lebih nikmat dari Lova, adik sialanku itu! Berani-beraninya kamu membandingkanku dengannya jika selama ini akulah yang memberi kamu kepuasan hingga kamu tidak bisa jauh dariku!”
Suara itu menjawab pertanyaan Lova selanjutnya! Benar! Itu adalah Vina saudara tirinya! Lova merasa dunianya benar-benar hancur! Hancur tidak bersisa dan dia bahkan tidak tau bagaimana caranya menyusun kepingan yang telah porak-poranda itu.
“Ck! Aku harus membuktikannya dulu kan? Lagi pula jika aku menikahi Lova, kita tetap bisa berhubungan seperti ini, sayang. Adik tiri kamu itu terlalu polos dan itu membuatku tertantang untuk bisa mencicipinya, namun aku harus melakukan dengan sebaik-baiknya untuk bisa menikmati tubuhnya itu. Jika tidak, semua yang kuusahakan dua tahun ini akan hancur. Dia adalah wanita yang membuatku sangat tertarik untuk mengejarnya, namun nyatanya sulit untuk membuatnya menyerahkan diri sepenuhnya padaku.”
Cukup! Sudah cukup Lova mendengar kebusukan dari mulut mereka berdua. Hatinya terlampau sakit, tubuhnya terlampau lelah dengan semua kejadian buruk yang beruntun menimpanya.
Rasanya dia tidak memiliki energi lagi untuk berteriak dan meluapkan emosinya pada Qais.
Hingga akhirnya dia memilih mengeraskan hatinya, memasang topeng yang selama ini menemaninya dengan baik.
Dia mengetuk pintu kamar itu dua kali, dengan sangat tenang, namun berbeda dengan dua orang yang masih bergumul di ranjang tanpa busana, terutama Qais yang seketika beranjak kaget dan mengambil celananya lalu memakainya dengan tergesa-gesa.
“Lo..Va …” Ucap Qais terlihat panik, namun Vina hanya memutar bola matanya malas.
“Santai, Kak. Santai. Aku hanya butuh lima menit. Kaka tau kan dulu Kaka yang terus mendekatiku dan mengemis untuk menjadi kekasihku? Aku menerima Kaka karena kasihan dan merasa tersanjung dengan usaha Kaka. Dan rasa kasihan itu tetap bertahan hingga saat ini, sehingga aku tidak terlalu sakit hati melihat kamu berselingkuh di belakangku. So, just relax, okay? Perselingkuhan kamu jadi mengurangi bebanku karena aku tidak pernah menggunakan hati kepada kamu. Hanya sebatas kasihan.”
Wajah Qais langsung pias mendengar ucapan Lova, tidak menyangka jika respon Lova sangat menamparnya, wanita itu sangat pandai menempatkan posisi dirinya terlihat begitu rendah dan memalukan. Seperti pria yang tidak memiliki harga diri.
“Aku jadi bisa membuang rasa bersalah ini karena memang sejak awal tidak menggunakan hati atas hubungan kita. So, kini aku tidak perlu sungkan lagi memutuskan hubungan kita. Kita putus and have fun with your bitchh or your another bitchh in another day, maybe? Kupikir kamu tidak puas dengan satu wanita kan? Mungkin apartemen ini sudah menjadi sarang zina kamu. Thanks dua tahunnya, Kak. Cukup bagiku melihat kamu menyedihkan mengejar-ngejarku hingga aku merasa iba. I never loved you, anyway.”
Lova menyeringai puas melihat wajah memerah Qais yang menahan amarah mendengar ungkapan hatinya, dia seperti melempar kotoran ke wajah pria itu dengan sangat baik setelah mengatakan perasaannya dan menanggapi begitu tenang kelakuan bejatnya.
Lova lalu pergi dari sana dengan langkah yang santai, tidak ada amukan, teriakan bahkan umpatan. Dia hanya ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat.
Toh, memang tujuannya datang ke apartemen Qais adalah untuk memutuskan pria itu, karena dia telah mengkhianati pria itu dengan tidak sengaja, siapa sangka dia justru menemukan kebusukan Qais dengan saudara tirinya, yang memudahkan jalannya untuk memutuskan Qais tanpa harus mencari-cari alasannya.
“Lova, tunggu … Lova!”
Ternyata Qais yang mengejarnya, bahkan dengan berani mencekal tangannya dengan kuat, terlihat kasar padahal selama ini pria itu selalu lembut padanya.
“We are done, Kak. Aku jijik dengan kamu! Kamu memang layak bersamanya, kalian serasi. Apalagi saat bergulat di atas ranjang dan berbagi keringat! Cocok sekali! Sama-sama menjijikkan.” Ucap Lova menekan setiap ucapannya dan mengatakannya dengan sedikit keras saat melihat Vina juga ada di belakang Qais.
Tatapan wanita itu nyalang dan penuh kebencian pada Lova, yang membuat Lova hanya menyeringai sinis dan memberikan tatapan tidak kalah tajam.
“Congrats, Vin! Kamu menuruni gen mama kamu dengan baik! Sukanya jadi simpanan! Atau memang kamu merasa kamu lebih pantas jadi simpanan dari pada kekasih yang diakui ya? Mungkin karena selama bertahun-tahun Mama kamu menerima saat menjadi simpanan papaku, jadi kamu merasa dirimu juga sehina mama kamu sehingga kamu berpikir kamu memang lebih layak jadi simpanan? Coba kamu ke psikolog, Vin. Aku kasihan jika kamu berpikir selamanya kamu layak menjadi simpanan yang hanya dibutuhkan karena napsu.”
Sekali lagi, Lova mengatakannya dengan tenang, tidak terlihat emosi sedikit pun di wajahnya, sedangkan Vina wajahnya sudah merah padam, dia bersiap menghambur untuk menghajar Lova, namun Qais langsung menahan tubuh itu.
“Kalian menjijikan, tapi terlihat lebih menyedihkan, yang satu pasrah dan merasa pantas diperlakukan seperti p*****r karena mamanya juga adalah p*****r, yang satu menyedihkan karena mengejar-ngejar wanita untuk bisa dia nikmati tubuhnya, tapi ternyata gagal.” Sekali lagi Lova menyerang mereka dengan begitu tenang namun ucapannya cukup menohok.
Lalu Lova membalikkan badannya, dan hanya melambaikan tangannya untuk menjawab umpatan Vina yang begitu keras dan bertubi-tubi untuknya di koridor lantai apartemen itu.