Sembilan

1618 Kata
Icha mengikuti Dara ke tempat kerja, sebuah cafe bergaya klasik seolah menyambutnya. Arsitekturnya sangat unik, cafe yang telah berdiri sejak tiga puluh tahun itu masih ramai pengunjung. Makanan yang disediakan pun beragam, ada aneka roti, Biskuit hias, cake ulang tahun dan lain sebagainya. Dara masuk ke dalam Cafe dimana ternyata sudah ada bosnya, bu Martha, wanita yang usianya hampir enam puluh tahun namun masih terlihat segar bugar. Mata sipitnya menandakan bahwa dia masih keturunan tionghoa yang lama menetap di Indonesia. "Pagi Bu," sapa Dara, wanita berkacamata itu mendongak, tangannya sibuk memasukan icing sugar ke dalam plastik untuk membuat biskuit hias. "Pagi, lho ini siapa adik kamu?" tanya bu Martha pada Dara saat melihat Icha, Dara memperhatikan penampilan Icha dari atas ke bawah, celana jeans dan kaos yang dimasukkan dalam celana, juga tas punggung kecil plus sepatu kets. Wajar jika usianya terlihat jauh lebih muda apalagi tubuhnya yang mungil. "Ini temen Dara, Bu," sungut Dara, Icha pun memperkenalkan dirinya sembari mengulurkan tangan. "Pagi bu, nama aku Icha, aku temen kost Dara." "Lho masih SMA sudah ngekost?" bu Martha membalas salam Icha, membuat Dara tertawa. "Dia sih badannya doang yang kecil kayak anak SMA bu, umurnya udah tua hehe cuma beda setahun sama saya," tutur Dara sambil tertawa. "Oalah, keliatan muda sekali seperti anak sekolah, sini duduk sama ibu biar Dara beres-beres dulu di belakang," suruh bu Martha sambil menunjukkan kursi di sampingnya, sementara Dara berjalan ke belakang untuk menyiapkan pekerjaannya. "Bikin apa Bu? Warna warni gitu?" tunjuk Icha pada plastik segitiga yang telah diisi berbagai warna. "Ini buat hiasan biskuit, besok pagi ada acara ulang tahun disini dan minta disediakan goodie bag berisi biskuit hias, kamu mau bantu? Daripada bengong." "Wah, boleh bu, dulu juga mami pernah ajarin bikin kayak gini," ucap Icha riang namun mengingat ibunya membuat hatinya sakit, terbayang dahulu ibunya adalah sosok yang sangat dia sayangi, gemar sekali membuat kue sampai mengajari anak-anaknya banyak hal tentang perbakingan. "Oh, bagus dong, sebentar yaa ibu ambil biskuitnya dulu," ucap bu Martha, bangkit dari duduk nya dan berjalan pelan menuju dapur. Usianya yang hampir renta membuat gerakannya terbatas, meskipun begitu dia masih tetap semangat berbisnis. Cafe ini adalah semangat hidupnya yang dirintis dari nol. Bu Martha membawa seloyang biskuit berbagai bentuk, ada mobil, kupu-kupu, tulisan nama dan banyak lainnya. Icha mengerjakan pewarnaan biskuit itu dengan sangat antusias, bahkan dia ikut mencetak biskuit lainnya dan meminta membuat biskuit khusus dirinya. Karena bu Martha merasa terbantu dengan Icha maka dia pun memperbolehkan Icha membuat biskuit sendiri untuk dirinya. Icha tentu senang sekali. Dua jam setelah cafe buka, Icha pamit pulang duluan memesan ojek online, di tangannya telah menenteng sekotak kecil biskuit buatannya. Bahkan bu Martha memberikan juga beberapa potong kue untuk Icha. *** Icha tak sabar untuk memberikan kue itu pada Andre, biskuit khusus yang dibuat dengan penuh suka cita, dia berharap Andre akan suka. Andre masuk ruangan dan menyapa Icha, dua hari libur dan tak bertemu dengan wanita itu membuatnya agak merindu. Icha yang hari ini memakai celana high weist bahan dan kemeja biru itu segera menyiapkan kopi untuk bossnya. Tak lupa meletakkan biskuit buatannya di piring. Andre mengerutkan kening ketika membaca biskuit bertulisan, "HELLO OM BOSS!" itu. "Apaan ini? Kayak anak kecil aja?" ucapnya membuat Icha cemberut, susah payah membuat biskuit ternyata tak dihargai. "Itu aku bikin sendiri tau Om," rajuk Icha. "Oh, maaf, kamu tau kan saya tidak suka manis? Tapi demi kamu, saya makan ya," bujuknya membuat Icha tertawa riang. Andre mengambil biskuit itu dan menyuapnya. Dia menarik pinggang Icha ke pangkuannya. Icha duduk dipangkuannya dengan posisi miring, Andre bahkan menyuapkan biskuit itu ke mulut Icha yang disambut Icha dengan wajah tersipu. Tangan kanan Icha terulur ke leher Andre, mengusap bulu halus yang tumbuh di wajah lelaki itu. Andre meletakkan sisa biskuit tadi di meja. Lalu dia mencium bibir Icha dan merasakan manisnya bibir itu. Anehnya, dia memang tak suka makanan manis, namun dia sangat menikmati bibir Icha yang terasa manis saat mengecupnya. Icha membalas lumatan itu dengan sangat lembut, dihisap bibir bawah Andre yang terasa tebal dan memabukkan. Tangan Andre terulur mengusap paha Icha lalu naik ke pangkal paha, mengelus kewanitaan Icha dari balik celananya. Icha mendorong tangan Andre menjauh dan melepaskan ciumannya. "Kenapa?" tanya Andre dengan suara baritonya. "Aku lagi dapet Om," ucap Icha. Andre hanya mengangguk paham, dan Icha membersihkan bibir Andre dari lipstiknya dengan tangan. Dia segera bangkit dan berpamitan pada Andre untuk ke mejanya. Andre masih terdiam dan menghembuskan nafas kasar. Baru saja ingin bermesra-mesraan dengan kekasihnya namun ternyata masih ada penghalang. Diapun mencoba memejamkan mata, menahan hasratnya dan menghirup kopi. Aroma kopi yang mampu menenangkannya. *** Seorang karyawan dari kantor Advertising milik Andre datang dan meminta bertemu dengannya. Icha memintanya duduk menunggu dahulu, sementara dia memberitahukan pada Andre. Andre sedang menekuri laptopnya saat Icha masuk dan memberitahukan bahwa ada seorang karyawan pria yang ingin menemuinya dan membahas hal penting. Dan Andre pun mempersilahkan Icha untuk membawa tamunya masuk. "Sore Pak," sapa pria itu. "Iya sore, ada apa?" ucap Andre tegas, pria itu merasa berkeringat dingin menghadapi Andre yang mempunyai tatapan tajam seperti elang. "Perusahaan Garda ingin kita segera melakukan syuting, meereka sudah setuju dengan konsep yang kita tawarkan, ini contohnya," pria itu menyerahkan flashdisk pada Andre yang diterima Andre dan langsung mencolokannya di laptop. Andre memutar video yang berisi design konsep untuk shooting iklan. "Ada tempat seperti ini di Indonesia? Bukankah ini seperti di luar negri?" tanya Andre memperhatikan hamparan rumput dengan background pegunungan yang persis seperti di luar negeri. "Ada pak, ini destinasi wisata baru Ranu Manduro, di Mojokerto, Jawa Timur, kalau bapak setuju, hari ini saya dan tim akan survey kesana dan kita bisa shooting minggu depan," ucap pria itu dengan percaya diri. "Kamu punya opsi kedua kan? Karena namanya tempat baru kita tidak tau kondisi nya seperti apa?" "Ada pak, kami sudah menyiapkan opsi kedua," Andre tampak berpikir dan tersenyum menyeringai ketika memikirkan sesuatu tentang minggu depan. Ya biasanya wanita datang bulan sekitar seminggu kan? Hal ini bisa dimanfaatkan Andre untuk mengajak Icha jalan dengan alasan melihat shooting. "Baiklah, saya setuju, nanti saya juga akan ikut melihat proses shootingnya," tutur Andre, karyawan itu tersenyum senang dan menyodorkan dokumen untuk ditandatangani Andre. Berisi persetujuan lokasi shooting dan juga budgeting. Andre mendandatangani itu dan menelepon Icha lewat intercom, dia meminta Icha menscan dokumen itu untuk arsip. Karyawan tadi pun undur diri untuk segera melaksanakan rencana shooting iklannya. Sudah pukul enam sore, waktunya Icha pulang, dia pun mengetuk pintu ruangan Andre dan masuk ke dalam. Andre masih tampak berkutat dengan pekerjaannya. "Om, aku pulang duluan ya," ucap Icha, "Mau makan malem bareng?" tawar Andre. Icha tersenyum riang dan mengangguk senang. "Dimana om?" tanya Icha antusias. "Disini aja, pesen OB," jawab Andre cuek. Icha cemberut dia pikir akan diajak jalan dengan bossnya tapi dia salah besar. "Kenapa?" tanya Andre, melihat ekpresi Icha. Dia pun sadar kalau Icha yang sedang PMS pasti sangat sensitif saat ini. Ya hampir semua perempuan yang datang bulan mengalami hormon yang tidak stabil. Icha menggeleng dengan mata yang tampak tak berbinar seperti biasa. Andre mengulum senyumnya, "tunggu di meja kamu, setelah saya save ini, kita makan diluar ya,"  "Serius om? Asikkk, aku tunggu di meja ya!" Icha menjerit antusias, keriangannya telah kembali, bahkan dia melangkah ringan seperti orang yang mendapat hadiah besar. Andre menggelengkan kepala, benar-benar Icha tampak seperti anak kecil dimatanya. *** Andre mengajak Icha ke salah satu restaurant yang terkenal, suasana malam ini cukup ramai, beberapa pengunjung nampak memperhatikan mereka. Icha mungkin tak menyadari tatapan para pengunjung terhadapnya, tapi Andre yang peka dan merasa serba salah. Dia merasa orang-orang memandang mereka sebagai pasangan yang cukup aneh dengan perbedaan usia yang cukup jauh. Tentu saja, apalagi Andre yang memang memelihara brewok dengan tubuh tinggi besar. Sementara Icha meskipun telah berpakaian kerja, tetap terlihat mungil dan imut. Pasti orang-orang menganggap pasangan ini adalah sugar baby dan sugar daddy alias pasangan selingkuh yang berbeda usia cukup jauh. "Kenapa om?" tanya Icha ketika melihat Andre tak nyaman. Andre hanya menggeleng, lalu memesan makanan pada waitress, sepanjang makan malam, Icha lebih banyak berbicara, sementara Andre hanya sesekali menimpali dan terlihat berkutat pada pikirannya sendiri. Saat membayar pun, kasir terlihat memperhatikan Andre dengan pandangan aneh seperti pria itu adalah p*****l kelas kakap. Dan yang paling membuatnya kesal adalah ketika melewati beberapa pengunjung perempuan, yang terang-terangan bergunjing tanpa mengetahui bahwa Andre ada di dekat mereka. "Anak kampus butuh dana hihi, untung om-omnya cakep ya gak malu-maluin dibawa kemana-mana," ucap salah seorang perempuan di meja itu. "Yah kalaupun jelek juga enggak masalah, kan yang dibutuhin duitnya," timpal salah seorang temannya. "Udah diapain aja ya tuh cewek? Hihi ada harga ada pelayanan pastinya." "Yang penting ka-be cyn," timpal satunya dan mereka tertawa terbahak-bahak. Jika saja yang mencerca itu adalah pria, tentu Andre tak akan segan menghajar mereka. Sayang saja Andre bukan banci yang repot-repot melawan para perempuan bermulut ular itu. Salah seorang dari meja itu berjalan ke kasir dan kaget mendapati Andre yang melihat mereka dengan tatapan tajam. Namun wanita sombong itu segera merubah ekspresinya dengan angkuh dan meminta bill, terkejut dengan jumlah tagihan yang cukup banyak, diapun segera kembali ke meja tadi dan berunding, mungkin untuk menanyakan apakah teman-temannya bawa uang lebih. Andre tersenyum samar, dia bisa membalas dendam pada mereka. Diapun mengeluarkan kartu dan membayar tagihan meja itu. Saat wanita tadi kembali ke kasir dan ingin membayar, kasir itu bilang padanya bahwa bill itu sudah dibayar Andre. Andre hanya menyeringai melihat pandangan wanita itu yang penuh rasa penyesalan, "Anggap saya traktir kalian, dan perlu kalian tahu, wanita yang kalian gunjingkan itu calon istri saya dan dia sudah bekerja!" ucap Andre setelah meng skak-mat wanita tadi. Dia segera berjalan sambil memasukkan dompet ke saku celananya. Wanita tadi masih menganga hingga teman-temannya menghampiri dia dan mengguncang bahunya, rupanya tak hanya bahunya, hatinya pun ikut terguncang, diapun menjelaskan pada temannya kejadian barusan. Sama seperti dirinya, teman-teman nya pun langsung terdiam dan merasa malu telah menggunjingkan orang yang salah, bahkan langsung ditampar dengan cara elegant oleh orang itu. Lihat kan? Jangan menilai seseorang dari sampul luarnya saja. Karena kita tak pernah tahu, bagaimana keadaan yang sebenarnya dari orang itu? Orang yang kita anggap rendah, bisa saja paling tinggi derajatnya. Begitupun sebaliknya. Dan Andre secara tidak langsung mengajari hal itu pada mereka. *** bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN