Bab 12 - Telepon Nyasar

2040 Kata
“Baiklah, hari ini cukup sampai di sini. Apa masih ada yang kalian tidak pahami atau mungkin ingin menyampaikan sesuatu?” Helena menatap wajah para bawahannya yang sedang berada di dalam ruangannya. Ia baru saja selesai menyampaikan beberapa tugas yang harus dilakukan kepada para bawahannya tersebut. Hanya gelengan kepala yang didapatkan dari para bawahannya tersebut. “Kalau begitu, kalian sudah boleh pulang setelah mengerjakan laporan kalian hari ini,” ucap Helena menutupi rapat tersebut. Namun, tiba-tiba Dewi mengangkat satu tangannya dan berkata, “Bu Helena, saya lupa bilang kalau besok ada janji temu dengan Pak Reza dari perusahaan LY Finance. Sepertinya besok Bima masih belum bisa masuk karena ibunya baru saja menjalani operasi.” Meskipun Helena ingin mengomel karena kesal dengan tindakan tak bertanggung jawab yang dilakukan Bima terhadap pekerjaan, tetapi ia tahu jika Bima terpaksa melakukannya. Satu-satunya keluarga yang dimiliki Bima saat ini hanyalah ibunya sehingga wajar jika ia lebih memprioritaskan kesehatan ibunda tercintanya dibandingkan pekerjaannya tersebut. Akan tetapi, sekarang terjadi satu masalah baru bagi Helena karena ketidakhadiran Bima. Besok adalah pertemuan untuk membahas kontrak investasi baru bersama Reza Argantara, Direktur LY Finance. Saat ini Bamantara Group membutuhkan sejumlah dana untuk mengembangkan proyek baru yang diajukan dari divisi perencanaan di mana proposal proyek telah disetujui oleh Galaksi sebelumnya dan LY Finance yang memiliki potensi yang cukup besar untuk mencairkan dana untuk mereka. Biasanya Galaksi sendiri yang akan menemui Direktur LY Finance untuk membahas masalah kerja sama mereka. Akan tetapi, sekarang pekerjaan itu harus dibebankan kepada Helena karena wanita itulah yang lebih memahami tentang para investor mereka dibandingkan siapa pun. Akan tetapi, Helena tidak pernah suka menghadapi pria merepotkan seperti Reza Argantara. Pria itu terkenal suka bermain wanita dan memiliki sifat yang cukup buruk. “Jadi bagaimana, Bu? Apa mau dimundurkan jadwalnya sampai Bima masuk saja?” tanya Dewi memastikan. “Saya rasa kita tidak bisa menunggu. Proyek Velvet Residence sudah mulai diolah. Mereka pasti harus segera mendapatkan dana untuk bisa mengembangkan sesuai rancangan. Pak Galaksi juga pasti akan marah kalau kita menundanya,” ucap Nora mengingatkan. Helena mengangguk. “Nora benar. Kita tidak bisa menundanya.” Padahal seminggu yang lalu ia sudah memilih Bima untuk menemaninya menemui Reza untuk membahas masalah pekerjaan ini bersamanya, tetapi sekarang tampaknya ia harus melakukannya sendiri. “Tapi, bagaimana dengan Pak Reza? Bukankah dia orangnya agak gimana gitu,” timpal Mely dengan wajah yang terlihat risih. Helena sangat memahami kecemasan dari para karyawannya tersebut. Sebelumnya Reza Argantara pernah terlibat dalam kasus pelecehan terhadap seorang klien wanitanya dan hampir dipidana. Akan tetapi, kekuasaan LY Finance cukup kuat sehingga berhasil menyelesaikan kasus tersebut dengan jalan damai dan menutupi berita memalukan itu. Meskipun sifat Reza dan Tristan hampir mirip, tetapi Reza selalu menunjukkan secara terang-terangan di depan publik. Tidak seperti Tristan yang dirumorkan selalu bermain cantik. Meskipun sering terdengar skandal tentang Tristan bersama beberapa wanita, tetapi mantan kekasih Helena itu tidak pernah terlibat dalam kekerasan dan hukum. “Bagaimana kalau kamu saja Mel yang menemani Bu Helena?” usul Dewi yang membuat wajah Mely mengerut. “Kan kamu bisa smack down badan gepengnya itu dengan badanmu kalau dia berani menggodamu dan Bu Helena,” goda Dewi yang membuat Mely melemparkan tatapan tajam padanya. “Saya ini wanita anggun, Wi. Masa iya saya disuruh smack down? Kalau dia masuk rumah sakit, bagaimana? Mau taruh di mana mukaku?” timpal Mely dengan nada yang sengaja dibuat mendayu-dayu manja. Helena menggeleng pelan melihat kekonyolan kedua bawahannya tersebut. “Sudah cukup bercandanya.” Mely dan Dewi langsung mengatupkan bibir mereka rapat-rapat. “Masalah ini biar saya saja yang menyelesaikannya sendiri,” ujar Helena mengakhiri perdebatan kedua karyawannya itu. Meskipun Helena sangat enggan bertemu dengan klien bisnisnya satu itu, tetapi ia tidak memiliki pilihan lain. Bukan karena Helena merasa dirinya cantik dan menggoda hingga khawatir akan menjadi target pria itu. Akan tetapi, karena Reza memang tidak pernah tebang pilih dalam hal bermain wanita. Helena tidak bisa mengutus bawahan wanitanya untuk menggantikan dirinya. Hal itu malah akan semakin menambah kekhawatirannya jika terjadi sesuatu pada karyawannya nanti. Dengan terpaksa ia memilih untuk terjun sendiri ke lapangan kali ini. Helena berpikir jika Reza mungkin tidak akan berani menyinggung dirinya yang merupakan bawahan kepercayaan Galaksi. Setidaknya nama besar Bamantara Group cukup membuat pria itu sungkan untuk bertindak senonoh, pikirnya. Sebenarnya Helena bisa saja meminta bantuan Gilang Bamantara yang menjabat sebagai direktur sementara Bamantara Group selama putranya—Galaksi berhalangan. Meskipun Gilang sudah jarang hadir dalam pertemuan klien bisnis karena lebih memilih untuk mengembangkan galeri seninya, setidaknya pria paruh baya itu masih memiliki popularitas di dalam kalangan pebisnis. Akan tetapi, Helena tidak bisa mengecewakan kepercayaan yang telah diserahkan Galaksi padanya hanya karena alasan yang tidak dapat dibuktikan. “Bukankah masih ada Jovan, Bu? Walaupun dia masih baru, tetapi dia bisa menjadi bodyguard Bu Helena, kan?” cetus Nora mengingatkan Helena. Saat ini Tristan memang tidak mengikuti rapat bersama mereka karena Helena masih kesal padanya atas masalah yang terjadi pada waktu makan siang tadi sehingga Helena sengaja menyuruhnya untuk mengerjakan pekerjaan lain di luar kantor. Ia tidak ingin melihat wajah Tristan sementara waktu. Helaan napas panjang bergulir dari bibir Helena. “Akan saya pikirkan nanti. Kalian bisa pulang setelah mengirimkan laporan yang kuminta tadi,” ucapnya. “Baik, Bu,” sahut ketiga bawahannya secara bersamaan. Setelah ketiga wanita itu keluar dari ruangannya, Helena pun menyenderkan punggungnya yang terasa lelah sejenak pada kursi kerjanya, lalu meregangkan sejenak otot tubuhnya yang terasa kaku. Helena memikirkan kembali usul yang diajukan Nora padanya tadi. Mengajak Tristan untuk menemaninya menemui Direktur LY Finance mungkin bukanlah ide yang buruk. Akan tetapi, ada satu hal yang dikhawatirkannya. Meskipun Tristan sudah melakukan penyamaran, tetapi Helena khawatir jika Reza Argantara mengenali pria itu. Ia yakin keduanya pasti memiliki koneksi kerja sebelumnya. “Aku tidak bisa melakukannya. Hal ini terlalu berisiko,” gumamnya. “Akh!” Bibirnya meringis kecil tatkala merasakan sakit pada pergelangan kakinya karena ia tak sengaja menggerakkannya terlalu kuat. Terlihat perban elastis yang saat ini membalut pergelangan kaki Helena. Ia kembali teringat dengan sosok Tristan dengan wajah menyebalkannya di dalam benaknya saat makan siang tadi. “Ini semua gara-gara dia, ck!” gerutunya yang masih menyimpan kekesalan pada pria itu. Dari tempat duduknya sekarang, ia bisa melihat kubikel yang ditempati Tristan. Pria itu masih belum kembali dari pekerjaan luarnya. Tadi Helena memintanya untuk mengirimkan kontrak kerja yang baru saja dibuatnya kepada divisi Legal untuk diperiksa. Helena sengaja meminta Tristan untuk menunggu kepala divisi Legal mereka mengesahkan kontrak tersebut barulah Tristan boleh kembali. Tentu saja kontrak tersebut tidak terlalu diburu-buru, tetapi karena kesal dengan pria itu, ia sengaja mempersulitnya. Helena merasa dirinya sangat kekanak-kanakkan dalam menghadapi mantan kekasihnya tersebut. Seharusnya ia biarkan saja penyamaran Tristan terbongkar. Dengan begitu, pria itu tidak dapat lagi bekerja bersamanya. Akan tetapi, lagi-lagi ia khawatir sikap gegabahnya itu malah akan merugikan dirinya sendiri dan nama baik perusahaan Bamantara. Karena alasan inilah, sampai sekarang Helena masih berusaha untuk bertahan menghadapi mantan kekasihnya itu. “Galaksi, kamu juga sama menyebalkannya,” gerutu Helena dengan kesal. Atasan sekaligus sahabatnya itu masih saja tidak dapat dihubungi. Meskipun ia sudah mengirimkan pesan padanya, tetapi Galaksi juga tida membalasnya. Helena pun mengembuskan napasnya dengan kasar. Netranya melirik ponselnya di mana tertera nomor telepon asing di sana. Ia pun menjawabnya, “Halo?” Hening. Tidak ada sahutan di seberang teleponnya. Helena berpikir mungkin jaringan selularnya tidak bagus, lalu ia kembali memperjelas sapaannya. “Halo.” Lagi-lagi tidak ada sahutan, tetapi samar-samar Helena mendengar suara dengkusan pelan dari telepon genggamnya itu. Kening Helena mengernyit, lalu memutuskan panggilan tersebut karena merasa tidak nyaman. “Aneh. Apa telepon nyasar?” gumamnya yang kembali meletakkan gawainya itu ke atas meja. *** “Jov, kamu baru selesai?” Tristan yang baru saja menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Helena baru saja sampai di ruangannya. Ia melihat beberapa lampu telah dipadamkan dan hanya tersisa Nora di dalam ruangan yang sedang bersiap-siap pulang. “Ke mana yang lain? Sudah pulang?” tanya Tristan yang tidak terlalu kaget. Sekarang memang sudah waktunya jam pulang karyawan dan sudah lebih dua puluh menit dari waktu yang seharusnya. “Iya, kamu juga pulanglah. Besok saja baru lanjut,” ucap Nora mengingatkan. Tristan mengangguk kecil. Netranya melirik ruangan Helena yang juga telah padam. “Bu Helena juga sudah pulang?” tanyanya. Nora mengangguk. “Baru saja tadi dia keluar. Memangnya kamu tidak bertemu dengannya?” Tristan menggeleng. “Mungkin kami berselisih jalan.” “Dia pulang sendiri?” tanya Tristan lagi. “Ya iyalah. Kan ibu ratu bawa mobil sendiri biasanya,” jawab Nora. ‘Bagaimana dia bisa menyetir dengan kaki seperti itu,’ batin Tristan yang telah memasang wajah cemas. Ekspresi Tristan cukup menarik perhatian Nora hingga akhirnya wanita itu bertanya, “Jangan bilang … kalau kamu punya rasa dengan ibu ratu ya?” Sontak, Tristan yang sedang sibuk merapikan beberapa dokumen di mejanya pun menghentikan gerakannya. Ia berpura-pura tertawa dan berkata, “Mana mungkin.” “Punya juga tidak ada salahnya kok. Soalnya banyak karyawan cowok di sini juga diam-diam mengaggumi ibu ratu,” cetus Nora. Tristan hanya tersenyum tipis. “Jangan asal bicara. Soalnya saya cuma mau menyerahkan kontrak ini kepada Bu Helena. Tapi, dia malah sudah pulang.” “Oh, mungkin kamu masih bisa menyusulnya. Kan kaki Bu Helena juga lagi sakit. Tidak mungkin dia bisa jalan cepat-cepat. Tapi, aku sarankan besok saja. Bu Helena lagi pusing juga soalnya,” celetuk Nora. “Pusing?” Kening Tristan mengernyit, kemudian mempertanyakan maksud dari ucapan Nora tersebut. Wanita itu pun menceritakan perihal pertemuan dengan investor mereka besok dan perihal yang menjadi masalah bagi Helena mengenai investor tersebut. “Reza Argantara?” gumam Tristan ketika mengetahui nama dari investor bisnis yang akan ditemui Helena besok. Nama itu tentu saja tidak lagi asing bagi Tristan karena Reza dan dirinya bisa dikatakan merupakan teman yang cukup dekat. Dulu mereka masih sering minum bersama jika ada waktu, tetapi sejak Tristan sibuk dengan pekerjaannya, ia tidak lagi memiliki waktu untuk melakukan hal tersebut bersama teman minumnya itu. Tristan tahu jika sifat mereka memang hampir mirip, tetapi Reza memang lebih berengsek darinya. Mendengar bahwa Helena akan bertemu dengan pria itu, tiba-tiba saja Tristan merasa sangat khawatir. Dulu Reza dan dirinya sering memiliki selera yang sama terhadap seorang wanita dan mungkin saja Helena juga termasuk di dalamnya. “Jadi dia berniat pergi sendiri besok?” tanya Tristan memastikan. Nora mengangguk. ‘Ck, dasar bodoh. Apa dia tidak tahu kalau Reza adalah buaya yang sulit ditangani?’ geram Tristan di dalam hati atas sikap keras kepala Helena. “Padahal aku sudah mengusulkan kepada ibu ratu untuk membawamu, tapi sepertinya dia tidak setuju,” terang Nora. “Oh ya?” Tristan tidak terlalu kaget atas hal tersebut, mengingat dirinya sudah membuat Helena kesal siang ini. “Bukankah tadi siang kamu pergi dengan ibu ratu? Kenapa pulang-pulang, kakinya malah jadi terluka seperti itu?” selidik Nora. Tadi Nora dan yang lainnya sangat terkejut melihat Helena kembali ke kantor dengan jalan terseret-seret. Meskipun mereka bertanya, wanita itu juga tidak berniat menjawab. Tristan menghela napas pelan. Ia juga tidak menjawab pertanyaan Nora karena pikirannya tertuju pada kekhawatirannya terhadap Helena. Merasa diabaikan oleh pria itu, Nora pun mencebikkan bibirnya dengan kesal. Ia pun berpamitan pulang lebih dulu. Setelah membereskan dokumen di atas mejanya, Tristan juga memutuskan untuk pulang. Ada hal yang harus dikerjakannya setelah ini dan tentunya tidak jauh hubungannya dengan Helena. *** Helena baru saja sampai di lahan parkir gedung kantornya. Setelah bersusah payah berjalan, ia baru saja sampai dan kendaraan di parkiran gedung sudah sangat sepi. Hanya tersisa tiga mobil termasuk mobil miliknya. Kebetulan mobilnya terparkir paling jauh dari pintu keluar. “Ck, sial banget sih,” sungutnya. Terpaksa ia kembali melanjutkan langkahnya dengan tertatih-tatih menahan sakit, tetapi langkahnya terhenti ketika ia merasakan ketidaknyamanan di sekitarnya. Terdengar suara derap langkah berat ketika ia melangkah tadi, tetapi ketika langkahnya terhenti, suara derap langkah itu pun ikut terhenti. Helena mengeratkan genggamannya pada gagang tas yang sedang dijinjingnya saat ini. Dengan menguatkan hatinya, ia kembali melangkah lagi. Kali ini terdengar suara derap langkah yang semakin cepat di belakangnya hingga wajah Helena memucat dan ia ikut mempercepat langkahnya juga. Naasnya, langkah terburu-burunya itu membuat pergelangan kakinya yang terluka semakin berdenyut perih. Karena tindakannya itulah, tubuhnya pun limbung dan hampir terjerembap ke lantai parkiran. Namun, sebuah tangan telah melingkar di area pinggangnya untuk menahan beban tubuhnya tersebut. Sontak, Helena menoleh ke belakang. “Kamu ….”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN