Tak ada satupun manusia yang bisa meramal takdir seseorang, jikapun ada mungkin itu hanya sebuah kebetulan. Ramalan yang ada hanya sebatas hiburan bagi orang yang mempercayainya. Ini adalah hari ke tujuh di bulan terakhir yang mana tradisi persembahan untuk laut harus diadakan setiap tanggal tersebut. Masyarakat pulau ini percaya jika laut terus memberikan mereka kehidupan jika mereka terus memelihara dan menjaga keseimbangan yang ada di dalamnya, sayangnya beberapa pengunjung yang tidak tertib membuat kepala pulau ini mempertegas aturan dan melarang siapapun untuk berbuat kerusakan.
"Kita para wanita diwajibkan untuk memberikannya sendiri kepada laut, tradisi ini dilakukan secara individual tetapi, juga diadakan beramai-ramai untuk menghormati dan menjaga laut kita, setiap tahun kita akan melemparkan air ke sana, air khusus yang sudah dipermentasikan selama satu Minggu," ucap seorang wanita yang memiliki usia sekitar tiga puluh lima tahunan.
Di hadapannya seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Lucy. Hari ini ia menginjak usia ke delapan belas tahun di mana ini adalah hari pertamanya untuk melakukan tradisi sesembahan terhadap laut agar laut menyelamatkan mereka dari segala marabahaya.
"Aku juga harus melakukannya, ya?" tanya Lucy yang tak mengerti apa-apa.
"Semua penduduk pulau ini khususnya perempuan akan melakukan hal yang sama jika usia mereka menginjak delapan belas tahun," ucap ibunya tersenyum.
"Ya ampun ini terdengar kuno," ucap Lucy sedikit malas.
"Ssttt, kau tidak boleh berkata seperti itu, ini adalah ritual yang sakral," balas ibunya menasihati.
Ayah Lucy yang mendengar semua percakapan itu kemudian datang menghampiri dengan ekspresi wajah tak suka ia pun langsung membentak Lucy.
"Ini adalah tradisi, jika kau tak suka dengan tradisi pulau ini lebih baik kau pergi dari sini," ucapnya dengan nada tinggi.
Lucy tidak terkejut mendengar hal semacam itu dari ayahnya karena dia telah terbiasa menerima bentakan dan bahkan sejak kecil ia tak pernah mendapat kasih sayang dari ayahnya.
"Sudah, ini kan pertama kalinya untuk Lucy, tidak usah semarah itu," ucap ibunya sedikit menenangkan suasana.
"Coba beritahu anakmu untuk menghormati setiap keputusan yang ada, jangan hanya bisa mengandalkan apa yang dia pikirkan, semua orang memiliki aturan untuk hidup," ucap ayahnya yang kemudian pergi dari sana.
Walaupun sudah terbiasa tetap saja Lucy selalu merasa bersedih saat ayah memarahinya bahkan ia tidak pernah berani berkata-kata jika sudah ada ayah di hadapannya, hal itu membuat Lucy semakin sulit mendapatkan kasih sayang ayahnya.
"Sudah, sekarang kau pergi ke pantai dan tuang ini ke laut serta berdoa pada Tuhan tentang keselamatan yang ingin kau dapatkan," ucap ibunya tersenyum.
Ini sudah jam delapan malam di mana angin laut sedang kencang dan laut sedang pasang sehingga Lucy meminta Rio teman dekatnya untuk mengantarkan ia ke sebuah jembatan yang ada di pantai untuk melakukan persembahan terhadap laut.
"Ini terlihat kuno gak, sih? masa tahun segini masih aja percaya ginian, heran sama orang tua," ucap Lucy kepada Rio yang saat ini mengantarkan dirinya menggunakan sepeda motor.
"Ya mau gimana lagi, namanya juga tradisi. Lagian cuma buang ke laut aja apa susahnya sih Lucy? itung-itung kita jaga tradisi, kan?" ucap Rio sedikit serius.
"Serius amat, jangan-jangan kamu percaya juga lagi sama yang kayak gini gini? kamu emang udah pernah ngasih kayak gini?" tanya Lucy penasaran.
"Yaudah pokoknya kerjain aja dulu," ucap Rio.
Akhirnya mereka sampai ke dermaga tempat sesembahan di lakukan, di sana terdapat sebuah patung batu yang melambangkan keperkasaan lautan di pulau Paus.
"Ini patung lima gerbang kehidupan, katanya jika seseorang berdoa di depan patung ini semua akan terkabul tapi, aku juga gak terlalu percaya sih," ucap Rio sembari menunjuk ke arah patung.
Di sana terlihat beberapa orang yang telah melakukan ritual terlebih dahulu yang membuat Lucy berpikir ternyata banyak orang yang melakukan ritual tersebut.
"Mereka abis ritual juga? aku baru tau loh, ternyata selama ini orang-orang dewasa yang datang ke tempat ini malem malem tuh mau ritual, ya?" tanya Lucy.
"Ya mana aku tau. Yaudah sana aku tunggu di sini," ucap Rio menunggu Lucy yang saat ini berjalan menuju dermaga.
Sesampainya di ujung dermaga yang mana saat ini dermaga itu sudah tidak digunakan melainkan sebagai tempat persembahan akhirnya Lucy menaruh kendi yang berisi air bekas fermentasi di antara kakinya.
"Kalau dipikir-pikir memang tidak ada salahnya menghormati laut yang telah memberikan kehidupan serta sumber daya yang melimpah bagi masyarakat pulau ini, bahkan seharusnya kami menjaga dan melestarikannya. Melihat laut di malam hari dengan ombak yang pasang seperti ini membuat ku ingin menjadi orang yang merawat lautan, apakah aku bisa, ya?" ucap Lucy mengambil air yang ada di kakinya.
Ketika Lucy ingin membuang air kendi itu kelautan tiba-tiba sebuah suara membisik di telinganya. Itu seperti suara seorang wanita yang meminta dirinya meminum air dalam kendi itu.
"Kamu adalah takdir, kamu adalah orang yang bisa menyelamatkan banyak orang, melalui tanganmu kau akan bertemu berbagai macam ketidakmungkinan. Dewi pulau memilihmu untuk terhubung dengan takdir mu."
Setidaknya seperti itulah suara yang terdengar di telinga. Setelah Lucy tersadar dari perkataan barusan kemudian ia terkejut saat dirinya baru saja menghabiskan air itu dan membuatnya berteriak.
"Aaa! apa yang sudah aku lakukan? suara apa itu?" ucap Lucy berteriak yang membuat Rio panik dan bergegas menemui dirinya di sana.
"Lucy? kenapa dia?" ucap Rio bergegas mendekati Lucy yang nampak telah pingsan tak sadarkan diri di sana.
Kini dua hari setelah kejadian itu nampaknya Lucy baik-baik saja bahkan ia sekarang seakan tak mengingat kejadian malam itu. Rio yang khawatir selalu melindunginya di sekolah.
"Siapa yang gak tau Lucy? semua cowok ngejar-ngejar ya ampun bikin iri aja deh," ucap salah seorang wanita yang saat ini duduk di depan kursi Lucy.
"Gak gitu juga kali Nadia, aku biasa aja sih," ucap Lucy yang ternyata sedang membicarakan laki-laki yang menyukainya Lucy.
"Terus gimana? siapa yang kamu pilih? Gilang, atau Devan?" tanya Nadia yang di sebelahnya juga ada Mayang dan Sari.
"Apaan sih, hahaha. Engga lah gamau pacaran aku," ucap Lucy yang saat ini malah mengambil handphonenya dan mulai mengirimkan Chat kepada seseorang yang tak lain adalah Arya.
[Hai, gimana sekolah kamu? aku sedikit bete nih temen-temen cuma ngomongin perihal cowok terus, mereka bahkan gatau apa yang aku pikirkan.]
Setidaknya pesan seperti itulah yang dia kirimkan pada Arya yang saat ini juga sedang merasa kesulitan dalam menjalani kehidupannya tetapi, semenjak mereka saling bertukar pesan, Arya menjadi sedikit terhibur dengan seluruh chat yang dikirimkan oleh Lucy, dan nampaknya Arya mulai tertarik dengan teman chatnya ini.