Suara Yang Menyejukkan Hati

1047 Kata
"Lantunan Syahadat Yang tercipta sangat membuat hati sejuk." *** Zya sudah menunggu acara Kajian yang hari ini diadakan. Sudah pukul sepuluh tapi mereka belum ada juga yang datang. Orang-orang melihat Zya heran karna hijab yang digunakan tidak sepenuhnya menutup kepala. "Kamu baru ya?" tanya seseorang di sampingnya. "Emmhh ... iya." Zya menjawab dengan kaku. "Lain kali kalau memang berniat ikut Kajian Kak Hafidz sebaiknya hijabnya yang rapi ya. Nih, aku bawa jarum pentul," ucap wanita tersebut. Zya mengambil jarum pentul tersebut dia bingung harus bagaimana memakainya sebelumnya dia tidak pernah memakai ini. Wanita itu melihat Zya yang kebingungan dia pun tersenyum. "Kamu belum pernah berhijab ya sebelumnya?" tanya wanita itu lagi. "Emhh...." Zya pun dengan malu mengangguk. "Sini aku bantu pakaikan," ucap wanita itu mengambil lagi jarum pentulnya. Zya pun hanya memperhatikan wanita tersebut membenahi kerudungnya. "Ini bukan hijab ya?" tanya wanita itu lagi. Zya yang mendengarnya pun jadi malu sendiri. "Iya ini selendang nari aku. Aku tidak memiliki hijab," jawab Zya. Wanita itu tersenyum. Saat wanita itu ingin memasangkan jarum Zya menutup matanya. Dia takut kalau jarum itu mengenai lehernya. "Nah, sudah. Kamu tetap cantik ya, walaupun menggunakan penutup kepala dari selendang," ucap wanita itu. Zya membuka matanya perlahan. "Loh kok enggak kenapa-kenapa?" tanyanya lagi. "Haha ... memangnya harus kenapa?" tanya wanita itu lagi. "Aku kira kalau menggunakan hijab itu ditusukkan ke leher makanya aku tadi sudah takut kalau akan ada darah yang mengucur," jawab Zya dengan polosnya. Beberapa orang yang mendengar langsung menengok ke arah Zya Dan tersenyum. Bisa-bisanya ada pikiran seperti itu. "Tidak. Ini hanya ditusukkan ke kerudungnya saja. Kalau next kamu mau belajar aku bisa kok ajarin kamu pakai hijab." Zya mengangguk bawah hijabnya dia sampirkan ke pundak karna dia merasa kalau membuat gerah Dan risih. "Jangan dikeatasin. Di tutup dadanya," ucap wanita itu lagi menurunkan hijabnya. "Tapi kok rasanya enggak enak kayak keliwir-keliwir gitu." "Hmm ... sebentar." Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya lagi. Zya memperhatikannya dengan bingung. Ternyata wanita itu mengeluarkan jarum lagi Dari tasnya. "Mau ngapain lagi?" tanya Zya. "Udah kamu diem aja. Katanya enggak nyaman kan? Sini aku benerin biar kamu nyaman," ucapnya. Zya hanya merem-merem saja karna wanita itu yang entah melakukan apa. Ini juga kenapa para pemateri kajian belum hadir juga padahal sudah lewat Lima belas menit. Banyak orang-orang yang sudah kecewa Dan memilih pulang tapi tidak dengan Zya. Demi Hafidz dia akan tetap menunggunya. "Nah dah cantik. Coba deh lihat wajah kamu. Cantik banget," ucap wanita itu menyodorkan cermin kecil ke Zya. Zya pun merasa dirinya lebih anggun jika menggunakan hijab. Ingin sekali seterusnya menggunakan ini tapi tidak mungkin. "Makasih ya. Aku suka tatanan hijab yang kamu buat ini," ucapnya lagi. "Iya sama-sama. Btw nama kamu siapa? Dari tadi aku mau nanya karna serius benerin hijabnya jadi enggak fokus," tanya wanita tersebut. "Oh iya. Kenalin nama aku Zya. Kalau kamu?" tanya Zya balik. "Namaku Verin," jawab wanita tadi. Zya pun mengangguk. "Kamu kuliah di sini juga?" "Iya kalau kamu?" tanyanya lagi. "Sama. Aku jurusan psikologi. Semester tiga kalau kamu?" tanya Verin. "Aku komunikasi. Udah semester enam." "Oh ternyata kating. Maaf ya, Kak kalau dari tadi aku tidak sopan sama kakak." Zya tertawa malah dia merasa nyaman seperti tadi. "Enggak papa. Eh mereka udah dateng," ucap Zya. Dia melihat ke depan kenapa tidak ada Hafidz di sana. "Iya." Verin melihat ke arah depan ternyata memang kehadiran mereka mampu membuat yang hadir heboh. Tapi, Zya belum terlihat senang selama belum ada Hafidz yang hadir. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh semua," ucap laki-laki sepertinya namanya Syahren atau Gerry? Entahlah Zya lupa dengan mereka kecuali dengan Hafidz. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab semuanya. Zya pun ikut menjawab. "Mohon maaf karna keterlambatan kita hari ini. Tadi, tiba-tiba di jalan mobil kita bannya Bocor terpaksa kita harus cari angkutan tapi kena macet. Dan akhirnya baru sampai di sini." "Gapapa, Kak Asher...." ucap mereka semua dengan antusias. Ternyata yang ada di depan adalah Asher. Kajian dimulai dengan mereka berdua. Zya mendengarkan dengan serius. Tapi, tetap saja Hafidz tidak juga muncul. Zya sudah mulai lelah menunggu. Zya lebih memilih memainkan ponselnya. Kajian yang dijelaskan teman Hafidz seakan membuat Zya tidak berminat mendengarkan lalu Verin pun menegurnya. "Kenapa kamu malah main hp? Tadi aku lihat kamu antusias banget, Kak?" tanya adik tingkatnya. "Ah enggak papa kok. Ini juga lagi dengerin hehe." Zya langsung memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas. Mendengarkan ceramah lagi yang padahal dia tidak terlalu mengerti. Apalagi bacaan ayat Al-Qur'an sungguh membuat Zya sangat bingung harus apa. Beberapa menit kemudian di adakan jeda. Mereka yang hadir dipersilahkan untuk menikmati makanan yang diberikan panita. Setelah beberapa saat kemudian tersedengar lantunan solawat. Zya yang mendengar itu langsung terdiam. Diam menaruh makanannya lagi. Lalu, munculah orang yang ditunggunya sejak tadi. Zya butuh oksigen suara laki-laki yang dikaguminya membuat semua wanita teriak histeris. Zya juga ingin tapi mendengar laki-laki itu mengatakan tidak suka wanita yang bar-bar Zya mencoba menahannya. Sungguh, solawat yang didengungkan oleh Hafidz membuat Zya ingin maju ke depan. "Kak? Kakak kenapa?" tanya adek tingkat di sebelahnya. "Hm? Emangnya aku kenapa?" "Enggak kakak lihatinnya sampe mangap gitu." "Eh? Emang iya?" tanyanya lagi. Zya langsung menutup mulutnya. Wanita itu terlihat canggung saat ingin tertawa. Dan juga Zya hanya mengangguk malu. "Mohon maaf ya teman-teman saya yang paling telat hadir. Kira-kira masih boleh tidak saya lanjutin ceramahnya? Melanjutkan apa yang disampaikan oleh rekan-rekan saya tadi?" "BOLEH BANGETTTTT!!!!" ucap Zya dengan cepat. Semua orang langsung menengok ke arah Zya. Zya langsung menutup mulutnya rapat Dan mengangguk meminta maaf. "Oke-oke kita lanjutkan saja ya. Saya akan mengantikan teman-teman saya. Bukan mengantikan tapi melanjutkan. Gimana Mas Gerry? Mas Asher boleh?" tanya Hafidz. "Boleh dong 'kan mereka nunggunya Mas Hafidz," goda Gerry. "Ah emang suka gitu pasti lebih banyak yang suka sama Mas Gerry kan?" tanya Hafidz lagi dengan ramah. Zya berfikir sikap Hafidz ini beda sekali dengan yang kemarin dia temui. Sikap yang kali ini sangat ramah Dan terlihat mudah tergapai. Tapi, sayang hanya di depan panggung. Suara mereka bersorak membuat ramai. Hingga akhirnya Hafidz membuka kajiannya. Setiap ceramah yang disampaikan oleh Hafidz dia dengar serius. Lantunan Al-Qur'an Dan solawat sungguh menyejukkan hati. Ingin sekali Zya bisa menjadi pasangan Hafidz tapi dia sadar tembok antara dirinya dan Hafidz terlalu tinggi. Istiqlal dan katedral memang berdekatan tapi mereka tidak bisa saling bersatu hanya bisa berdampingan. Inilah sulitnya memiliki perasaan dengan seseorang yang berbeda keyakinan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN