Kembali Pada Tempat yang Seharusnya

1361 Kata
"Leon kemana?" tanya Hans, ketika santapannya usai. Kyra tercenung dan gelagapan. "Em, Tuan Leon sedang pergi." Hans mengernyit keheranan. Saat satu kata yang terdengar cukup aneh, malah keluar dari mulut menantunya ini. "Ha? Apa kamu bilang tadi? Tuan Leon?" ulang Hans. Demi untuk mencairkan suasana, Hans pun kembali berucap sambil tertawa kecil. "Leon itu suami kamu. Kenapa dipanggil Tuan??" Kyra menggaruk tengkuk lehernya, lalu tersenyum kaku. "Tidak terbiasa Tuan besar," balas Kyra lagi yang malah membuat kerutan pada dahi Hans semakin menjadi-jadi. "Kamu itu harus mulai terbiasa. Bagaimana pun juga, dia suami kamu sekarang. Dan saya ini juga ayah mertua kamu. Panggil saya seperti Leon memanggil saya. Dad, Papa, ayah atau terserah, senyamannya kamu saja, asalkan jangan Tuan, karena saya ini ayah mertua kamu, bukan orang lain." "Iya Tuan. Eh, em, Papa," balas Kyra yang akhirnya dapat menemukan nama panggilan yang pas menurutnya, bagi ayah mertuanya ini. "Nah iya begitu." Hans berbincang dengan Kyra dengan begitu dekat dan akrab. Lain halnya dengan Leona, yang masih saja menatap wanita yang lebih banyak menundukkan kepalanya ini, dengan tatapan tidak suka. Bahkan seolah jijik dengannya. "Sweet heart, minggu depan, kamu jadi pergi ke pameran??" tanya Hans sambil mengalihkan pandangannya kepada Leona. "Iya tentu saja. Aku sudah menantikan hal ini sejak lama sekali. Pasti, akan banyak perhiasan keluaran terbaru di sana. Aku jadi semakin tidak sabar," ucap Leona dengan begitu antusias dan dengan binar mata, yang terpancar dari sepasang mata miliknya. "Kalau begitu, ajaklah Kyra. Belikan dia beberapa perhiasan," perintah Hans dan langsung membuat Leona kehilangan senyumannya dan kini malah membuka kelopak matanya lebar-lebar, terlebih hal itu langsung ditujukan kepada Kyra. Kyra panik dan sesegera mungkin mengembalikan keadaan yang canggung ini. "T-tidak usah, Pa. Kyra tidak terlalu suka menggunakan perhiasan. Pakai gelang saja suka gatal. Jadi, kalau pakai perhiasan, tidak akan cocok. Tidak usah merepotkan." Kyra tersenyum sekilas kepada Hans dan melirik kepada Leona, lalu kembali menundukkan kepalanya lagi. "Mungkin yang pernah kamu pakai itu bukan yang murni. Makanya membuat gatal. Kalau perhiasan dengan kualitas yang bagus, pasti tidak akan membuat iritasi kulit. Benar begitu kan sweet heart??" ucap Hans yang kini menatap Leona. "Kalau dia tidak suka tidak usah dipaksa. Mungkin, dia merasa tidak akan cocok menggunakannya. Iya kan???" ucap Leona sambil menatap Kyra. Kyra mengangguk cepat. "Iya benar," jawab Kyra pasrah masih dengan kepala tertunduk. Hans mengembuskan napas dari mulutnya. Sepertinya, menantunya ini merasa tidak nyaman, dengan ibu mertuanya sendiri. "Em, saya permisi dulu," ucap Kyra yang mendorong kursi dengan terburu-buru dan pergi dari meja makan. Leona menyunggingkan bibirnya dan Hans, langsung memberikan teguran kepada istrinya tersebut. "Leona, Jangan bersikap seperti itu kepada Kyra." Leona nampak tersenyum masam. Ia masih tidak habis pikir, kenapa suaminya ini membela seorang wanita yang tidak sederajat dengan keluarga mereka. "Memangnya aku bersikap seperti apa?? Aku sudah bersikap seperti biasa." "Tapi dia terlihat tertekan saat bicara dengan kamu." "Cih. Omong kosong. Dia memang sudah seperti itu. Mungkin, karena hanya seorang anak pelayan, dia jadi tidak bisa menempatkan diri dengan baik. Memang bukan pilihan yang bagus, untuk menjadikan seorang anak pelayan, menantu di keluarga kita!" Leona bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan ruang makan. Sudah sangat malas untuk membahas wanita, yang seharusnya tidak pernah masuk dalam keluarga besarnya. Sementara itu, Kyra yang masuk ke dalam kamar, mulai duduk termenung di tepi tempat tidur. Ia nampak gusar dan juga bingung dengan situasi yang ada. Seharusnya, ia senang, karena sudah memiliki pendamping hidup sekarang. Tapi nyatanya, semua ini malah menjadi beban bagi Kyra. Tidak disukai ibu mertuanya dan yang lebih parahnya lagi. Sama sekali tidak dianggap, oleh lelaki yang sudah menikahinya itu kemarin. Jadi untuk apa hubungan ini ada? Bila ia hanya menjalani hubungan yang rumit dan aneh begini? Tiba-tiba saja sebuah senyuman merekah di bibir Kyra. Mungkin, suaminya sendiri tidaklah menginginkannya. Tidak juga dengan hubungan mereka. Tapi, bukan berarti, tidak akan ada sebuah kemajuan di hubungan mereka bukan? Memangnya kenapa dengan pengantin pengganti? Toh ia sudah menjadi pengantinnya sekarang. Mungkin lama kelamaan mereka akan dekat dan menjalin hubungan, yang bukan hanya sekedar karena keterpaksaan semata. Baru sebentar senyuman terpasang. Kyra terpaksa harus melepaskannya lagi. Tidak mungkin. Sungguh mustahil baginya, bisa berdiri di samping Leon. Kyra menggelengkan kepalanya, guna menyadarkan dirinya sendiri, dari sebuah angan tak pasti, yang tidak akan pernah mungkin terjadi. Ia tidaklah sehebat itu. Kenapa juga harus memiliki rasa percaya diri yang begitu tinggi begini?? Perlahan Kyra bangkit dari atas tempat tidur dan pergi ke bawah, untuk membantu sang ibu di sana. Malam harinya. Pintu kamar didorong dari arah luar. Kyra yang sempat duduk termenung di atas tempat tidur, langsung melonjak bangun dan bergegas turun dari atas tempat tidur. Seseorang yang pergi sejak pagi tadi, baru saja kembali dengan wajah yang kusut. Ia menatap Kyra. Bahkan hampir saja menghardiknya juga. Namun, belum sempat terjadi, ia kembali teringat, bila sudah menikahi wanita ini. Wanita yang hanya seorang anak pelayan di rumahnya. "Kenapa belum tidur??" tanya Leon, sambil membuka jaket yang melekat di tubuhnya. Kyra menggelengkan kepalanya. "Apa Tuan sudah makan? Kalau belum, biar saya siapkan," jawab Kyra yang malah melenceng dari pertanyaan, yang Leon ajukan. "Boleh. Tidak perlu terlalu banyak. Siapkan dua sampai tiga macam saja. Tidak usah makanan yang terlalu berat." Kyra mengangguk paham dan keluar dari dalam kamar. Sementara Leon melepaskan pakaiannya satu persatu, hingga tidak ada yang tersisa, lalu masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya. Setelah beberapa puluh menit. Kyra kembali masuk ke dalam kamar, ia sudah membawakan apa yang Leon inginkan. Hidangan makan malam, yang tidak terlalu berat dan mungkin akan cukup memanjakan lidah. Baru meletakkan nampan berisi makanan di atas nakas. Leon pun keluar sudah dengan pakaian tidur bermodel kimono berwarna hitam, yang membalut tubuh kekarnya. Ia pun duduk di tepi tempat tidur dan langsung saja melahap makanan yang Kyra bawakan. Seharian ini ia sibuk mencari keberadaan Michelle, hingga tidak sempat untuk pergi mencari makanan. Rasa penasaran terus saja membuat ia mencari tanpa henti, meski berakhir nihil. Santapan diselesaikan dengan cepat. Kyra membungkukkan tubuhnya, untuk mengambil nampan dan membawanya kembali keluar. "Tidak usah! Biarkan saja di situ dulu!" perintah Leon. Kyra kembali menarik diri dan berdiri di hadapan Leon sambil menundukkan kepalanya. Sementara Leon sendiri, kini menatap Kyra dari atas hingga ke bawah. Ia mengembuskan napas panjang, lalu bangkit dan pergi ke dekat meja, sambil mengambil sesuatu dari dalam lacinya dan kembali mendekat kepada Kyra setelahnya. "Ini, minumlah!" perintah Leon, dengan tangan terulur. Kyra tertegun sambil melihat benda pipih dengan butiran kecil-kecil, yang memenuhi setiap ruangnya dan kini tengah disodorkan kepadanya. "Ayo ambil!" perintah Leon lagi. Kyra meraih apa yang Leon berikan dan memandangi dalam genggaman tangannya. "Ini apa??" tanya Kyra dengan begitu polos. "Obat untuk mencegah kehamilan. Sebagai pengantin pengganti. Ada baiknya, kamu tidak perlu sampai hamil. Karena, saat aku berhasil menemukan pengantinku yang sesungguhnya. Kamu harus kembali pada tempat yang seharusnya." Kyra melipat bibirnya sendiri. Ia mencoba untuk tetap tenang, di tengah dadanya yang bergemuruh kencang. Kenapa dadanya terasa begitu nyeri, saat mendengar pernyataan yang cukup menyakitkan ini? "Ayo tunggu apalagi?? Minumlah!" Kyra mengeluarkan satu butir dan memasukkannya ke dalam mulut, lalu meraih gelas yang sempat Leon gunakan, untuk mendorong butiran tadi melewati tenggorokannya. Kyra mengembuskan napas dari mulut dan meletakkan gelas kembali. Baru berdiri dengan tegak, dua tangan kini sudah berada di kedua bahu Kyra. Tanpa banyak kata-kata yang keluar, satu tangan turun dari bahu Kyra dan mulai berusaha melepaskan, tautan kancing di depan tubuh Kyra satu persatu. Kyra menelan salivanya dengan sulit. Meskipun tahu apa yang akan terjadi setelahnya, ia masih saja memutuskan untuk bertanya. "T-tuan mau apa??" tanya Kyra dengan terbata-bata, serta bola mata yang berkaca-kaca. Leon menghentikan gerakan tangannya dan menatap Kyra tanpa berkedip. "Apa masih perlu bertanya juga?" Leon menanggalkan kain penutup pada tubuh Kyra dan menghempaskannya sembarangan. "Ayo, kamu akan segera tahu jawabannya!" Leon kembali menyentuh kedua bahu Kyra dan mendorongnya hingga jatuh ke atas ranjang. Leon mulai melepaskan tali pengikat pada bagian depan baju tidurnya dan mulai merangkak naik ke atas tubuh Kyra, sambil melepaskan kain penutup yang masih tersisa. Kyra memejamkan kedua kelopak matanya. Saat merasakan sesuatu yang mendesak masuk di bawah sana. Perlahan, air bening luruh dari kedua sudut mata Kyra. Dibandingkan dengan seorang istri. Ia malah terlihat seperti wanita murahann, yang tengah menjajakan diri. Sungguh ironis dan juga tragis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN