3. Makan Malam

1052 Kata
"Aku dijodohin. " Tutur Lila pada Dian. Dua wanita itu berada di kantin rumah sakit. Hari ini Dian menemui dokter kandungannya yang berada satu rumah sakit dengan Lila. Maka, dia mengajak sahabatnya itu untuk bertemu. "Sebenarnya aku nggak kaget denger hal ini. " Timpal Dian. "Orang tua kamu pasti pengen kamu segera nikah. " "Ini bukan keinginan orang tua aku. " "Maksudnya? " Dian tidak mengerti. Lila menghembuskan nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. "Ini keinginan kakek aku. Aku pikir hal kayak gini cuma ada di film atau n****+ aja ternyata terjadi di dunia nyata juga. " "Maksudnya gimana? Aku nggak ngerti. " "Dulu kakek aku sama temennya buat janji kalau mereka punya anak, anak-anaknya akan dijodohkan. Berhubung anak mereka sama-sama cewek, mereka mutusin untuk jodohin cucu-cucu mereka supaya tali persahabatan diantara mereka bisa lebih erat. Jadi sebuah keluarga. " "Dan cucu teman kakek kamu mau dijodohin sama kamu. " Tebak Dian. "Yaa... Begitulah. " "Ganteng nggak? " Astaga... Temannya ini. Sekarang Lila sedang bingung dengan rencananya kakeknya. Kenapa malah di tanya calonnya ganteng atau tidak? Lila tidak tahu rupa kandidat laki-laki yang akan di jodohkan dengannya. Yang kakek bilang, usianya sepantaran dengannya. "Nggak tau. " "Emang belum ketemu? " "Belum. Rencananya malam ini. " Ya, malam ini keluarganya dan keluarga 'calon jodohnya' mengadakan makan malam di sebuah restoran di salah satu hotel bintang lima. Kalau bisa Lila ingin menghindar saja dengan alasan sibuk dengan pekerjaannya. Sayangnya ia tidak bisa. Mama sudah memintanya untuk meluangkan waktu malam ini. Tidak ada penolakan. Titik. "Ketemu berdua aja? " "Sama keluarga. " "Fix kamu di jodohin beneran. Maksud aku bukan hanya di jodoh-jodohin yang biasanya bisa bubar kapan aja. Ini udah perjodohan yang... " Dian sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. "Mengarah pada pernikahan. " Mendengar kata itu, Lila langsung menampik perkataan itu dari pikirannya. Kalau memang benar dugaan Dian, ini terlalu cepat. Lila mau menikah tapi kalau di paksa menikah dia juga tidak mau. Apalagi dia belum tahu siapa calonnya. Mereka cocok atau tidak, nyambung atau tidak, nyaman atau tidak, dia belum tau. Dia perlu mengenal orang itu dan dalam pengenalan itu membutuhkan waktu. "Kamu juga bisa nolak juga, sih. " Lanjut Dian. "Dan membuat kakek kecewa? " Lila menggelengkan kepala tidak setuju. "Aku nggak mau membuat kakek kecewa." Lila sangat menyayangi kakeknya. "Tapi kalau kamu nggak suka, masa kamu mau nerusin perjodohan itu lalu menikah? Hidup dengan orang yang nggak kita cintai itu nggak enak, La." "Mungkin cinta akan tumbuh setelah kedekatan kami. " "Mungkin. Cinta bisa muncul saat dalam masa pengenalan atau setelah pernikahan. Tapi ada juga yang berujung dengan perpisahan. " "Aku belum pernah mencobanya. " Lila terkekeh. "Itu sesuatu yang nggak patut di coba Lila. Perasaan itu nggak boleh di permainkan apalagi pernikahan. " Semua orang di dunia ini menginginkan happy ending dalam hidupnya meski hubungannya tidak di awali dengan cinta. Namun manusia cuma bisa berharap, Tuhan yang berkehendak. "Aku dukung semua keputusan kamu, Lila. " Hanya senyum yang tersungging di wajah cantik Lila. "Kabar-kabar, ya, calonnya ganteng apa nggak? Siapa tau lebih ganteng dari suami aku. " Canda Dian disusul gelak tawa. Berbeda dengan Lila yang ingin memutar bola matanya. Lila akhirnya berpisah dengan Dian. Hatinya lebih ringan setelah berbicara dengan Dian. Dia dan Dian memang lebih dekat daripada dengan Mimi. Beberapa perawat menyapanya saat melewati lorong rumah sakit untuk kembali ke ruangannya. Langkahnya yang tadinya ringan tiba-tiba melambat saat pandangannya menangkap sosok yang ia kenal. Laki-laki yang sudah lama tidak pernah ia temui. Dia masih tampak seperti dulu. Hanya garis wajahnya yang terlihat lebih dewasa. Meski seperti itu, dia masih seperti yang Lila ingat. Tampan dan menarik. Di sampingnya ada seorang wanita cantik. Wanita itu tampak lebih cantik dari yang pernah Lila ingat. Kedua orang itu berjalan beriringan dan tampak sangat serasi seperti dulu. Couple goals. Lila tidak pernah menyangka jika pasangan itu masih bersama sampai sekarang. Meski tahun-tahun telah berlalu. Pasangan awet yang pastinya membuat banyak orang iri. Lila terdiam cukup lama di tempatnya. Disaat kesadaran menyadarkannya, dia berusaha menghindar dengan berbelok ke koridor lain. Dia tidak mau bersinggungan dengan mereka. Meski tidak ada jaminan mereka masih mengingat Lila. Hampir sepuluh tahun mereka tidak bertemu. Waktu yang terlalu lama untuk mengingat seseorang, meski hanya teman SMA. *** Lila sudah memarkir mobilnya di hotel tempat acara makan malam diadakan. Sejak tadi ibunya terlalu sering menelponnya untuk mengingatkan acara malam ini. Sampai Lila kesal dibuatnya. Dengan dress berwarna Sage yang panjangnya selutut Lila tampak cantik. Meski jarang dandan, dia harus berpenpilan baik saat bertemu dengan orang lain. Apalagi 'calon pasangannya'. Bukan untuk menarik perhatian laki-laki itu. Setidaknya dia harus menghargai dirinya sendiri. Padahal dalam hati, ia berharap laki-laki itu tidak tertarik kepadanya. Seorang pelayan restoran mengantarkan Lila ke sebuah ruangan. Ternyata semua keluarga sudah datang berkumpul. Hanya dirinya yang datang terlambat. "Maaf, saya terlambat datang, " Ucap Lila tidak enak hati. "Jadi ini yang namanya Lila?" Tanya Anan Murtopo. " Cantik sekali. " "Cucuku pastinya cantik. " Balas Amin Raharjo. Semua orang di sana tertawa mendengarnya. Begitu juga dengan Lila. Sampai pandangannya menangkap sosok yang ia kenal. Albara Murtopo. Jujur Lila terkejut melihat orang yang tadi pagi ia lihat di rumah sakit, sekarang ada disini. Tapi sedang apa laki-laki itu disini? Apa dia salah satu keluarga dari 'calon pasangannya' atau... Tidak. Tidak mungkin Bara yang akan di jodohkan dengannya. Ini pasti salah. Ini tidak mungkin. Lila berusaha bersikap normal. Dia kemudian berkenalan pada semua keluarga 'calon pasangannya'. Sampai akhirnya ia berjabat tangan dengan Bara. Laki-laki itu tersenyum padanya. Senyum yang sama seperti yang Lila ingat. Ternyata dugaannya benar, jika Bara adalah orang yang akan di jodohkan dengannya. Ini gila. Ini tidak mungkin. Apakah sekarang ia sedang bermimpi? Dulu. Dulu sekali, ia punya pengharapan Bara tahu jika ia menyukainya dan membalas perasaannya. Namun seiring berjalannya waktu keinginan itu pelan-pelan memudar sebab dia sadar, Bara tidak mungkin tertarik padanya dan sudah bersama dengan gadis lain. Dan sekarang masih dengan wanita yang sama seperti sepuluh tahun yang lalu. "Aku ngga nyangka ternyata orang yang dijodohin sama aku itu kamu, " Ucap Bara yang duduk di sebelahnya. Sejak kedatangannya tadi, tempat duduknya sudah diatur berada disebelah Bara. Mungkin niatannya untuk mendekatkan agar saling mengenal. Mendengar itu Lila hanya tersenyum simpul. Dia sekarang benar-benar bingung. Haruskah ia menerima perjodohan ini? Disaat dia tahu Bara masih bersama wanita lain. Tapi jika menolak, dia akan membuat kakeknya kecewa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN