Permintaan Tiga Wanita

1092 Kata
Seminggu sudah Violetta di rumah Leonel, entah sudah berapa kali dia harus melayani pria itu. Bahkan bisa setiap malam Leonel berada di kamar Violetta. Sampai-sampai para wanita Leonel merasa kesal, karena Leonel jadi jarang mengunjungi mereka. Mereka iri dan takut jika akhirnya akan tersingkir karena Leonel sudah memiliki wanita yang disukainya. "Kita tidak bisa diam saja, kalau terus begini aku yakin kita akan disingkirkan. Aku tidak bisa pergi dari sini," ucap Pauline. "Aku juga begitu, aku tidak mau kembali ke tempat kotor itu dan terpaksa melayani banyak laki-laki. Di sini kita hanya melayani satu laki-laki dan mendapatkan kemewahan," sahut Catrina. "Apalagi aku, mana mau aku kembali hidup susah dan tinggal di rumah kumuh orang tuaku dan bekerja di klub malam lagi. Aku sudah nyaman berada di sini dengan semua kemewahan ini," timpal Evelyn. "Kalau kamu sih bodoh, semua uang hanya dihabiskan untuk foya-foya. Harusnya kamu membantu keluargamu dan membuatkan mereka tempat tinggal layak, jadi kamu bisa punya rumah yang bisa ditempati sewaktu-waktu diusir dari sini. Tapi setiap aku beritahu, kamu tidak pernah mendengar. Uang hanya dibelikan tas dan pakaian mahal," sungut Catrina. "Aku juga membeli perhiasan kok untuk tabungan, aku bukannya tidak mau membelikan mereka rumah layak. Tapi keenakan bapak tiriku, dia akan semakin nyaman tinggal padahal dia tidak menafkahi keluarga. Sampai-sampai aku harus kehilangan perawan karena dijualnya dan uangnya dipakai berjudi," ungkap Evelyn alasannya. "Sudah, kenapa jadi kalian pula yang berdebat. Kita harus mencari cara supaya tetap bertahan di sini," ucap Pauline menengahi. "Iya tapi caranya bagaimana? Memangnya kamu punya caranya?" tanya Evelyn. "Kita ancam perempuan itu, agar dia tidak sok manis dan mencari perhatian Leonel terus-menerus. Aku yakin dia bersikap sok manis untuk menarik perhatian Leonel," ucap Catrina. "Tapi kamu tau sendiri, dia bahkan tidak keluar dari kamar. Dan cara itu tidak akan ampuh, bagaimana kalau kita minta Leonel agar mengijinkan perempuan itu berbaur dengan kita. Terus setelah beberapa saat kita baru lancarkan aksi, kita buang perempuan itu ketempat jauh. Agar dia tidak bisa menguasai Leonel lagi," timpal Pauline. "Tapi bagaimana kalau Leonel sampai tahu? Bisa mampus kita nanti?" tanya Evelyn dengan wajah takut. "Ya jangan sampai ketahuan, kita harus cari akan supaya bukan kita yang disalahkan. Kita jadikan dia kambing hitam, makanya kita harus mulai bersikap pura-pura baik dari sekarang. Kita minta Leonel untuk mengijinkan kita mendekati perempuan itu," jawab Pauline. "Aku sih asal aman ikut saja," ujar Catrina. "Ya aku juga kalau begitu," sahut Evelyn. "Ya sudah, kalau begitu ayo mulai beraksi. Kita ke ruang kerja Leonel sekarang," ucap Pauline dan beranjak dari duduknya. Mereka pun langsung menuju ke ruang kerja Leonel, karena memang tadi mereka melihat Leonel ke arah ruang kerjanya. Mereka mulai melancarkan aksi, dengan berjalan melenggak-lenggok yang dibuat seseksi mungkin. Pakaian minim yang mereka kenakan, membuat gumpalan-gumpalan padat berisi seolah hendak melompat keluar. Mereka mengetuk pintu, terdengar suara Leonel dari dalam. "Masuk," jawab Leonel. "Sayang, kami merindukanmu. Kamu tidak pernah mengunjungi kami lagi," rengek Pauline saat membuka pintu. "Aku sedang sibuk, tidak ada waktu menemui kalian." Leonel memutar kursi kerjanya menghadap ke arah kirinya. "Tapi biasanya kamu masih punya waktu untuk kami, tau kah Baby betapa kami tersiksa merindukanmu." Evelyn ikut merayu dan mendekati lalu langsung duduk di pangkuan Leonel. Terlihat wajah kesal Pauline yang berniat melakukan hal itu lebih dulu, tapi Evelyn malah mendahuluinya. Pauline terpaksa duduk di meja menghadap ke arah Leonel dengan kedua paha terbuka. Sementara Catrina berdiri di belakang kursi Leonel dan memijat punggungnya dengan lembut. "Bos, saya keluar dulu." Zack langsung pamit merasa tidak nyaman dengan pemandangan di hadapannya saat ini. Leonel mengangguk, dengan tangan meremas p******a milik Evelyn yang sejak tadi seolah hendak meloncat keluar. Evelyn bergelayut manja dan menciumi leher Leonel. "Harusnya dalam seminggu kami mendapatkan jatah dua hari, tapi Sayang sama sekali tidak mengunjungi kami seminggu ini. Apa Sayang sudah bosan karena sudah mendapatkan mainan baru," ucap Pauline. seraya mengusap pipi Leonel. "Bukan begitu, kalian juga tau aku sibuk mengurus beberapa pekerjaan. Jadi tidak banyak waktu, harusnya kalian mengerti itu. Kalian bukan baru kemarin di sini," jawab Leonel. "Biasanya selelah apapun, Sayang pasti mencari kami. Malah kamilah obat lelah itu, kami sedih karena merasa diabaikan. Kami sudah mengalah, saat gadis baru itu tinggal di kamar utama. Padahal kami saja tidak pernah ke sana, kami juga mencoba sabar saat rindu tapi diabaikan. Dia tidak berbaur dengan kami seolah dia istimewa, Sayang tau kan perasaan kami." Pauline mulai memasang raut wajah sedih, diikuti Catrina dan Evelyn. "Bener, Tuh. Kami sedih karena merasa kurang mendapatkan perhatian darimu, Beb. Padahal kami juga ingin diperhatikan, apa salah kami ingin mendapatkan hak kami seperti biasanya. Apa kamu, tidak lagi membutuhkan kami. Aku lebih baik mati daripada harus berpisah," sahut Catrina. "Iya, Baby. Kami hanya merindukan sosokmu," timpal Evelyn manja. "Ya sudah, kalau begitu hari ini akan menjadi giliran kalian. Kita bercinta sama-sama mau?" tanya Leonel. Ketiganya terdiam, karena baru kali ini Leonel ingin bercinta dengan mereka secara bersamaan. Selama ini, mereka mendapatkan giliran yang adil, tanpa pernah bersama-sama sekaligus. "Apa tidak lebih baik masing-masing, pertama denganku dulu baru yang lainnya?" tanya Pauline. "Aku tidak punya waktu untuk itu, kalau kalian mau aku akan melayani kalian sekaligus. Lagipula kalian belum pernah kan mencoba sensasinya?" "Memangnya Sayang kuat melayani tiga orang sekaligus?" tanya Pauline. "Kenapa tidak, apa kalian meragukan kekuatanku?" tanya Leonel seraya meraih bagian intim Pauline dan menggosoknya dengan jari. "Ouh, Sayang." Pauline refleks merintih, miliknya yang sudah seminggu tidak di sentuh merasakan denyutan luar biasa saat disentuh Leonel. "Ya sudah, ayo kita ke kamar. Kalian mau di kamar siapa?" tanya Leonel. "Kamarku saja, bukankah ranjangku lebih luas. Dan di sana juga ada alat seks yang bisa kita gunakan," sahut Pauline. "Sudah ayo berdiri dan ke kamar Pau-pau!" ajak Leonel. "Gendong," rengek Evelyn. "Manja banget sih kamu, sudah jalan saja. Kamu itu berat," sungut Catrina. "Mana ada aku berat, emangnya kamu." Evelyn tidak mau kalah karena merasa badannya yang paling mungil. "Sudah-sudah, sepertinya Eve sedang ingin di manja. Ayo kita ke kamar!" ajak Leonel dan langsung menggendong Evelyn untuk keluar dari ruang kerjanya. "Apa-apaan sih dia tuh, sok-sokan manja." Catrina masih kesal dan meraih lengan Pauline untuk mengadu. "Sudah biarkan saja, nanti di kamar kamu bisa ambil kendali. Setelah kita selesai bercinta, kita minta dia mengijinkan kita mendekati gadis baru itu. Bukankah itu tujuan kita," bisik Pauline. "Iya juga ya," sahut Catrina tersenyum. Mereka langsung menuju ke kamar Pauline, setibanya di sana Leonel melemparkan Evelyn ke atas tempat tidur. Dengan kekehan kegirangan, Evelyn langsung membuka pakaiannya. Leonel ikut membuka pakaian miliknya, sementara Pauline dan Catrina baru masuk dan menutup pintu. "Aku ambil alat seksnya dulu ya," ujar Pauline dan membuka walk in closed miliknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN