20. Best Decision

1306 Kata
“Apa?!” pekik Selena. Matanya melotot dan seketika napasnya tertahan. “Ya,” jawab Kim Seo Joon santai. Tampak Selena menarik napas lalu membanting punggungnya ke belakang. Gadis itu memalingkan wajahnya ke samping dan mengembuskan napasnya dengan kasar. “Bagaimana?” Kim Seo Joon kembali bertanya. Dan kali ini dia memberikan tatapan serius kepada Selena. Selena kembali memutar pandangan. Menatap pria Kim di depannya. Tampak keningnya mengerut. Memandang Kim Seo Joon beberapa detik dalam diam. Selena seperti tersesat. Wanita itu seakan sedang berdiri di persimpangan. Di satu sisi ada kesempatan brilian dan di sisi lain ada masa depannya. “Aku butuh waktu untuk berpikir,” kata Selena. Kim Seo Joon memperhatikan raut wajah Selena yang perlahan-lahan berubah menjadi kegelisahan. Matanya bergerak gelisah. Mencari-cari alasan yang lain untuk membantah, akan tetapi Kim Seo Joon telah sepenuhnya benar. Hingga Selena hanya bisa berdiam diri dan memaksa otaknya untuk berpikir bijak. Sementara di depannya, terlihat jika ekspresi Kim Seo Joon tampak biasa saja. Bibirnya mengerucut dan sekarang pria itu menganggukkan kepalanya dengan gerakan lambat. “Baiklah,” ucap Seo Joon. Pria itu menatap Selena. “Hubungi aku jika kau sudah membuat keputusan.” Pria itu menepuk kedua paha sebelum bangkit dari tempat duduknya. Selena kembali menghela napas lalu mengembuskannya dengan cepat. Bola mata Selena bergerak. Lewat sudut matanya, dia mengawasi punggung kokoh milik si pria Asia yang barusan memberikan tawaran dengan ibalan yang besar, tetapi juga dengan taruhan yang tak kalah berat. Mulut Selena terbuka melepaskan desahan berat. Seketika Selena dilanda kebimbangan. Di satu sisi dia ingin pekerjaan itu dan dia tahu kalau tawaran Kim Seo Joon tak akan datang dua kali. Selena paham semua itu. Namun, di sisi lain, ada hal yang harus ia pertaruhkan dan semuanya menyangkut masa depannya. Selena benar-benar dilema. *** “Lo kenapa, Len, dari tadi lo diem aja.” Kirana datang sambil membawa dua seloki berisi caramel macchiato. Gadis itu memberikan salah satu seloki pada Selena. Dua orang gadis Indonesia itu sedang bersantai di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari kampus mereka. Kirana mengirim pesan pada sahabatnya kalau dia sedang menunggu Selena di kedai kopi tersebut dan Selena langsung datang setelah jam terakhirnya selesai. “Makasih, Ra.” “Hem. Sekarang lo cerita sama gue.” Selena tak langsung menjawab. Gadis itu lebih memilih untuk menyesap minumannya. Pandangannya berubah kosong dan itu membuat Kirana mendesah kecewa. “Len!” panggil Kirana. Sedikit menaikkan nadanya. Selena bergeming. Manik cokelatnya bergerak menatap Kirana. “Kalau aku cuti bisa gak, ya?” “Apa?!” pekik Kriana. Gadis itu mencondongkan wajahnya ke depan. “Lo mau cuti?” Selena mengangguk. “Hem. Setahun. Aku harus bekerja untuk mengumpulkan uang.” “Len ….” “Lagi pula kalau aku terus kuliah siapa yang akan membayar biaya kuliahku? Sulit mencari pekerjaan paruh waktu di New York yang bisa mempekerjakan seorang gadis yang masih kuliah.” Kirana mendelikkan matanya ke atas kemudian mendesah. Gadis itu kembali membanting punggungnya ke belakang. “Terus lu mau kerja di mana, Len?” tanya Kirana. Selena kembali menunda untuk langsung menjawab pertanyaan sahabatnya. Gadis itu butuh sesuatu untuk membasahi kerongkongannya yang kering. Dengan gerakan pelan, Selena membawa punggungnya ke sandaran kursi lalu menegak minumannya. “Selena, came on ….” “Oke,” ucap Selena. Gadis itu kembali mencondongkan tubuhnya ke depan lalu menaruh kedua tangan di atas meja. “Aku mendapat tawaran pekerjaan dari The King Holdings. Mereka salah satu perusahaan multinasional di New York. Perusahaan itu berkembang pesat di Asia dan beberapa bulan yang lalu aku sempat mengirim lamaran ke sana dan waktu itu aku ditolak,” ujar Selena. Dia menjeda ucapannya dan kembali menatap Kirana lewat sudut matanya. “Lalu?” tanya Kirana. Dahinya terlipat dan keningnya melengkung ke tengah. Selena butuh satu tarikan napas untuk meneruskan kalimatnya. Dia yakin kalau sebentar lagi Kirana akan berteriak padanya. “Hari ini salah satu dari mereka mendatangi aku.” “Oh ya?” tanya Kirana. Nadanya masih terdengar rendah. Tak ada gelombang emosi di sana, walau tatapan Kirana mulai tampak menyelidik. Selena kembali menyesap caramel macchiato di tangannya sambil mengunci tatapan pada Kirana. Mengawasi perubahan mimik wajah temannya. “Selena!” Dan sekarang dia mulai tidak sabar. “Ya, mereka datang dan menawarkan aku sebuah posisi di perusahaan itu.” “Loh … bagus dong.” Kirana mencondongkan tubuhnya. “Apa masalahnya? Kamu sudah dapat pekerjaan bagus terus kenapa kamu mau cuti?” tanya Kirana. “Ya. Karena pekerjaanku dimulai pukul sembilan pagi sampai pukul lima sore. Bagaimana aku kuliah?” Beberapa detik dipenuhi keheningan. Hanya terdengar suara dari audio yang disetel otomatis di kedai kopi ini. Sejurus kemudian Kirana mendesah kasar. Gadis itu kembali membanting punggungnya ke belakang. Kirana melipat kedua tangan di depan d**a dan melempar tatapan ke luar jendela. “Aku juga harus bekerja dari hari senin sampai sabtu. Tidak ada waktu untuk belajar apalagi kuliah,” ujar Selena. Kirana memutar pandangan. Menatap Selena dengan tatapan sinis. “Lo kenapa gak mau kerja di perusahaan sir Edmun, sih?” Selena berdecak kesal. “Aku gak mau selalu bergantung padamu, Kirana. Lagi pula kalau aku kerja di perusahaan sir Edmun bukannya sama saja? Apakah ada perusahaan yang memperbolehkan pegawainya mengatur jam kerja sendiri?” Kirana mendengkus lalu kembali memalingkan wajah. Gadis itu memilih untuk menyeruput minumannya. “Terserah lu deh!” tukas Kirana. Putus asa. Selena hanya bisa mengulum bibir lalu tersenyum kecut. Sebenarnya bukan pilihan yang bagus. Selena tahu persis betapa sulitnya mengurus cuti kuliah di kampus ini. Dia juga harus bersiap dengan segala konsekuensi. Namun, Selena teringat perkataan Kim Seo Joon. ‘Untuk bekerja di perusahaanku, kau harus rela mengambil cuti. Seperti pekerja kantoran pada umumnya. Kau juga harus professional. Walau pun aku datang dan merekrutmu, tapi kau tetap harus mengikuti prosedur dan peraturan perusahaan. Aku tak bisa mengistimewakan dirimu hanya karena aku tertarik dengan akademismu. Jadi … apa kau mau menerima tawaranku?’ Selena menarik napasnya dalam-dalam. Situasi ini menuntutnya berpikir cerdas untuk mengambil keputusan yang tepat. “Bunda Iam tahu gak?” tanya Kirana. Selena bergeming dan kembali membawa atensi penuhnya pada Kirana. “Dia gak boleh tahu, Ra,” ucap Selena. Dia menatap seloki dalam genggamannya. “Kalau bunda tahu aku cuti kuliah, dia akan sedih. Ujung-ujungnya malah nyalahin diri sendiri. Aku gak mau. Bunda harus tetap berpikir kalau aku kuliah dan aku baik-baik saja.” “Selena ….” Panggilan itu terdengar begitu lirih membuat siapa pun bisa menangkap rasa khawatir yang besar dari Kirana. “Lo gak bisa seperti ini,” ucap gadis itu. Kirana memandang Selena dengan mata memelas, tetapi wajahnya terlihat kesal. “Sesekali jangan terus memikirkan perasaan orang lain. Kalau lo udah gak sanggup, lo tinggal bilang. Please, Len. Gue tahu kalo lo sayang banget sama bokap nyokap lo, tapi ini hidup lo, Selena. Your life is yours and you have a rule for your life,” ujar Kirana. “Iya, Ra. Aku paham, tapi kamu juga tahu kalau keluargaku lagi ditimpah masalah besar. Aku gak mau bikin bunda lebih tertekan lagi.” Selena mendesah panjang sampai kedua bahunya ikut melemas. Kirana mendengkus. “Ya sudah, Len. You have made a decision and I can only give you support,” ujar Kirana. “Thank’s, Ra. Kamu memang yang terbaik.” Kirana mengulum bibirnya membentuk senyum simpul. Gadis itu mengangguk lalu bangkit dan mengambil tempat di samping Selena. Kirana meraih tubuh Selena kemudian merangkulnya dengan erat. “Hidup lu berat amat sih, Len. Hem?” gumam Kirana. Gadis itu mengusap punggung Selena sambil terus mempererat pelukannya. “It’s okay, Ra. Aku yakin kalau aku mampu. Aku punya Tuhan yang gak pernah tutup mata dan aku juga punya kamu yang selalu support aku,” ujar Selena. Kirana dan Selena tertawa rendah. Setidaknya Selena sudah merasa sangat lega. Awalnya dia sedikit bimbang. Namun, setelah mendapat dukungan dari Kirana, Selena jadi yakin kalau dia sudah membuat keputusan yang benar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN