Usai makan malam, Mereka kembali ke kamar masing-masing. Devita baru saja duduk di tepi ranjang setelah menggosok giginya, ia harus bangkit lagi dari duduknya karena ponselnya yang ada di atas meja belajar berbunyi.
"Mas Fahri" gumamnya.
Fahri : Assalamullaikum, sedang apa?
Devita : Walaikum salam, mau tidur Mas.
Fahri : Tidur cepat ya? Maaf, aku cuma ingin tahu, hasil ujiannya bagaimana?
Devita : Dua hari lagi baru pengumuman, Mas.
Fahri : Semoga hasilnya bagus ya, dan bisa masuk ke Perguruan Tinggi yang kamu inginkan, aamiin.
Devita : Aamiin, terimakasih Mas.
Fahri : Devira bagaimana, jadi menikah setelah lulus?
Devita : Insya Allah jadi, Mas.
Fahri : Kamu sendiri, tidak ingin nikah muda juga?
Devita : Saya ingin kuliah, Mas.
Fahri : Kuliah tetap bisa jalan kok meskipun sudah menikah.
Devita : Tapi takut tidak bisa membagi waktu nanti, Mas.
Fahri : Pasti bisa kok
Devita bingung, kenapa Fahri ngotot membahas soal nikah dan kuliah. Ia tidak membalas pesan Fahri.
Fahri : Vita, kamu ketiduran.
Devita : Tidak Mas
Fahri : Vita, kalau aku melamar kamu, diterima tidak?
Mata Devita melotot ke arah layar ponselnya, ia tajamkan penglihatannya, ia baca kata demi kata kalimat terakhir yang dituliskan Fahri. Tidak dapat dipungkirinya, hatinya berbunga-bunga.
Fahri : Kalau kamu menerima lamaranku, dan bersedia menjadi istriku, aku tidak akan melarangmu melanjutkan pendidikanmu. Kamu tetap bisa kuliah dan mengejar impianmu.
Hati Devita bergetar membaca pesan Fahri, sesungguhnya hatinya sudah bergetar sejak pertama kali melihat Fahri bicara dengan Pak Husni malam itu. Tapi Devita berusaha mengusir rasa itu dari dalam hatinya.
Fahri : Vita, tolong jawab aku. Maukah kamu menjadi istriku? Melamar lewat pesan seperti ini memang tidak bagus, tapi aku kesulitan untuk bertemu langsung denganmu.
Devita memejamkan matanya, lalu menarik napasnya. Meski ia bahagia karena Fahri punya perasaan yang sama dengannya, tapi ia tidak ingin gegabah dalam memutuskan hal yang sangat penting bagi hidupnya. Mereka baru saja saling kenal, belum tahu banyak hal tentang diri dan keluarga mereka.
Fahri : Vita?
Devita : Maafkan saya Mas, Saya belum bisa menjawab sekarang. Beri saya waktu untuk berpikir.
Fahri : Aku mengerti, kita memang baru kenal, tapi aku ingin kamu tahu, kalau aku ingin serius denganmu. Aku ingin kamu tahu, kalau perhatianku selama ini karena aku sudah jatuh cinta pada pandang pertama denganmu. Tapi aku tidak akan memaksamu, kamu bisa berpikir selama yang kamu mau. Aku bersedia menunggu jawabanmu. Kalau kamu bersedia, aku akan langsung meminangmu pada orang tuamu. Selamat beristirahat Vita. Selamat malam, assalamuallaikum.
Devita : Walaikum salam.
Devita menggenggam ponselnya dengan tangan bergetar. Dilamar seorang pria yang baru ia kenal tentu adalah hal yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Apa lagi dilamar lewat pesan di ponsel, tentu saja bukanlah hal yang romantis pastinya. Tapi Devita harus mengakui keberanian Fahri yang berani melamarnya. Meskipun bisa dibilang mereka hanya sempat beberapa kali bertemu. Tapi Vira tahu, Fahri sudah mampu mengambil hati Papinya. Karena mereka berdua punya kesenangan yang sama, yaitu memancing.
Devita membatalkan niatnya untuk berbaring di ranjang, saat ia mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumah, ia mengintip lewat jendela. Terlihat Pak Jani, Satpam yang giliran jaga membukakan pintu pagar.
Tampaknya Pak Jani sudah mengenal siapa yang ada di dalam mobil. Mobil masuk ke halaman rumah, tapi Devita tidak bisa melihat siapa orang yang ke luar dari dalam mobil. Dan tidak bisa mengenali mereka dari mobil yang mereka pakai. Karena rasa penasaran di dalam hatinya, ia ke luar dari kamarnya. Devita melihat orang tuanya sudah berada di dasar tangga. Devita menuruni anak tangga dengan perlahan, agar suara langkahnya tidak terdengar.
Devita mencoba melihat ke ruang tamu, siapa yang datang bertamu malam-malam begini. Tapi ia tidak bisa melihat wajah tamu yanf datang. Terdengar isakan samar dari ruang tamu, Devita tidak bisa mengenali itu suara siapa. Hal itu semakin membuatnya penasaran saja.
"Siapa?"
Devita hampir terlompat karena terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba di dekatnya. Ia menolehkan kepalanya, Devira ikut mengintip di dekatnya. Dua bersaudara itu mengintip, karena rasa ingin tahu, apa yang membuat tamu orang tua mereka menangis.
"Tidak tahu, Kak." Devita menggelengkan kepala. Karena ia memang tidak tahu siapa yang datang.
"Seperti suara Om, dan Tante Lazuardi" bisik Devira.
"Ada apa ya Kak. Kenapa Tante Lazuardi menangis?"
"Mana aku tahu, eeh Mami." Mereka ingin sembunyi saat melihat Mami mereka menuju ke arah dalam.
Tapi Mami mereka ternyata melihat mereka.
"Kalian ngintip, nguping!?" Tanya Bu Devina pada kedua putrinya.
"Maaf, Mi" sahut Devita. Kepalanya menunduk dalam melihat kegusaran dari sikap Maminya. Berbeda dengan Devira yang langsung bergelayut manja di lengan Maminya.
"Keluarga Lazuardi ya Mi, ada apa? Kenapa Tante Lazuardi menangis begitu? Apa ini ada hubungannya dengan pernikahanku, Mi?" Devira memberondong Maminya dengan pertanyaan.
"Devira, kamu ikut ke luar, ada yang harus kami bicarakan denganmu. Devita, kamu beritahu Bibik, buatkan minum untuk lima orang, setelah itu kembali ke kamarmu, jangan mengintip, atau menguping, paham!" Devina menatap tajam mata putrinya.
"Baik, Mi." Devita menganggukan kepalanya, lalu langsung menuju dapur untuk melakukan perintah Maminya. Sementara Maminya dan Devira masuk ke ruang tamu, menemui keluarga Lazuardi yang tampaknya sedang berduka.
Devira tidak tahu ada apa, tapi perasaannya tidak enak, ia yakin sesuatu yang buruk telah terjadi, dan ini pasti ada hubungannya dengan pernikahannya dengan Rama. Apa lagi setelah Devira melihat nyonya Lazuardi menangis sesunggukan, lalu nyonya Lazuardi memeluknya dengan erat, sambil terus menyebut nama Rama. Tapi itu tidak menjelaskan apa-apa bagi Devira. Ia masih bingung, dan penasaran, hal buruk apa yang sudah terjadi pada Rama.
Apakah Rama....
Devira tidak sanggup melanjutkan dugaannya, ia takut menerima kabar buruk yang akan menghancurkan harapan, dan mimpi-mimpinya untuk menjadi seorang Nyonya Lazuardi. Hal yang paling ia inginkan saat ini.
"Ada apa Tante?" Tercetus juga pertanyaan dari bibir Devira. Ia tidak tahan lagi menyimpan rasa penasarannya. Ditatapnya Nyonya Lazuardi yang wajahnya bersimbah air mata.
"Tante?" Devira menunggu Radea menjawab rasa penasarannya.
"Rama ... dia ...."
BERSAMBUNG