Book 2 PART. 6 MEMINTA JAWABAN

921 Kata
"Kami mengerti" Bu Devina akhirnya menganggukan kepala. "Nanti biar pengacara kita yang mengurus semuanya" ujar Bu Radea. Pembicaraan mereka berlanjut ke masalah pernikahan yang akan dilakukan bulan depan, semua hal menyangkut pernikahan, keluarga Lazuardi yang mengurusnya. Bu Devina kembali terlihat sangat antusias membahas masalah pernikahan, masalah surat perjanjian ia lupakan sejenak, baginya hal itu bisa dicarikan jalannya nanti. Setelah cukup lama berbincang, keluarga Malik pamit pulang. Di dalam perjalanan pulang. "Mi, bagaimana dengan surat perjanjian pra nikah itu?" Tanya Devira. "Tenang saja, besok kita bicarakan ya" jawab Bu Devina, karena ia tidak ingin rencananya terdengar oleh suaminya. "Mami sudah punya rencana baru?" Tanya Devira berbisik, agar tidak terdengar supir dan papinya yang duduk di jok depan. "Pssst, besok saja kita bicarakan, oke Sayang. Kamu tidak usah memikirkan, cukup turuti semua perintah Mami saja, paham?" Ujar Bu Devina juga berbisik. "Paham, Mi" Devira menganggukan kepalanya. Sementara itu di rumah megah keluarga Lazuardi. Arya baru saja datang dan masuk ke dalam rumah. Ia disambut dengan wajah masam ibunya.Bu Radea mengikuti langkah kaki Arya ke kamar. "Dari mana?" "Dari Banjarmasin" jawabnya acuh tak acuh. "Bunda sudah bilang, pulang sebelum malam, karen Bunda mengundang keluarga Malik untuk makan malam di sini. Lalu kenapa kamu mengabaikan ucapan Bunda!" "Aku sudah bilang, aku tidak mau menikah dengan Devira, Bunda!" "Kenapa? Apa kamu masih ingin meneruskan apa yang kamu lakukan di luar negeri sana!? Apa kamu ingin semua orang tahu kalau Rama Aryaputra Lazuardi punya kehidupan seks menyimpamg!? Dengar Arya, Bunda hanya ingin kamu kembali sebagai Arya yang normal, karena itulah Bunda mendesakmu untuk segera menikah!" "Tapi tidak harus dengan Devira, bukan!?" Arya menatap Bu Radea tepat di bola mata ibunya itu. "Memangnya kamu punya wanita pilihanmu sendiri? Tidak bukan, jadi kamu harus menikah dengan wanita pilihan Bunda!" Seru Bu Radea mulai terlihat kesal. Arya diam, ingin ia katakan kalau ia ingin menikahi Aisah, tapi ia belum mendapat jawaban dari Aisah. "Aku lelah Bunda, ijinkan aku istirahat" pinta Arya akhirnya. "Hehhh, baiklah, nanti kita bicarakan lagi" Bu Radea meninggalkan kamar putranya. Arya menatap punggung ibunya, lalu menutup dan mengunci pintu. Arya duduk di tepi ranjang, ia sudah mengambil keputusan, untuk segera meminta jawaban dari Aisah. Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Arya menghempaskan punggungnya ke atas ranjang. Wajah lembut Aisah berkelebat di matanya, Arya memejamkan matanya, wajah itu seakan menempel di benaknya. Arya bangun dari berbaringnya, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. *** Pagi sekali mobil Arya sudah memasuki pekarangan rumah Pak Ipin. Aisah yang sedang menyapu halaman menghentikan aktivitasnya. Ia berdiri menunggu Arya ke luar dari dalam mobil, dengan sapu lidi masih ada di tangannya. "Assalamuallaikum" Arya menyapa Aisah begitu ia ke luar dari mobilnya. "Walaikum salam" sahut Aisah dengan tatapan ke wajah Arya. "Orang tuamu ada?" "Ada di dalam" jawab Aisah sambil menunjuk ke arah rumah. "Bisa kita bicara?" "Bicara apa A" Aisah mendongakan kepalanya agar bisa menatap wajah Arya yang berdiri di hadapannya. "Tentang tawaranku waktu itu" jawab Arya. Aisah mengerjapkan matanya, ia tidak memikirkan tawaran Arya lebih jauh, karena ia pikir Arya hanya asal bicara saja. "Ais...Ais.." suara Pak Ipin memanggil dengan nada panik, Aisah melepaskan sapu lidi di tangannya, lalu berlari menuju pintu rumahnya. Arya mengikuti dari belakang. "Mama'.." Aisah berseru kaget, saat melihat ibunya tergeletak di kamar mandi. "Kita bawa ke rumah sakit sekarang" Arya bergerak cepat, diangkatnya tubuh Bik Siah. "Kamu masuk dulu Aisah, pangku kepala ibumu!" Seru Arya pada Aisah. Aisah masuk ke dalam mobil Arya. Baru Arya memasukan Bik Siah dan membaringkan di atas jok belakang mobil dengan kepala berada di atas pangkuan Aisah. Setelah itu Arya membantu Pak Ipin, yang tengah menutup semua jendela dan pintu. Setelah selesai, Arya membantu Pak Ipin masuk ke mobilnya. Dengan tergesa, Arya menjalankan mobilnya menuju rumah sakit. Terdengar isakan Aisah di belakang. "Kenapa Pian kada mengiau ulun mun handak ke kamar mandi, Ma'? (Kenapa tidak memanggil saya kalau ingin ke kamar mandi, Bu)" Gumam Aisah diantara isakannya. "Terimakasih Nak Arya, untung ada Nak Arya" "Tidak usah berterimakasih Paman, tugas sesama manusia untuk saling membantu, apa lagi Paman sekeluarga bukan orang lain bagiku" jawab Arya. Tidak ada lagi pembicaraan diantara mereka, sampai mereka tiba di rumah sakit. Bik Siah masuk ruang ICU, ia harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, Bik Siah harus segera dioperasi karena ada pembuluh darahnya yang pecah akibat tekanan darah yang terlalu tinggi. Masalah biaya operasi memang tidak jadi kendala, karena mereka menjadi peserta dari jaminan kesehatan yang berasal dari pemerintah. Tapi tetap saja mereka butuh biaya, untuk makan dan lainnya selama Bik Siah di rumah sakit. Sedang Aisah tidak mumgkin berjualan, karena tidak mungkin ia membiarkan ayahnya menjaga ibunya sendirian. Aisah menemani Bik Siah di dalam ambulance yang membawa mereka ke rumah sakit besar di Banjarmasin. Sedang Pak Ipin ikut di mobil Arya, yang mengikuti di belakang ambulance. Aisah menggenggam jemari ibunya, ia terus berdoa agar Allah berkenan menyelamatkan nyawa ibunya, dan memberikan kesehatan serta umur panjang bagi ibunya. Air matanya terus mengalir, kesedihan mendalam membuatnya tidak berhenti menangis. Tapi, meskipun cobaan yang datang beruntun menerpa keluarga mereka, tapi Aisah tetap mencoba berpikir positif. Ia yakin, tidak ada kesulitan tanpa penyelesaian, dan tidak ada cobaan tanpa akhir. Pandangan Aisah di arahkan ke luar jendela belakang ambulance, ia bisa melihat mobil Arya di belakang mobil ambulance. Ia jadi teringat dengan tawaran Arya, tentang pernikahan di atas perjanjian. 'Ya Allah, apakah Kau kirim dia untuk jadi penyelamat dalam keluarga kami? Apakah aku harus menerima tawarannya, agar bisa membuat kedua orang tuaku bahagia? Agar mereka bisa hidup lebih layak, dan bisa mendapatkan pengobatan yang lebih baik.' BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN