Mereka hening dan hanya terdengar langkah kaki mereka di lorong. Ternyata lorong itu tidak begitu panjang hingga mereka sampai pada ujungnya yang merupakan sebuah pintu kayu. Mike meraih daun pintunya dan mendorongnya. Terkunci. Ia berpikir lama di depan pintu kayu itu. Tidak ada lubang kunci atau tempat apa pun yang bisa dijadikan panel.
“Mike ?” panggil Nic pelan. Suaranya bergaung di lorong itu.
“Jangan mengangguku dulu, Nic !” bentak Mike yang berpikir keras.
“Li...lihat ke bawahmu Mike...” gugup Nic.
Mike yang sedang berpikir pun menunduk untuk melihat apa yang dikatakan Nic. Ia terlonjak seketika.
Darah !!! Ia menginjak genangan darah segar yang mengalir dari bawah pintu. Mike langsung mundur dan jejak kakinya menjadi berwarna merah. Nic dan Steve telah mundur dan melihat dengan ngeri genangan darah itu.
“Apa ada orang di dalam ? Darah ini masih segar...” kata Steve mengamati darah itu. Ia telah berjongkok meninggalkan Nic untuk melihat genangan darah yang semakin melebar.
“Sepertinya dia terluka ?” tebak Mike.
“Mungkin lebih tepatnya dibantai ? Tidak mungkin terluka bisa membuat darah yang begitu banyak begini.” simpul Nic. Ia telah berjuang untuk menghadapi rasa takutnya dan ikut mendekat ke arah mereka.
“Ayo ! Cari apapun yang mungkin bisa membuka pintu ini, barulah kita bisa tahu apa yang terjadi di dalam.” perintah Mike. Mereka langsung menoleh ke sekeliling untuk mencari panel pintu seperti pintu-pintu sebelumnya.
Saat sedang mencari, Steve tersandung oleh salah satu tengkorak dan ia terjatuh. Terdengar denting logam jatuh pada saat ia tersandung. Steve yang seharusnya mengumpat karena tersandung malah langsung menoleh cepat ke arah tengkorak itu. Mike dan Nic juga melakukan hal yang sama. Steve tiba-tiba melihat sesuatu yang berkilau di lantai. Ada yang terjatuh dari saku baju tengkorak itu. Dipungutnya barang itu ternyata sebuah kunci emas yang telah buram dan kotor. Diperhatikannya kunci itu dan ia menoleh memandang Mike dengan heran.
“Ta...tapi tidak ada lubang kunci di pintu ini.” kata Mike seolah bisa menjawab pertanyaan yang ada di pikiran Steve.
“Lihat ini !” kata Nic tiba-tiba. Tidak ada yang sadar kapan Nic berpindah ke arah pintu kayu. Nic menunjuk bagian tengah di pintu kayu. Mike dan Steve memperhatikan pintu itu. Steve telah berdiri dan mendekati pintu itu juga.
Nic menggeser kayu yang berwarna sama dengan pintu kayu itu. Mereka berdua kaget dengan rahasia yang tersembunyi itu. Begitu kayu itu bergeser, terlihatlah sebuah lubang kunci berwarna hitam legam.
“Nic ! Bagaimana kau tahu ???” heran Mike yang terkagum-kagum.
“Aku hanya meraba-raba pintu ini. Saat Steve menemukan kunci itu, aku langsung berpikir mungkin ada lubang kunci rahasia di sini. Ternyata benar, ada bagian yang agak menonjol di pintu ini.” jelas Nic memandang mereka.
“Oh my God, babe kau betul-betul pintar !” puji Steve dan menepuk pundak Nic.
Steve langsung memasukkan kunci itu dan memutarnya. Terdengar bunyi klik dan pintu membuka. Perlahan, mereka berjalan masuk ke dalam.
Jantung Mike hampir berhenti berdetak saat melihat ke dalam ruangan. Tidak ada darah di lantai ! Ia menoleh ke belakang dengan cepat dan nafasnya memburu ketakutan. Tidak ada genangan darah yang ia lihat tadi bersama Nic dan Steve. Raut wajah keduanya berubah menjadi ngeri.
“Ba...bagaimana bisa ?” gumam Mike pelan.
Sekujur tubuhnya mulai gemetar. Diarahkannya obor yang dibawanya ke sekeliling ruangan dan ia memandang ruangan yang ia masuki. Ada jendela-jendela dengan kaca gelap di sekeliling dindingnya padahal ruangan itu ada jauh di bawah tanah. Sebuah rak buku berdiri kokoh di belakang sebuah meja belajar yang menghadap mereka. Ada kursi berlengan yang cukup mewah di balik meja. Sebuah pasung tergeletak di sudut ruangan dengan sebuah mangkuk berbahan stainless steel di dekatnya. Hanya di ruangan ini tidak ada darah berserakan seperti di lorong. Malah kesannya cukup rapi.
Mike mendekati meja itu dan melihat ada beberapa barang tertata di sana. Sebuah catatan terhampar di meja. Kosong. Beberapa buku ditumpuk rapi di sebelah kanan. Ada lampu klasik di ujung meja dan satu set pena bulu.
“Ruang kerja ?” gumam Steve. Mike mengangguk pelan tanpa menoleh ke belakang. Ia menyisiri pinggiran meja dan mengambil catatan itu dari meja. Dibaliknya halaman demi halaman. Tetap saja kosong tanpa coretan sedikitpun.
Mike bergerak mengambil buku yang berada paling atas tumpukan di meja. Buku sejarah klasik yang telah menguning. Diletakkannya kembali dan mengambil buku dibawahnya lagi. Mike terdiam melihatnya.
Sebuah buku harian berwarna biru gelap dengan tinta emas di sampulnya. Ada inisial nama di ujungnya, 'NH' yang ditulis penuh ukiran. Mike merasa pernah melihat tulisan ini sebelumnya. Tapi, ia tidak bisa mengingat tulisan siapa itu.
Dibaliknya halaman pertama, isinya seperti buku harian anak perempuan berusia 18 tahun, pikir Mike. Ditutupnya buku harian itu dan ia memeriksa buku lainnya di meja. Hanya buku-buku literatur yang sulit dimengerti dan telah berjamur.
“Ada yang kau temukan ?” tanya Steve. Mike menyelipkan buku harian itu ke dalam jaketnya lalu menggeleng pada Steve. Hal itu tidak sulit dilakukan karena ruangan cukup gelap.
“Kita kembali saja.” kata Mike berjalan melewati mereka dan keluar dari ruangan itu. Ia tidak mau memberitahu mereka soal buku harian yang ditemukannya karena ia tidak ingin melibatkan mereka lebih jauh.
Ketiganya langsung keluar dari ruangan itu dan Mike menutup kembali pintunya. Belum lama ia menutup pintu itu, tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan dari dalam ruangan itu.
“To...long... Aku di sini...” panggilnya dengan menyayat hati.
Mike langsung merinding saat itu juga dan ia menoleh memandang Nic. Steve juga memandangnya. Ditatap oleh kedua pria itu, Nic seolah bisa menjawab pertanyaan mereka.
“Bukan aku yang bicara.” katanya bingung. Ia juga ketakutan mendengarnya.
“Kemarilah... kemarilah...” panggil suara itu terus menerus. Mereka langsung membisu dan mulai berkeringat dingin. Mike malah merasa ia sulit untuk bergerak dari tempatnya.
PRAAANNGG !!
Suara barang pecah terdengar dari ruangan yang telah ditutup Mike. Mereka tersentak dan menoleh ke arah pintu. Nafas mereka memburu cepat secepat jantung mereka berpacu berdetak.
“A...apa tadi ada orang ? Apa kalian melihat ada orang di dalam ?” bisik Mike terpaku menatap pintu kayu itu. Mereka berdua hanya menggeleng cepat dan ketakutan.
“Atau ada ruang rahasia lain ? Seseorang mungkin terperangkap di sini.” kata Steve menggenggam bahu Nic keras.
“Tidak mungkin. Kalau ada ruang rahasia lain, bagaimana mungkin dia bisa menjatuhkan barang di dalam ?” bantah Mike. Nic hanya diam tak bersuara.
Mike memberanikan diri untuk membuka pintu kembali. Diteranginya ruangan itu dan memandang sekeliling. Lampu klasik di meja telah jatuh dan kacanya berserakan di lantai batu. Mike berjalan sambil menekan semua dinding di ruangan itu dan mencari apapun yang janggal di dinding. Suara itu telah menghilang sejak mereka memasuki ruangan lagi. Lelah mencari, Mike kembali ke tempat Nic dan Steve berdiri.
“Kita kembali saja. Kurasa itu hanya halusinasi.” kata Mike kemudian dan menutup pintu kembali. Ia merasa tidak ingin kembali ke ruangan itu lagi. Mereka berjalan kembali ke lorong ujung.
“Uh-oh, kita lupa bagaimana caranya keluar dari sini ?” siul Steve.