PART 1 | Pernikahan!

1656 Kata
*** Diandra Athasya, wanita berusia 26 tahun putri tunggal dari pasangan Daren Margatama dan Khesya Athasya Margatama. Hari ini, adalah hari bahagianya bersama seorang pria yang dia cintai, Alvan abrisam, pria berusia 28 tahun yang menjabat sebagai Presdir Direktur di perusahaan sendiri -Abrisam Corporation- Alvan adalah salah satu satu kolega bisnis ayahnya Diandra, dan beberapa bulan yang lalu, saat Diandra menggantikan posisi ayahnya saat memimpin rapat di perusahaan, disanalah pertemuan pertama mereka. Mereka berkenalan hingga saling bertukaran nomor ponsel. Sejak hari itu, keduanya pun semakin dekat dan akhirnya menjalin hubungan. Alvan mengungkapkan rasa ketertarikannya pada Diandra dan kebetulan Diandra pun memiliki perasaan yang sama. Dia juga tertarik dengan Alvan sehingga Diandra tidak punya alasan untuk menolak. Setelah beberapa bulan mereka menjalin hubungan, Alvan pun kembali menyatakan niat baiknya bahwa ia ingin menjadikan Diandra sebagai istrinya. Alvan melamar Diandra dan lamarannya tersebut pun diterima dengan baik oleh orang tua Diandra. Tidak ada yang buruk dari seorang Alvan, sehingga membuat Daren, ayahnya Diandra menerimanya dengan tangan terbuka. Justru Daren bangga karena dia akan memiliki seorang menantu yang hebat. Selain tampan dan sukses dalam karir, Alvan juga mencintai putrinya, itu yang lebih penting. Oleh sebab itu, Daren tidak perlu berpikir panjang untuk menerima Alvan, dan hari ini terjadilah sebuah pernikahan yang membahagiakan antara Diandra dan Alvan. . . "Saya terima nikah dan kawinnya Diandra Athasya binti Daren Margatama dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" "Sah?" "Sah!" "Sah!" Diandra lantas mengulas senyum haru dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca saat mendengar suara lantang pria yang dicintainya itu saat mengumandangkan ijab kabul pernikahan mereka. Diandra sangat bahagia karena akhirnya hari ini pun tiba, di mana Alvan telah resmi menjadi suaminya. Pria yang menurutnya sangat tampan, baik, dan tentu juga sangat sukses dengan karir sebagai seorang pengusaha. Pria pemilik Abrisam Corporation itu adalah satu-satunya pria yang berhasil membuat Diandra jatuh cinta. Hingga pada akhirnya, hari ini, Diandra pun telah resmi menyandang status sebagai Nyonya Abrisam. . . "Selamat ya, sayang? Mom doakan, semoga pernikahan kalian langgeng dan bahagia selalu. Mom akan selalu mendoakan yang terbaik untuk pernikahanmu, Nak," ucap seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya Diandra. Khesya Athasya Margatama. "Terimakasih, Mom." Balas Diandra sambil menatap haru wajah sang Mommy. "Terimakasih, Mom. Percaya padaku, aku akan membahagiakan putrimu. Aku berjanji." ucap seorang pria yang tak lain adalah Alvan. Pria yang beberapa saat lalu telah sah menjadi seorang suami. Wanita paruh baya itu mengulas senyum haru sambil menatap putri dan menantunya bergantian. "Terimakasih, Nak." Ucap Khesya. Alvan mengangguk pelan, ia tetap mempertahan senyum tampannya sambil menatap wajah wanita paruh baya di depannya ini. "Sama-sama, Mom." Balas Alvan. Sementara Diandra, wanita itu mengulas senyum lembut dan haru saat melihat kedekatan suaminya dengan sang Mommy. Bukan hanya Diandra, namun juga keluarga yang lain terutama Daren Margatama, yang tak lain adalah ayahnya Diandra dan Arthur Abrisam, ayahnya Alvan. Hanya ayahnya yang dapat menyaksikan pernikahan dirinya karena Ibunya sudah meninggal saat Alvan berusia 15 tahun. Semua orang menatap haru dengan senyum bahagia yang terukir di bibir mereka kecuali satu orang, yaitu Davien Abimanyu Margatama yang tak lain adalah Kakaknya Diandra. Pria itu terus melempar tatapan dinginnya kearah Alvan. "Van, Dad percayakan Diandra sama kamu. Dia mencintaimu dan Dad harap kamu bisa membahagiakannya, Nak." Ucap Daren sambil memegang kedua bahu kokoh menantunya, Alvan. "Aku juga mencintainya, Dad, dan tentu saja aku akan membahagiakannya. Karena salah satu tujuanku menikahi putrimu yaitu untuk membahagiakannya." Ucap Alvan, yakin membalas ayah mertuanya itu. Mendengar jawaban dari pria itu baru saja berstatus menjadi menantunya itu lantas membuat Daren mengulas senyum haru. Sekarang, pria paruh baya itu bisa tenang karena setidaknya sang putri sudah menikah dengan lelaki yang diinginkan oleh putrinya itu. . . Menit berlalu, saat ini, Diandra berdiri disamping suaminya. Ia dan Alvan sedang menyambut para tamu undangan yang sedang memberikan ucapan selamat kepada mereka. Sesekali, Diandra membuat pergerakan kecil sehingga tak ayal menarik perhatian Alvan disampingnya. Pria itu menoleh dan menatapnya. "Kenapa, hm?" Tanya Alvan, khas dengan nada lembutnya. Diandra mendongak, wanita itu mengulas senyum manisnya lalu lekas menjawab. "Pegal, Van. Betisku rasanya kaku banget." Jawab Diandra turut berbisik pelan. Sejenak, Alvan mengedar pandangan kesembarangan arah, kemudian dia kembali fokus pada istrinya. "Sabar sebentar, sepertinya tinggal sedikit lagi. Atau kamu mau duduk sebenar, hm?" Tanya Alvan dan yang dia maksud barusana adalah para tamu undangan yang belum memberi mereka ucapan selamat. Diandra menggeleng pelan. "Nggak usah, sayang, aku kuat kok. Cuman pegal biasa aja." Balas Diandra menolak. Mendengar penolakan tersebut dari istrinya lantas membuat Alvan mengangguk pelan kemudian dia mendekatkan wajahnya lalu mendaratkan kecupan lembut tepat di kening istrinya, Diandra. Aksinya tersebut lantas menarik perhatian para tamu undangan, terutama para keluarga besar. Mereka semua mengembangkan senyum bahagia di wajah mereka saat melihat kemesraan kedua pasangan pengantin itu di atas pelaminan. Sementara Diandra, wanita itu bersemu, wajahnya sedikit memerah saat mendapatkan perlakukan manis dari suaminya. "Banyak orang, Van, nggak usah cium-cium." Cicit Diandra, pelan. Wanita itu malu, dia masih belum terbiasa dengan suasana seperti ini. Alvan terkekeh, pria itu lantas menimpali. "Apa masalahnya, hm? Yang aku cium ini adalah istriku sendiri. Mereka pasti mengerti." Balas Alvan dan Diandra pun memilih diam. Wanita itu sibuk degan perasaan berdebarnya. Sementara dari jarak sekitar sepuluh meter dari Alvan dan Diandra, disana, seorang wanita yang cukup cantik tampak berjalan anggun kearah kedua pasangan pengantin itu. Dan tak berselang lama, kini dia pun menghentikan langkah kaki jenjangnya tepat dihadapan Alvan. "Selamat ya, Van, semoga kamu bahagia," ujar wanita itu. Dia adalah Belinda Yohana. "Terima kasih." Balas Alvan, singkat dan kemudian, Belinda mendekat lalu terjadilah adegan cupika cupiki disana. Sehingga hal itu lantas membuat Diandra sedikit tidak terima. Entah kenapa, Diandra seperti melihat kedekatan yang tidak biasa antara Belinda dengan suaminya ini. Namun, dikarenakan ini tempat umum, maka Diandra pun berusaha menahan dirinya dan bersikap biasa saja. Mungkin saja Belinda adalah teman suaminya, pikir Diandra. Sementara Belinda, wanita itu melepas diri dari Alvan lalu beralih kepada Diandra. Belinda tetap mengulas senyum di bibirnya, kemudian turut memberikan ucapan selamat kepada Diandra. "Selamat ya, semoga kamu bisa bahagia bersamanya." Ucap Belinda. Diandra menyambut tangan wanita itu dan terus menatap lekat. Diandra mengangguk pelan kemudian lekas membuka suaranya. "Terimakasih." Balas Diandra, singkat. Diandra menyadari senyum tidak biasa yang terbit di bibir tebal wanita itu, namun, ia pun terus berusaha mempertahan ekspresi datarnya. Diandra tidak ingin menarik perhatian semua orang, terutama keluarganya. "Dia siapa, Van?" Tanya Diandra kepada Alvan setelah Belinda menjauh dari mereka. Diandra mendongak menatap wajah tampan suaminya. Alvan menoleh, pria itu pun menjawab. "Temanku." Jawabnya singkat tanpa senyum yang biasanya tersungging di bibirnya. Sementara Diandra, wanita itu mengangguk pelan dan memilih diam. Diandra enggan bertanya lagi. Sehingga mereka pun kembali menyambut tamu undangan lainnya disana. . … Beberapa jam telah berlalu, pesta pernikahan Diandra dan Alvan pun akhirnya selesai. Malam ini, kedua pasangan pengantin baru itu akan menginap di hotel sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dan disepakati oleh keduanya dan kedua belah pihak keluarga. Saat ini, Diandra sudah berada di dalam kamarnya. Namun, disana ia seorang diri, sementara Alvan, pria itu sedang menerima panggilan telepon di luar kamar mereka. Entah, pria itu sedang berbicara dengan siapa, Diandra tidak tahu. Diandra memilih untuk menunggu suaminya di kamar mereka saja. Masih dengan gaun pengantinnya, Diandra mulai melangkah pelan mendekat ke arah ranjang yang bertaburan kelopak bunga mawar berbentuk hati. Khas hiasan ranjang pengantin baru. Diandra tersenyum dengan degup jantung yang mulai berdegup kencang. Diandra berdiri di samping ranjang, lalu mulai mendaratkan bokongnya disana. Ia mengulurkan tangannya, mengusap pelan sprei putih itu sambil meraih beberapa kelopak bunga mawar itu yang saat ini sudah berada dalam genggamannya. "Aku tidak menyangkah, kalau saat ini aku sudah menjadi seorang istri. Terlebih, aku dinikahi oleh pria yang aku cintai." Gumamnya, pelan sambil terus tersenyum. "Aku akan tidur disini dengannya. Berdua saja." Wajahnya memerah, Diandra bersemu. "Hufh, jadi deg-degan 'kan? Duh, Die! Mikir apa, sih kamu!" Diandra mengetuk-ngetuk kecil keningnya beberapa kali saat ia mulai membayangkan tentang dirinya dengan Alvan setelah ini. Diandra menarik pandangannya dari kelopak bunga mawar itu lalu ia lemparkan ke arah pintu kamar yang saat ini tiba-tiba terbuka. Diandra langsung berdiri dari bibir ranjang saat melihat sosok suaminya disana. Diandra mengulas senyum lebar saat Alvan melangkah ke arahnya. Namun, menurut Diandra ada sedikit keanehan yang nampak di wajah suaminya itu. Diandra tidak menemukan senyum yang biasanya disunggingkan oleh Alvan untuknya. Wajah pria itu terlihat dingin dan datar, namun Diandra tidak ingin berpikir yang bukan-bukan. Mungkin saja Alvan ada masalah atau mungkin pria itu sangat lelah. "Kamu udah selesai?" Tanya Diandra. "Yeah!" Balas Alvan, singkat. Diandra mengangguk pelan beberapa kali kemudian kembali bertanya. "Barusan, kamu bicara sama siapa, Van?" Diandra terus menatap wajah suaminya. "Dengan Zello." Jawab Alvan. Zello adalah pria berusia 27 tahun yang tak lain adalah asisten pribadi Alvan. "Oh, Zello? Terus kenapa gak bicara disini saja?" Diandra kembali bertanya. "Aku membahas mengenai pekerjaan dengannya, dan aku tidak terbiasa membahas sesuatu yang penting didepan orang lain." Balas Alvan sarkas. Diandra tertegun mendengarnya. "Orang lain?" Gumam Diandra dengan kening berkerut. "Van, aku ini istrimu, aku bukan orang lain," lanjutnya. Alvan nampak mendesah lelah, sungguh, ia malas berbicara. Ia lelah dan hanya ingin beristirahat saja. Alvan hendak melangkah menjauhi Diandra, namun wanita itu lantas menahan lengan kekarnya. "Ada apa denganmu? Apa ada masalah? Atau mungkin aku ada salah?" Tanya Diandra sambil menelan ludah. Bahkan, kedua matanya mulai berkaca-kaca. "Aku hanya lelah dan aku ingin istirahat!" Jawab Alvan sambil melepas tangannya dari cekalan tangan Diandra. "Bahkan di malam pengantin kita seperti ini?" Suara Diandra terdengar lirih. Sungguh, ia mulai bingung dengan perubahan sikap suaminya yang mendadak dingin seperti ini. Sementara Alvan, pria itu kembali memfokuskan pandangannya dan menatap biasa saja pada wajah istrinya. Melihat kedua mata Diandra yang mulai berkaca-kaca tidak membuat Alvan merasa bersalah. "Memangnya kenapa kalau malam ini adalah malam pengantin kita, huh?" Tanya Alvan dengan wajah sinisnya. "Aku hanya menikahimu, Diandra! Dan jangan pernah berharap lebih!" Desis Alvan melanjutkan kalimatnya. Sehingga hal itu lantas membuat Diandra tertegun. "Tidak akan ada kejadian apapun yang akan terjadi malam ini! Malam pengantinmu!" Deg!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN