Para model berjalan di atas lantai yang basah karena gerimis yang tidak kunjung berhenti. Mereka tidak bisa berhenti begitu saja sebelum lagu yang di bawakan sang artis habis.
Sang desainer langsung meminta Kimberly segera melepaskan heelsnya juga karena gaun yang di pakai Kimberly adalah gaun utama dalam acara fashion show malam ini. Gaun itu tidak boleh rusak dan lecet sedikitpun, dan yang terpenting adalah Kimberly harus berjalan dengan mulus.
Namun, alih-alih mendengarkan sang desainer dan melepaskan heelnya, Kimberly hanya menengok dan mengacungkan jari tengahnya kepada desainer itu. Dengan angkuh dan percaya diri Kimberly keluar seakan menantang gerimis untuk beradu siapa yang lebih kuat.
Kimberly yang jatuh atau gerimis itu hancur terhempas dan di injaknya olehnya.
Kimberly segera keluar begitu tirai terbuka.
Kaki Kimberly bergerak sesuai ketukan musik indah yang di nyanyikan, kaki jenjang melangkah dengan pandai membuat gaun yang di kenakannya bergerak.
Gerimis yang turun di malam itu membuat rambut pirang Kimberly terlihat seperti di hinggapi kristal, gaunnya yang paling indah dan paling mencolok membuat semua orang melihatnya.
Kimberly tersenyum smirk melangkah tegas di atas lantai yang licin dan basah.
Angin dari kipas langsung mengarah kearahnya dan mengenggerakan gaun Kimberly dan rambutnya. Gaun Kimberly terangkat dengan indah.
Semua orang menatap sepasang kaki jenjang Kimberly yang memakai heels tinggi, tanpa ragu dan melihat lantai, Kimberly melangkah lebar melangkahi beberapa model yang terjatuh di lantai.
Beberapa orang di buat menahan napas mereka dan terdiam terpaku hanya terfokus melihat Kimberly yang kini bahkan berputar di tengah jalan sambil menarik tali untuk mengeluarkan kilauan gaunnya.
Gaun Kimberly bergerak berubah semakin menjuntai ke lantai seperti sebuah gaun pengantin, punggung cantiknya yang terbuka lebar di sapu rambutnya.
Sang desainer memegang kepalanya dengan erat melihat Kimberly melalui layar. Dia sangat was-was karena gerakan mematikan Kimberly yang tidak terduga.
Kimberly kembali berjalan dan berhenti di ujung jalan. Kimberly berpose beberapa kali memperlihatkan setiap detail gaun dengan pose yang luar biasa.
Semua orang kembali harus menahan napasnya melihat sangat takut Kimberly jatuh saat membalikan badannya seperti model-model sebelumnya.
Namun apa yang mereka khawatirkan tidak seperti itu. Kimberly berdiri dengan tatapan tajam mengeluarkan karakter gaun yang di kenakannya, dalam satu kibasan dia berbalik dan melangkah dengan kuat dan tegas melangkahi model lainnya yang berusaha berdiri.
Kimberly tidak berniat membantu mereka sama sekali, wanita itu menyelesaikan run awaynya dengan sempurna.
Kejadian itu menjadi buah bibir banyak orang dan akhirnya menjadikan Kimberly pusat perhatian karena dia tidak pernah jatuh dan selalu berhasil menunjukan karakter setiap pakaian yang dia kenakan.
Para desainer menyukai Kimberly karena dia menunjukan penghargaan dan rasa hormatnya dengan setiap pakaian yang dia bawa dengan cara yang professional dan melakukan yang terbaik tanpa mempedulikan apa yang tengah terjadi kepadanya.
Sebuah hembusan napas berat terdengar dari mulut Winter. Terasa menyenangkan mengenang kenangan masa-masa keemasan dirinya dulu sebagai Kimberly meski hal-hal yang luar biasa itu di akhiri dengan kehidupan yang tragis.
Winter harus sadar dan terbiasa melupakan Kimberly mulai sekarang.
Tidak hanya tubuhnya yang berbeda, sifat asli Kimberly harus sedikit di ubah karena dia bukan lagi wanita berusia dua puluh tujuh tahun. Dia harus ingat jika kini dia adalah Winer Benjamin, gadis yang berusia tujuh belas tahun.
Jika Winter mendadak terlalu mencolok, semua akan curiga kepadanya.
Winter melihat bayangannya di depan kaca gedung hotel, lalu dia menatap patung cantik Kimberly. Dalam dua langkah dia berdiri di depan tugu patung itu.
Betapa berbedanya mereka..
Kening Winter mengerut samar melihat seseorang yang keluar dari gedung hotel, orang itu cuku familiar di dalam ingatannya meski kini terlihat berbeda.
“Apa aku tidak salah lihat?.” Bisik Winter bertanya kepada dirinya sendiri. Winter semakin meneliti dengan seksama takut penilaiannya salah. “Itu benar. Astaga” bisiknya dengan wajah berekspresi kaget.
Winter menutup mulutnya dan terlihat sedikit panik melihat ke sekitar.
Sangat luar biasa mengejutkan..
Winter melihat Marvelo, teman sekelasnya keluar dari gedung hotel dengan mengenakan sebuah coat hitam, rok selutut, mengenakan sepatu perempuan, lalu mengenakan syal yang membelit lehernya untuk menutupi jakunnya.
Yang paling mengejutkan adalah, wajah tampan rupawan Marvelo berubah karena mengenakan makeup, pria itu mengukir alisnya dengan sempurna, memakai bulu mata yang tipis, lipstick merah muda, wig rambut khas wanita dengan warna pirang sebahu. Pria itu begitu cantik.
Akan tetapi, meski dia memakai tanda karang hitam di bawah matanya, Winter dapat mengenalnya.
Tiba-tiba terbesit sebuah ide di kepala Winter.
“Handponeku.” Winter meraba saku pakaian seragamnya sendiri. Winter tersadar bahwa dia meninggalkannya di dalam mobil. Belum sempat Winter memanggil pengawalnya, Marvelo sudah masuk sebuah mobil sport dan pergi.
Dengan terantuk antuk Winter berlari menuju mobilnya dan segera masuk, “Ikuti mobil sport hitam di depan!.”
Sopir Winter dan pengawalnya segera masuk dan menuruti apa perintahnya.
Dengan terburu-buru Winter mengambil handpoennya. Winter sangat kaget dengan Marvelo yang berpakaian wanita, ini adalah rahasia yang besar!.
Winter harus mengambil bukti memalukan itu agar bisa memanfaatkan Marvelo dan meminta pria itu buka suara mengenai apa yang terjadi di atas gedung sekolah.
Tidak berapa lama mobil yang di tumpangi Marvelo memasuki wilayah perumahan. Mobil yang di tumpangi Winter berhenti di tempat yang jauh terhalang beberapa pohon.
Perlahan Winter menurunkan kaca jendela mobil dan melihat dari kejauhan Marvelo keluar mobil bersama seorang pria.
Menyadari bahwa hasil photonya akan buruk karena mereka terlalu jauh, Winter memutuskan segera keluar dari mobil. “Kalian tunggu di sini.”
“Baik Nona.”
Dengan langkah seribu dia bergerak cepat takut Marvelo sudah masuk ke dalam rumah sebelum Winter mendapatkan bukti.
“Apa yang Nona Winter lakukan?.” Tanya Nai bingung melihat dari kejauhan Winter yang kini berdiri bersembunyi di balik pohon. Namun tubuhnya yang besar tampak seperti seekor anak gajah bersembunyi di balik tiang listerik.
“Mungkin Nona Winter sedang jatuh cinta.”
“Benar juga.”
Sementara itu, Winter yang tengah mengendap-endap berusaha terus mendekat tanpa ketahuan Marvelo kini berlari lebih cepat dan bersembunyi lagi di balik pohon lainnya.
Winter mengangkat handponenya hendak mengambil photo.
“Kenapa diam saja?. Ayo masuk.” Ajak seorang pria berambut hitam legam.
Marvelo terdiam di tempatnya dan merasakan sesuatu yang mengikutinya dan memperhatikannya. “Kau merasakan sesuatu?.”
“Apa?.” tanya Moses bingung sambil memperhatikan Marvelo. “Dadamu terlalu atas?.”
Marvelo mendengus kesal seraya menurunkan dalaman wanita yang di pakainya. Namun bukan itu masalahnya, Marvelo semakin merasakan sesuatu yang memperhatikannya.
Seketika Marvelo berbalik, Winter yang semula mengambil banyak photo langsung membalikan badannya dengan panik. Spontan Winter berguling mengelinding ke sebrang jalan dan tengkurap di balik tempat sampah untuk bersembunyi.
“Ada apa barusan?.” tanya Moses dengan ekspresi ngeri. “Apakah barusan tringgiling raksasa?.”
“Tutup mulutmu!” bentak Marvelo dengan geraman. Marvelo langsung mengangkat rok dan coatnya agar bisa melangkah dengan leluasa.
Winter yang tengkurap di belakang tempat sampah sambil meringis itu di buat panik karena Marvelo berjalan ke arahnya. Dengan sigap Winter merangkak seperti seorang tentara yang berlatih di bawah kawat berduri.
Winter melambaikan tangannya kepada Nai yang menunggu agar segera datang.
Nai mengendarai mobilnya dengan cepat ke arah Winter, begitu pula dengan Marvelo yang kini berlari split hendak menangkap orang menguntitnya.
Mata Marvelo terbelalak melihat tubuh Winter yang sangat familiar itu kini masuk ke dalam mobil. “Winter!” teriak Marvelo begitu keras hingga menciptakan bayangan suaranya sendiri di langit.
“Sialan!. Apa yang dia lakukan!.” Geram Marvelo terlihat sangat marah.
“Kau mengenalnya?” tanya Moses dengan napas tersenggal-senggal karena berlari. “Penggemarmu?.”
“Bukan” geram Marvelo dengan tangan terkepal kuat.
***
Winter tertawa terbahak hingga matanya berair melihat banyak photo yang dia hasilkan. Winter cukup kaget, pria yang begitu sangat jantan, berkarisma, tampan dan di idolakan banyak wanita itu ternyata memiliki kepribadian yang aneh.
“Arrght” tawa Winter terhenti karena rasa perih di kakinya yang tengah di obati oleh seorang pelayan.
“Nona, Tuan Benjamin akan marah besar jika Anda terluka seperti ini. Nai dan yang lainnya pasti akan di pecat karena tidak dapat menjaga Nona. Harusnya Anda bicara jika berada dalam kesulitan, saya sangat khawatir.” Kata Meta dengan mata berkaca-kaca.
Bibir Winter membentuk senyuman miring melihat Meta yang masih kecil terlihat menangis karena Winter terluka. Meta adalah seorang anak pelayan dan menumpang hidup untuk ikut bersama ibunya tinggal di rumah Winter.
Meta bukanlah pelayan resmi, namun dia selalu membantu ibunya dan membantu Winter.
Tersirat pertanyaan di dalam benak seorang Kimberly.
Mengapa Winter Benjamin tidak melihat ketulusan Meta dan pelayan lainnya yang begitu setia kepadanya?. Mereka seribu kali lebih baik dari seorang Paula.
BRAK
Suara pintu terbuka dengan kasar terdengar cukup keras, Vincent bernapas dengan cepat terlihat seperti sudah berlari. Vincent terlihat sangat khawatir dengan adiknya begitu mendengar Winter tengah di obati.
“Apa yang terjadi padamu?. Siapa yang melukaimu?. Akan aku hajar orangnya!.” Vincent menyelak begitu saja, dia sudah tidak bisa bersikap tenang lagi mengenai keselamatan adiknya semenjak mengetahui Winter adalah korban bully di sekolahnya.
“Aku terjatuh dan baik-baik saja.” Jawab Winter dengan ekspresi datarnya.
“Winter..” Vincent langsung membungkuk dan melihat luka merah di kaki adiknya, seketika pria itu menatap tajam Meta. “Obati dengan benar kaki adikku, jika berbekas kau harus bertanggung jawab.” Ancam Vincent yang membuat Meta langsung pias pucat pasi, bahkan tangannya yang memegang obat menjadi gemetar.
“Kapan Ayah pulang?.” Tanya Winter.
Winter akan meminta Benjamin memblokir semua akses keuangannya dan menggantinya dengan yang baru agar Paula tidak bisa memanfaatkannya lagi.
“Ada apa?. Apa ada masalah?.”
“Ya, mengenai keuanganku.”
“Apakah kurang.”
Winter sedikit membeku kaget, seberapa kayanya sebenarnya keluarga Benjamin?. Winter mendapatkan uang jajan yang sangat besar terlimpah. Tapi sempat-sempatnya Vincent berpikir jika uang jajan Winter kurang.
“Aku ingin memblokir semuanya. Aku ingin uang tunai saja.”
Seketika Vincent terdiam dan menatap Winter penuh selidik, dia sangat hapal betul sifat Winter. Bahkan semua pengeluaran adiknya karena Vincent adalah penerus utama keluarga Benjamin.
Winter memiliki pengeluaran yang sangat boros untuk gadis seusianya, namun terasa sangat aneh bila Winter ingin memblokir keuangannya.
“Bagaimana hubunganmu dengan Paula?.” Tanya Vincent terdengar mendesak. Vincent tahu sifat Paula yang sesungguhnya, dia hanya memanfaatkan Winter saja.
Sudah sering Vincent menasihati adiknya, namun Winter tidak pernah percaya. Karena itu Vincent mendiamkannya selama Winter nyaman dengan dirinya.
“Kami baik.” Jawab Winter dengan tenang.
“Aku akan membicarakannya dengan Ayah jika itu maumu.” Perhatian Vincent teralihkan pada kaki Winter yang kini sudah terpasang plester. “Kau bisa berjalan?. Mau aku gendong?.”
Diam-diam Winter berdecih di dalam hatinya. Bagaimana bisa tubuh sebesar dirinya bisa di gendong?. Bahkan dia sendiri kesulitan berjalan. “Aku baik-baik saja, aku harus pergi ke tempat terapi dan olahraga.”
To Be Continue...