Pertanyaan Paula terlalu jelas menggambarkan bahwa dia tidak suka dengan penampilan baru Winter yang tidak lagi memalukan. Tidak ada lagi bahan bullyan dan ejekan orang-orang jika Winter berpakaian dengan baik.
Paula ingin Winter menjadi pusat perhatian banyak orang untuk menjadi bahan cemoohan karena semua hal buruk melekat pada diri Winter. Paula tidak suka jika Winter menjadi pusat perhatian karena pandai mengenakan pakaian yang stylish hingga membuat orang lupa dengan bentuk tubuh di dalamnya.
“Winter, kau memiliki guru fashion?.” Tanya Paula dengan pertanyaan yang sama.
“Ya, Kak Vincent membawakan guru fashion untukku. Bagaimana penampilaku?.” Pancing Winter mengikuti alur pikiran Paula.
Paula menggaruk pipinya yang tidak gatal dan berpura-pura berpikir. “Be.. benarkah?.”
“Iya, kau suka?.”
Jelas penampilan Winter menjadi jauh sangat bagus, wajahnya yang memang sudah cantik meski tertimbun lemak, sekarang di tunjang penampilan yang sempurna akan membuat siapapun tidak lagi fokus melihat bentuk tubuhnya yang buruk.
Paula tidak suka itu terjadi. Seharusnya Winter sangat terlihat buruk dan menjalani hari-harinya dengan berat.
Rasa iri membumbung tinggi di dalam hati Paula.
Paula tidak suka, Winter yang sudah memiliki segalanya harus memiliki kesempurnaan juga di tubuhnya.
“Winter, kalau boleh jujur.” Paula berpura-pura ragu dan tidak enak hati untuk bicara. “Aku lebih suka penampilanmu yang dulu karena terlihat menggemaskan, penampilanmu sekarang terlihat terlalu memaksakan. Kau terlihat cantik dengan pakaian kuno khas local, wajah tanpa riasan, dan berhenti memakai sepatu berheels tinggi juga korset yang hanya akan menyakiti perut dan kakimu. Kau itu tidak gemuk Winter, behentilah berpikiran seperti itu, makanlah apapun yang kau suka. Aku rasa kau sudah salah memilih guru.”
Winter berpura-pura terkejut, dia sudah bisa menduga jika Paula akan terus mendoktrinnya seperti itu.
“Benarkah?.” Winter berpura-pura kaget.
Paula menganganggk. “Winter, aku berpendapat karena aku sangat tahu apa yang kau suka, sementara gurumu tidak memperhatikan kenyamananmu.”
Paula akan terus mendorong Winter mengenakan pakaian kuno dan buruk seperti orang tua yang ringkih, Paula ingin Winter benar-benar obesitas jika perlu kegemukannya membuat dia tidak lagi bisa bangun dan berjalan. Jika Winter sudah seperti itu, Paula akan semakin menekan Winter untuk menjadi malu kepada diri sendiri dan bergantung sepenuhnya kepada Paula.
“Winter, aku berkata jujur karena aku sangat sayang dan peduli padamu. Jangan marah.” Tambah Paula lagi berusaha meyakinkan.
“Aku tahu Paula, terima kasih sudah mengingatkan aku. Aku senang dengan kepedulianmu.” Jawab Winter dengan senyuman lebar untuk memberikan sebuah kesenangan semu kepada Paula.
Benar dengan apa yang Winter pikirkan, kini Paula memang tersenyum senang di dalam hatinya karena Winter masih bersikap sangat penurut seperti dulu.
“Padahal tadinya aku ingin memperkenalkannya kepadamu juga. Dia memiliki butik terbaik di kota Loor.” Gumam Winter dengan sengaja.
“Hah?.” Paula kaget.
Winter semakin tersenyum lebar menatap polos Paula. “Ya, tadinya aku ingin mengajakmu berbelanja di sana dan memperkenalkannya kepadamu. Karena kau bilang aku salah pilih guru. Lebih baik aku tidak berhubungan lagi dengannya.”
“Anu Winter. Itu hanya pendapatku, kau harus punya pendirian, jika suka kita bisa ke sana.”
“Tidak Paula. Aku lebih percaya pendapatmu.”
“Kita bisa ke sana, siapa tahu aku yang salah.” Kukuh Paula.
“Tidak Paula. Kau selalu benar.”
Senyuman puas dan senang yang semula lekat di bibir Paula, kini harus berubah menjadi sebuah senyuman penuh penyesalan. Padahal Paula sangat ingin berbelanja.
Apalagi belanjaan Paula yang kemarin sebagiannya harus di kembalikan ke butik dan di jual lagi meski baru satu jam di beli. Paula menjualnya karena dia tidak memiliki uang untuk membayar makanan yang sempat dia pesan untuk Winter.
Winter berjalan sedikit lebar mengikuti langkah Paula, denagn terlatih Winter tiba-tiba berpura-pura tersandung kakinya sendiri.
“Winter hati-hati!.”
“Maaf Paula.” Tawa Winter malu sambil melihat-lihat lantai.
“Apa yang kau cari?.”
“Sepatuku memiliki aksesoris mutira. Sepertinya aksesorisnya hilang.”
“Astaga, bagaimana ini.” Paula mendadak panik dan ikut mencari-cari di lantai.
“Tidak apa-apa. Sepatu ini palsu, mutiaranya juga palsu.”
Paula kembali berdiri dengan tegak, Paula menatap tidak percaya. “Astaga Winter, uangmu banyak kenapa memakai barang palsu?.”
“Aku juga tidak tahu.” Gumam Winter bingung. “Mungkin karena yang palsu selalu menarik meski murahan dan menipu. Tapi kalau palsu tetaplah palsu, jika hilang dan hancur tidak akan ada yang peduli, beda dengan mewah sejak di ciptakan.” Jawab Winter dengan senyuman lebarnya namun membuat Paula berhasil di buat pucat merasa tersindir.
Ucapan Winter berhasil membuat Paula tidak bicara sepatah katapun lagi dan hanya bisa mengepalkan tangannya menahan amarah.
***
Winter berdiri di depan dinding yang terdapat cermin besar, gadis itu melihat seluruh penampilannya dengan serius.
Pikiran Winter berkecamuk.
Tekadnya yang ingin menurunkan berat badan akan membutuhkan proses panjang karena kondisi tubuh Winter yang lemah tidak hanya membutuhkan diet, namun olahraga dan pengobatan.
Selama proses itu Winter harus membuat orang-orang melihat personality dirinya di bandingkan dengan bentuk tubuhnya.
Winter tidak boleh orang-orang melihat dirinya cantik saja, orang-orang harus mengingat dirinya sebagai gadis yang cerdas dan keren.
Untuk memulai semuanya, Winter harus mengenal banyak anak-anak populer di sekolah dan di terima oleh mereka. Winter juga harus menunjukan kecerdasannya agar unggul dan menjadi pusat perhatian.
Rencana Winter perlahan terbagi karena mulai sekarang dia harus membangun namanya dengan sangat kuat di antara banyak orang.
Menghancurkan para pembully adalah dengan cara membuat rasa iri mengusai jiwa mereka karena melihat Winter jauh lebih baik dari pada mereka yang menyedihkan.
Winter menyisir rambutnya dengan jari dan mengatur napasnya dengan perlahan. Gadis itu berbalik dan segera pergi hendak pergi ke kelasnya.
Baru beberapa langkah Winter berjalan, gadis itu berhenti di tempatnya dengan kepala sedikit menengadah melihat keberadaan Marvelo yang bersedekap di tengah tangga.
Pria itu berdiri dengan tegap, menatap Winter dengan tatapan tajam menyiratkan banyak peringatan. Bahkan keberadaanya di sana seakan tengah menunggu kedatangan Winter.
Alih-alih merasa takut, Winter menyeringai geli karena teringat kejadian kemarin.
Seketika Marvelo melangkah cepat setengah berlari menuruni tangga, Marvelo langsung menarik tangan Winter. “Ikut aku!.”
***
Tubuh Winter sedikit terhuyung ke belakang karena dorongan, Marvelo membawanya ke dalam ruangan lab yang tidak jauh dari keberadaan kelas mereka.
Sejak kemarin Marvelo sudah sangat gusar tidak tenang, dia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang di lakukan oleh Winter.
“Apa yang kau lakukan kemarin?.” Tanya Marvelo terdengar menuntut.
“Apa?. Kapan?.” Tanya balik Winter yang berpura-pura tidak tahu.
Rahang Marvelo mengeras, matanya yang berwarna biru itu menggelap, “Jangan berpura-pura Winter. Aku tahu itu kau, apa maumu sebenarnya?.” Tekan Marvelo seraya mendorong Winter hingga punggungnya menyentuh lemari.
Tubuh Winter yang hanya setinggi d**a Marvelo itu membuat dia mendongkakan kepalanya. Jarak mereka yang dekat membuat Winter dapat melihat Marvelo lebih dekat.
Pria itu fantastis!
Postur tubuhnya yang tinggi dan tegap sangat sempurna, wajahnya yang tampan dan terlihat mewah. Sangat tidak mengejutkan jika Marvelo menjadi salah satu anak yang paling terkenal di sekolah.
Namun sangat di sayangkan Marvelo sangat terlalu muda untuk jiwa Kimberly, pria itu hanya cocok menjadi adiknya.
“Katakan padaku!. Apa yang kau lakukan!” desak Marvelo dengan suara yang sedikit menggeram karena Winter hanya diam dan menatapnya.
Winter berkedip beberapa kali dan masih mempertahankan sikap berpura-pura tidak tahunya. “Aku tidak melakukan apapun, hanya mengikuti wanita cantik yang keluar dari hotel. Karena dia membuatku terpesona, jadi aku mengikutinya.”
“Jangan macam-macam denganku” Marvelo hampir berteriak dengan wajah merah karena malu. Marvelo meraih wajah Winter dan menekan kedua pipinya yang tembam, “Kau memotretku?.” Tanya Marvelo lagi.
“Memangnya kepana?.” Seringai Winter menantang kemarahan Marvelo.
Tangan Marvelo semakin menekan pipi Winter hingga bibir Winter bergerak seperti ikan. “Aku tidak memiliki masalah apapun denganmu. Jangan pernah ikut campur urusanku!.”
“Memang benar.”
“Jika kau tahu itu. Hapus photoku dan berhenti ikut campur urusanku.”
“Tapi aku ingin satu macam darimu.” Jawab Winter tidak mempedulikan ancaman Marvelo. “Katakan padaku, apa yang kau lihat sebelum aku di temukan tidak sadarkan diri.”
Genggaman tangan Marvelo di wajah Winter langsung terlepas. Pria itu menatap Winter dengan ekspresi tidak percaya, bagaimana bisa Winter melupakannya?.
Marvelo mundur perlahan. Pria itu itu bungkam tidak bisa menjawab apapun.
“Kau tidak mau mengatakannya?.” Tanya Winter seraya mengusap pipinya yang terasa sedikit sakit.
“Aku tidak tahu apapun.”
“Oh, benarkah?.” Tanya balik Winter. Meski Marvelo sudah menjawab, namun bukan berarti Winter akan percaya dan melepaskannya. “Jika kau tidak tahu. Sebagai gantinya, kenalkan aku pada orang-orang populer di sekolah.”
Marvelo berdecih, “Kau melakukan ini hanya untuk hal-hal tidak berguna?. Kau masih bodoh seperti dulu.” Hina Marvelo seraya berbalik pergi dan hendak membuka pintu.
“Aku punya photo dan videomu. Jika aku menyebarkannya di sekolah, apa tanggapan mereka?.”
Perkataan Winter berhasil membuat Marvelo berhenti melangkah, pria itu melihat Winter lagi. “Kau berani menantangku?.”
“Aku tidak menantangmu, hanya mengajak bertransaksi.”
“Sebarkan saja.” Marvelo.
“Ah baiklah. Aku sangat penasaran dengan reaksi semua orang. Jika aku melihatmu berpenampilan cantik, aku akan menganggap jika kau drag queen. Tapi bagaimana dengan yang lainnya?. Mungkin saja mereka berpikir kau gay.”
“Winter!” teriak Marvelo kesal.
“Ikuti apa yang aku mau jika rahasiamu tidak ingin bocor. Aku beri waktu satu minggu.” Ancam Winter dengan senyuman lebar dan tatapan yang polos tidak berdosa.
Marvelo mematung, pria itu terlalu kaget.
Winter yang dia kenal selama ini tidaklah seperti ini. Apa yang membuat Winter berubah?. Mengapa Marvelo merasakan perubahan Winter yang beitu jauh setelah gadis itu di temukan tidak sadarkan diri di sekolah.
Apa yang membuat Winter menjadi berubah?. Bahkan perubahan itu membuat Marvelo merasa seperti bertemu dengan orang asing.
Marvelo mengenal Winter sejak duduk di bangku TK.
Marvelo mengenalnya sejak Winter adalah sosok gadis yang periang penuh semangat dengan binar mata yang polos penuh ketulusan dan selalu mencuri perhatian karena kecantikannya.
Marvelo mengenalnya hingga Winter berubah menjadi gadis yang penakut, pemalu, tanpa ada keceriaan dan kebahagian apapun lagi matanya. Tidak hanya sifatnya yang beruhah, fisiknya pun berubah.
Dan kini Marvelo melihat perubah Winter lagi.
To Be Continue...