BAB 24: Pembalasan Paula

1952 Kata
Jiwa Kimberly memang kuat, namun dia bukanlah sosok yang penyabar. Karena itu dia sedikit meledak dengan mengusir Paula. Winter sudah mencari semua hal tentang Paula. Paula bisa bersekolah yang sama dengan sekolah Winter berkat beasiswa dari Benjamin, Benjamin juga memberikan Paula uang jajan di setiap akhir pekan untuk keperluan sekolahnya. Bahkan, setelah Winter melihat semua rekening Koran kartunya di cetak, Paula memegang salah satu kartu milik Winter. Kini Winter sudah memblokir semuanya dengan berbagai alasan dan hanya memegang satu kartu yang hanya bisa di akses Winter. Paula sudah lebih dari kata keterlaluan, dia tidak hanya merusak pikiran dan tubuh Winter. Dia juga mencuri semua yang Winter miliki dan lebih parahnya lagi dia terus berandai-andai untuk berada di posisi Winter lalu menyingkirkannya. Paula bukan lagi dia seorang penjahat, dia adalah saudara seta.n. Semua hal jahat melekat sempurna di dalam dirinya. Seta.n sekalipun tidak perlu menggoda Paula untuk melakukan kejahatan karena Paula adalah calon ahlinya neraka. “Nai, apa kau sudah menemukan kabar Selina?.” Tanya Winter yang lebih mementingkan memikirkan Selina yang kini berseteru dengannya. “Ya, Anda mau sekarang?.” Winter mengangguk. Nai kembali menepikan mobilnya dan memberikan handponenya, memberikan semua laporan yang dia dapat. Dari hasil penyelidikan Nai, Selina keturunan keluarga yang terpandang. Ayahnya adalah seorang jaksa, ibunya salah satu anggota dewan. Selina tumbuh di keluarga yang sangat ketat yang menuntut dia untuk belajar agar bisa sekolah hukum. Selina tidak menyukai apa yang di ajarkan orang tuanya, Selina tidak menyukai hukum. Karena tidak menyukai hukum, diam-diam Selina sering pergi setiap malam ke club dan bermain musik dengan teman-temanya yang berasal dari kalangan biasa. Selina yang terlihat angkuh dan menyebalkan rupanya lebih suka berkumpul dengan kalangan anak-anak biasa dimana mereka tidak mengenal dirinya dan mereka bersatu karena kesukaan yang sama. Yaitu musik. Kenakalan Selina sangat khas seperti anak remaja pada umumnya yang sedang berkeliaran tengah mencari jati diri di tengah tidak ada dukungan dari keluarganya. Rahasia kecil Selina akan Winter gunakan sebagai senjata bila nanti terjadi sesuatu kepada Selina. *** Seorang wanita berpakaian merah casual berjalan keluar dari lift, wanita itu menegakan tubuhnya dengan dengan dagu sedikit terangkat. Tidak ada senyuman apapun yang terlukis di bibirnya. Wanita itu terlihat cukup percaya diri dengan setiap langkah yang dia ambil. Dua orang secretaries wanita tengah duduk terlihat sibuk dengan computer mereka. Menyadari kedatangan seseorang, salah satu secretaries itu segera berdiri dan tersenyum formal seraya membungkuk kecil menyambut sebelum bertanya mengenai tujuan kedatangan wanita itu. Wanita itu melepaskan kacamata hitamnya dan sedikit mengibaskan rambut sebahunya. “Saya ingin bertemu dengan Tuan Benjamin.” Ucapnya dengan tegas. “Apa Anda sudah memiliki janji?.” Tanya secretaries itu dengan senyuman yang masih bertahan. “Tidak.” “Anda harus membuat janji terlebih dahulu Nyonya.” “Tapi ini penting dan tidak bisa di tunda sama sekali.” “Maaf Nyonya, untuk bertemu dengan Tuan Benjamin, Anda harus memiliki jadwal terlebih dahulu. Mau saya buatkan jadwal pertemuan Anda?. Atau mau saya bertanya terlebih dahulu kepada Tuan Benjamin?. Tetapi Anda harus menunggu sedikit lama.” Wanita itu membuang mukanya terlihat sedikit kesal karena sebegitu sulitnya bertemu dengan orang penting. Wanita itu melihat jam di tangannya memeriksa waktu yang tersisa seakan dia tidak memiliki waktu untuk untuk menunggu Benjamin. Wanita itu membuang napasnya dengan panjang dan kembali melihat secretaries Benjamin. “Berapa lama saya harus menunggu?. Tolong pastikan karena saya jug tidak memiliki waktu banyak.” Belum sempat secretaries itu menjawab, dentingan suara lift yang terdengar membuat wanita asing itu melihat ke arah lift. Wanita itu melihat kedatangan Benjamin dengan dua orang pria sambil berbicara mendiskusikan pekerjaan. Wanita itu segera berdiri dengan tegak dan menghalangi langkah Benjamin. “Tuan Benjamin.” Sapa wanita itu. Benjamin tersenyum samar. Tangan wanita itu terulur. “Saya Sara, ibu Selina. Teman sekelas puteri Anda, Winter.” Kening Benjamin mengerut bingung, namun dia tetap menerima uluran tangan Sara dan menanyakan mengenai alasan kedatangannya. “Puteri saya terluka karena puteri Anda. Saya ingin membicarakan ini dengan Anda sebagai orang tua.” *** Winter berjalan dengan percaya diri keluar dari mobilnya. Pertengkaran kecilnya bersama Paula tidak begitu berarti untuknya. Tidak ada ruginya untuk dia jika setelah ini Paula memusuhinya. Bahkan lebih menguntungkan bagi Winter. Winter bisa terang-terangan memusuhi Paula dan hanya perlu mengubah pola cara balas dendamnya. Jika Paula kembali mendekatinya lebih dulu dan meminta maaf, Winter akan menerimanya dan bersikap bodoh seperti biasa lagi. Namun semuanya harus di balas dengan sesuatu yang setimpal. Namun jika Paula bersikap semakin angkuh dan memusuhinya, Winter hanya perlu bermain-main dengannya sejenak sebelum mencabut bantuan biaya sekolah Paula, mengusir Paula dan ibunya dari rumah dinas, dan menurunkan jabatan ibunya. Winter juga akan melaporkan Paula atas dasar pencurian uang dan barang-barang mewahnya yang sangat Winter yakini ada banyak di miliki Paula dengan kedok meminjam. Langkah Winter terhenti ketika melihat Selina yang baru keluar dari mobilnya. Hari ini Selina mengenakan penutup mata di bagian kirinya karena luka yang dia dapat kemarin. Pertemuan mereka menciptakan banyak kecanggungan juga aura kuat permusuhan, Selina terlihat sangat marah dan begitu dendam kepada Winter. Kejadian kemarin tidak akan pernah Selina lupakan mengenai bagaimana Winter mempermalukan dirinya. Selina melangkah dan mendekati Winter untuk berhadapan dengannya. “Apa kabar?.” Tanya Winter dengan tenang bahkan sempat tersenyum lebar tidak memiliki rasa simpati dengan luka yang di dapatkan oleh Selina. Selina ikut tersenyum dengan gigi yang saling mengerat menahan emosi. “Kau sudah salah berurusan denganku.” Ucap Selina penuh tekanan. “Sepertinya kau yang salah.” Jawab Winter dengan senyuman lebar. Jawaban Winter membuat Selina tersenyum miring terlihat merendahkan. “Hari ini, ibuku, akan menuntut perbuatanmu ke pengadilan. Akan aku pastikan kau mendekam di penjara.” Alih-alih tergertak, Winter mendekat dan semakin dekat dengan Selina. Ancaman Selina benar-benar ancaman anak kecil, ancaman itu tidaklah bisa membuat takut Winter yang sesungguhnya adalah Kimberly Feodora. Wanita yang sudah berusia dua puluh tuju tahun dengan setumpuk pengamalann dalam hidupnya. “Sebaiknya kau urungkan niatmu karena aku memiliki rekaman beberapa bukti pembullyan yang kau lakukan kepadaku. Semua yang terekam di cctv sekolah sudah aku dapatkan. Termasuk bukti bahwa kau suka pergi ke club malam bersama teman-temanmu.” Bisik Winter dengan senyuman lebar. Selina yang semula cukup percaya diri dengan ancaman yang dia katakan langsung di buat bungkam. “Cobalah menindasku sekali lagi. Akan aku buat seluruh dunia tahu jika kau adalah seorang pembully, dan orang tuamu akan tahu bahwa kau diam-diam sering bermain musik di bandingkan dengan belajar hukum.” Bisik Winter sekali lagi menikmati setiap perubahan reaksi Selina yang ketakutan. Selina semakin bungkam, wajahnya pucat pasi dengan mata bergetar hebat tidak dapat menyembunyikan ketakutannya dengan ancaman Winter. “Minta maaf pada ayahku dan cabut tuntutanmu. Jika tidak, aku juga akan menuntutmu.” Ucap Winter lagi sebelum memutuskan pergi meninggalkan Selina yang masih mematung di tempatnya. *** Kedatangan Paula ke dalam kelasnya mencuri perhatian semua orang, orang-orang yang semula tertawa lebar saling mengobrol mendadak membisu karena kehadiran Paula. Teman-teman Paula membicarakan pengalaman memalukan mereka beberapa hari yang lalu melihat Paula di seret ke kantor polisi usai kedapatan mencuri dan mengalami kendala saat melakukan p********n. Kejadian itu menjadi pusat perhatian banyak orang dan menjadi bahan pembicaraan teman-temannya yang membicarakannya kepada orang lain. Teman-teman Paula jadi berspekulasi bahwa Paula mencuri untuk membayar makanan. Senyuman yang sempat merekah di bibir Paula harus memudar karena orang-orang semula begitu care dan respect kepadanya membuang muka berpura-pura tidak melihat kedatangannya. Mereka terlihat malu untuk bertegur sapa dengan Paula. Tidak hanya malu, mereka juga marah karena pada saat itu mereka masih mengenakana pakaian seragam, secara tidak langsung kejadian buruk hari itu akan di ketahui semua orang bahwa sekolah elit Mirin International High School memiliki murid pencuri. Di sisi lain, Hendery yang sudah duduk di mejanya menyeringai puas melihat Paula yang kini berdiri sendirian terlihat canggung di hadapan semua orang yang sudah membicarakannya. Hendery lebih puas karena karena kejadian itu terjadi di restaurant milik keluarganya, karena itulah dia dapat mengetahui semua yang telah terjadi. Paula berjalan dengan cepat dan duduk di bangkunya, tangannya terkepal kuat menyembunyikan kemarahannya kepada semua orang yang sudah membicarakan dirinya. Semula, Paula yakin, salah satu di antara temannya yang ikut ke restaurant lah yang sudah menjebak dirinya. Akan tetapi, setelah di pikirkan lebih jauh, teman-temannya tidak ada yang beranjak pergi ke toilet, hanya Winter yang beranjak. Namun, Paula sama sekali tidak memiliki kecurigaan sedikitpun kepada Winter. Winter gadis yang bodoh, jangankan untuk melakukan sesuatu yang buruk kepada orang lain, dia tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Paula mengambil dompetnya dan melihat kartu milik Winter masih berada di tangannya, kartu di tolak beberapa kali tidak hanya di restaurant, bahkan saat Paula ingin diam-diam menggunakannya untuk belanja. Setelah melewati banyak penolakan, kartu Winter di blokir. Apa yang sebenarnya terjadi?. Mungkinkah Winter mengganti pinnya?. Jika itu memang terjadi, bukankah tidak mustahil juga jika orang yang menjebak Paula juga Winter?. Namun bagaimana bisa?. Jika di teliti, Winter memang sudah berubah. Paula merasakannya. Yang menjadi mustahil adalah orang bodoh seperti Winter bagaimana bisa mendadak mnejadi pintar?. Ini sangat mustahil. Pagi ini sangat buruk untuk Paula, tidak hanya menjadi bahan perbincangan semua orang dan menjadi lelucon semua orang, Paula juga merasa sangat kesal dengan tingah Winter yang mengusirnya di jalanan. Paula harus segera membalasnya dan kembali mendoktrin Winter untuk kembali ke dalam genggamannya untuk kembali di jadikan boneka mainan dan mesin uang berjalannya. *** Paula terduduk di atas closet, gadis itu bernapas dengan cepat terlihat marah akan sesuatu. Apa yang terjadi tadi pagi benar-benar sangat membuatnya marah. Winter sudah berani melawan dan berkata kasar padanya. Winter sudah berani membangkang apa yang dia katakan. Paula tidak dapat menerima itu semua. Apa yang terjadi tadi pagi adalah penghinaan bagi Paula. Bagi Paula, Winter tidak memiliki hak untuk melawan dirinya karena Paula merasa bahwa dia seribu kali lipat jauh lebih baik dari Winter. Bagi Paula. Winter tidak pantas untuk lebih bahagia dari Paula. Sorot mata Paula terlihat kuat menatap tajam sebuah tayangan singkat sebuah video memalukan Winter yang terjatuh dari kursinya karena di bawah meja, kaki Paula menangkas kaki Winter yang hendak beranjak dari duduknya. Alhasil Winter terjatuh terjungkal ke lantai bersama dengan kursinya. Winter yang berusaha berdiri terlihat berpegangan ke sisi meja, namun dia tidak sengaja menarik taplak meja dan membuat piring-piring kotor juga gelas terjatuh kearahnya. Dengan kesulitan Winter berdiri dalam keadaan pakaian kotor penuh noda makanan dan celana yang robek. Kejadian itu terjadi saat di sebuah restorant. Paula sengaja mendapatkan video memalukan itu dari cctv restorant, dia mengoleksi segala sesuatu tentang hal-hal yang mempermalukan Winter. Bibir Paula tersenyum begitu puas, tanpa keraguan Paula mengirimnya melalui sebuah akun anonym ke beberapa orang anak sekolah dan membagikannya secara masal. *** Winter melihat ke sisi, memperhatikan tempat duduk Marvelo yang kosong. Sudah dua pelajaran yang terlewatkan, Marvelo masih belum datang. Kemarin, Marvelo terlihat baik-baik saja, namun kenapa hari ini dia tidak datang ke sekolah?. Padahal Winter sangat ingin berbicara secepatnya dengan Marvelo untuk membicarakan kesepakatan. Haruskah Winter mencarinya?. Guru yang semula mengajar segera keluar begitu jam mengajarnya selesai. Winter melihat ke belakang dan memperhatikan Selina yang kini tengah terdiam dan hanya merenung. Ancaman Winter tadi pagi sudah berhasil membuat Selina benar-benar ketakutan, bahkan kini gadis itu terlihat berpikir keras untuk membujuk ibunya dan meyakinkan ibunya jika semuanya baik-baik saja. Bibir Winter membentuk seringai jahat. Orang-orang yang dulu mengganggu Winter yang asli ternyata tidak sekuat apa yang dia pikirkan. Dengan hati yang tanpa beban, Winter langsung beranjak dari duduknya dan memutuskan untuk pergi keluar kelas. Winter berjalan di antara beberapa siswa yang terus melihatnya, mereka terlihat saling berbisik dan tertawa. Entah mengapa ada firasat buruk yang Winter rasakan. Dengan tenang Winter mengabaikan perhatian semua orang, gadis itu memilih pergi ke keluar dari gedung sekolah. Sepanjang perjalanan dia semakin menyadari bahwa perhatian orang-orang semakin tertuju kepadanya dan membuat Winter merasa terganggu, apalagi tatapan semua orang terlihat mencemooh penuh rasa kasihan dengan kehidupan Winter. Apa yang sebenarnya terjadi?. To Be Continue...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN