“Bitch.” Bisik Winter memanggil Paula dengan tajam penuh penekanan.
Tubuh Paula sedikit megang kaget dengan ucapan Winter yang berkata kasar dengan tatapan merendahkan yang jelas tertuju kepadanya, dengan cepat Paula mengalihkan perhatiannya pada penampilan baru Winter yang kini berdiri di hadapannya.
Paula sejenak terdiam karena terkesima, Paula melihat penampilan Winter yang kini menjadi berbeda dari biasanya, bahkan aura dan tatapannya pun berubah dari biasanya.
Di mulai dari wajah Winter yang terpoles riasan yang membuat wajah Winter terlihat segar, rambut yang terawat dengan gaya baru, bahkan sepatu boots heels tinggi. Mengajutkan, Winter bisa berdiri dengan tegak sempurna dan penuh dengan percaya diri.
Paula semakin di buat terbelalak karena dia tidak melihat lipatan di perut Winter karena kini Winter memakai korset.
Paula menarik napasnya dalam-dalam merasa bingung dengan penampilan Winter yang begitu berbeda dari biasanya.
Siapa yang sudah membuat Winter yang pemalu dan norak itu memiliki keberanian berpenampilan seperti ini?.
Terakhir kali Winter dandan adalah saat pertama kali masuk Sekolah Menengah Atas. Winter di tertawakan semua orang karena dia memakai make up seperti badut.
Namun sekarang?.
Penampilan Winter yang sekarang bahkan membuat Paula yakin jika Winter datang ke salon terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah.
Paula tidak tahu siapa yang sudah berhasil membangkitkan kepercayaan diri Winter. Padahal bertahun-tahun Paula sudah berhasil membentuk pribadi Winter untuk menjadi gadis pemalu, bodoh dan norak.
Paula yakin Winter hanya akan merubah dirinya dalam waktu beberapa hari saja karena kini gadis itu tengah malu dan sedang menjadi perbincangan banyak orang.
Paula berdeham tidak nyaman. “Winter, barusan kau bicara apa?.” Tanya Paula dengan mata yang masih berkaca-kaca terlihat sedih.
“Aku hanya memanggil namamu.” Jawab Winter dengan tenang.
Kening Paula sedikit mengerut kecil, barusan yang dia dengar bukan namanya, namun makian. Paula sedikit menggeleng mencoba untuk tidak memikirkannya, sekarang yang terpenting adalah memperbaiki kepercayaan Winter kepadanya.
“Winter, aku senang kau bisa kembali sekolah. Aku sangat bersedih dan merasa sangat bersalah hingga tidak berani menemuimu, maafkan aku Winter. Kau pasti sakit hati setelah melihat rekaman itu, tapi itu hanyalah sebuah candaan Winter. Percayalah padaku, mana mungkin aku memiliki hati seperti itu kepada sahabatku sendiri.” Ucap Paula dengan suara indahnya.
Mata Winter sedikit menyipit, dia menangkap ada sesuatu yang janggal dari ucapan yang keluar dari mulut Paula.
Winter cukup penasaran dengan akan apa yang sebenarnya telah terjadi di antara Winter dan Paula. Lebih baik untuk saat ini dia berpura-pura memaafkan.
“Winter, Aku benar-benar menyesal dan tidak bermaksud mempermalukanmu, kita lupakan pertengkaran kita ya?” Paula meraih tangan Winter dan menggenggamnya dengan kuat. “Winter percayalah padaku, mana mungkin aku mempermalukanmu dan menusukmu dari belakang. Kamarin itu aku khilap karena iri dengan kesempurnaanmu. Maafkan aku, aku sungguh menyesal, aku tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Paula lagi terlihat bersungguh-sungguh.
Bibir Winter menekan menahan diri untuk tidak memaki, sementara tangannya terkepal kuat agar tidak menjambak rambut Paula.
Entah seperti pola pikir pemilik tubuh Winter yang dulu.
Mengapa Winter yang dulu sangat gampang di bodohi?.
Paula terus menerus mengatakan Winter sempurna, namun di belakang itu semua, Paula terus mendorong Winter ke jurang kehancuran yang membuat Winter menjadi bahan lelucon semua orang atas fisik dan kapasitas otaknya yang kian menumpul.
Dagu Winter sedikit terangkat, untuk kali ini dia akan terus bersikap seperti Winter yang dulu. Tidak indah balas dendam dengan menghancurkan lawan begitu saja.
Lawan harus tersiksa dahulu, baru di hancurkan.
“Winter aku mohon.” Bisik Paula.
“Mengenai kejadian di atas gedung sekolah.” Winter memancing.
“Winter, kau salah paham. Sudah aku bilang, mana mungkin aku melakukannya” sela Paula terlihat panik. “Kita bersahabat sejak kecil, aku tidak mungkin menjadi duri di dalam hidupmu. Kau tahu sendiri kan, selama ini aku yang selalu ada untukmu, hanya aku yang tulus padamu.”
Jawaban Paula semakin membuat Winter ingin mengetahui apa yang sebenarnya di pertengkarkan sebelum Winter yang asli di temukan tidak sadarkan diri.
“Aku memaafkanmu.” Ucap Winter.
Paula terbelalak kaget dengan jawaban Winter yang tidak terduga, kekagetan Paula berubah dengan cepat menjadi senyuman lembutnya yang manis. “Winter, kau memang sahabat sejatiku.”
“Nona.” Hiro menarik tangan Winter dan membawanya mundur beberapa meter agar terjauh dari Paula. “Nona, tolong ingat pesan Tuan Vincent. Sekarang Anda harus berhati-hati” kata Hiro menasihati.
Winter mengangguk, tanpa perlu mengingat nasihat Vincent, dia memang akan hati-hati kepada Paula dan kepada siapapun yang di temuinya.
“Nona, hati-hatilan” nasihat Hiro lagi mengingatkan.
“Iya” Winter segera berbalik dan pergi mendekati Paula lagi yang kini berdiri menunggu.
“Winter, ayo ke kelas denganku” Ajak Paula.
Winter mengangguk setuju, kini dia tidak perlu repot-repot mencari kelasnya karena Paula akan mengantarnya.
Untuk beberapa menit Winter bisa menahan jijik dengan Paula yang terus menempel dan bersikap manis kepadanya, ke depannya dia akan menjambak rambut Paula hingga kepala Paula pitak.
“Winter.” Paula yang baru beberapa langkah berjalan langsung berhenti melangkah, gadis itu merasakan langkah tegas Winter yang tidak seperti biasanya, tidak hanya itu, Winter juga memakai sepatu berheels tinggi tanpa hambatan apapun.
Winter berjalan dengan sangat tegas dan terlihat nyaman, gadis itu tidak oleng dan jatuh sama sekali.
“Kau.. sejak kapan kau bisa memakai sepatu seperti itu?” Tanya Paula bingung. “Tidak seperti biasanya kau juga dandan dan memakai korset.”
Alis Winter sedikit bergerak. “Kak Vincent mendandaniku.”
“Kak Vincent pulang?.”
“Ya.”
“Senangnya..” senyum Paula terlihat bahagia. “Pasti dia membawa banyak hadiah untukmu.”
Winter menyeringai, Vincent memang membawa banyak hadiah untuk Winter, Namun itu semua tidak terlepas dari makanan yang sangat mengganggunya.
“Winter, mengenai Hendery, aku sudah menemui dia memarahinya, Hendery tampak menyesal atas apa yang telah dia perbuat padamu, Hendery juga sudah mendapatkan hukumannya dari sekolah. Dia berharap bisa berbicara denganmu dan meminta maaf atas kejadian waktu itu.”
“Kau atur saja waktunya.”
“Baiklah.”
Paula dan Winter kembali berjalan, kebersamaan mereka tidak luput dari sorotan banyak orang yang melihat. Mereka sedikit mengolok-olok perbedaaan jauh penampilan Paula dan Winter yang tidak ada bedanya dengan bumi dan langit.
Dulu, seorang Winter Benjamin mungkin boleh saja tertunduk malu dan berjalan dengan gemetar ketika berada di samping Paula yang cantik jelita dan pandai bergaul. Namun Winter yang sekarang tidak lagi seperti itu, Winter akan mengangkat kepalanya dengan percaya diri, karena Winter yang sekarang adalah seorang Kimberly.
Kimberly adalah wanita yang sangat mencintai dirinya sendiri dan menganggap dirinya berharga. Kimberly selalu menganggap dirinya sendiri sangat cantik tanpa menganggap jelek orang lain.
Jika kini jiwa Kimberly memiliki tubuh Winter Benjamin, maka Kimberly juga akan mencintai tubuh Winter dan memperbaikinya dengan cara yang baik.
***
Beberapa orang tampak berbisik melihat Winter dan Paula yang baru keluar dari lift menuju kelas.
“Winter, kau mau aku temani sampai kelasmu?.” Tanya Paula penuh perhatian.
Kepala Winter terangkat melihat beberapa anak tangga di lorong yang mengarah pada ruangan kelas khusus anak-anak yang mendapatkan fasilitas khusus karena membayar biaya sekolah yang lebih mahal.
“Tidak perlu.” Jawab Winter dengan senyuman setulus mungkin.
“Baiklah, sampai jumpa” Paula melambaikan tangannya dan pergi ke sisi lain menuju gedung sekolah lain yang di sambungkan dengan sebuah jembatan.
Begitu Paula pergi, Winter berbalik sambil mengusap bajunya yang sudah di sentuh Paula.
Winter langsung melangkah pergi menuju kelasnya.
Sejenak gadis itu terdiam di depan pintu, tiba-tiba Winter mendengus geli merasa rindu dengan suasana sekolah setelah sekian lama menjalani kehidupan sebagai model.
Begitu pintu kelas di buka, keramaian kelas yang di isi banyak anak-anak yang berinteraksi, kini mendadak langsung diam dan melihat ke arah Winter, semua orang terlihat kaget karena Winter sudah kembali ke sekolah dalam waktu yang cepat.
Sementara Winter yang sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, dia tidak menunjukan rasa malu dan gugup sama sekali. Winter hanya mengedarkan pandangannya menebak-nebak di mana mejanya.
“Permisi, kau menghalangi jalanku.” Suara seseorang yang berada di belakang membuat Winter begeser dan sedikit mendongkak melihat orang yang berbicara padanya.
Winter sedikit terperangah melihat pria berambut cokelat keemasan dan bermata hijau, pria itu terlihat sangat tampan dan memiliki proporsi tubuh seperti atlit. Kakinya yang panjang dan d**a yang bidang itu membuat Winter berdecak kagum.
“Kau” panggil Winter pada pria itu.
Pria itu langsung menengok dan menatap Winter terlihat sedikit kaget, reaksi pria itu sama seperti anak-anak yang lainnya.
“Kau tahu di mana tempat dudukku?.” Tanya Winter dengan nada dinginnya.
Marvelo menunjuk bangku paling ujung dan paling belakang dekat loker.
Begitu sudah mengetahui tempat duduknya di mana, Winter segera pergi begitu saja meninggalkan Marvelo yang masih berdiri mematung di tempatnya.
Semua orang yang ada di dalam kelas semakin bungkam begitu melihat Winter yang berpenampilan baru tengah berjalan dengan santai dan penuh percaya diri menuju bangkunya.
“Tidak aku sangka, kau memiliki keberanian untuk kembali menunjukan diri.” sambut gadis berambut kemerahan dengan cat kuku yang sangat cantik, gadis itu duduk bersedekap melihat Winter yang melangkah melewatinya.
Winter yang malas menjawab langsung duduk di mejanya yang kini sedikit berantakan, bahkan komputer miliknya di corat-coret dan mendapatkan pesan makian dari lembaran surat yang di simpan.
Merasa di abaikan, gadis berambut merah yang bernama Selina itu segera bangkit dan melewati orang-orang yang hanya diam dan menonton.
Selina menggebrak meja Winter dengan keras. “Setelah tebal muka dan tidak tahu malu, sekarang kau juga tuli?.” Tanya Selina dengan tatapan tajam.
Kepala Winter terangkat membalas tatapan tajam Selina. “Berhentilah bicara omong kosong, jalang.” Bisik Winter penuh peringatan.
Wajah Selina sedikit memucat kaget, Winter yang selalu tertunduk dan hanya meminta maaf meski di ganggu dengan berlebihan, kini dia membalas tatapannya dengan tajam dan membalas ucapannya dengan makian.
Selina langsung tersenyum meremehkan, “Sejak kapan kau memiliki keberanian? Apa rasa malu menumbuhkan keberanianmu?” Tanya Selina dengan sedikit keras. “Pecundang tetaplah pecundang, kau harus tahu itu! Meski kini kau berani bicara dan menatapku, kau tidak akan pernah berubah karena semua orang akan tetap mengingatmu sebagai badut sekolah yang terlalu berhayal untuk menerima cinta dari seorang laki-laki hingga membuatmu menjadi seperti gadis gila tidak tahu malu.”
Hinaan Selina membuat beberapa orang sedikit tertawa teringat keberanian Winter yang menyatakan perasaannya begitu saja di depan umum kepada seorang pria.
Selina sedikit membungkuk dan menatap tajam Winter. “Bukan kesalahan Hendery jika dia menolakmu, Hendery juga pantas malu dan memakimu saat kau menyatakan cinta kepadanya. Siapapun akan merasa tidak nyaman jika mendapatkan pengakuan cinta darimu.” Tambah Selina lagi menggertak mental Winter.
Alih-alih tergertak, Winter hanya berkedip santai. Menghadapi sepuluh sampai seratus orang yang membencinya, itu bukan masalah.
Saat menjadi Kimberly, dia sudah pernah merasakan di benci jutaan orang.
Ini bukan apa-apa.
“Kau sudah selesai bicaranya?” Tanya Winter dengan santai, “Kalau masih mau bicara, agak mundurlah sedikit. Aku tidak suka aroma parfume di bajumu.”
Selina mengepalkan tangannya, semua ucapan yang keluar dari mulutnya langsung di patahkan oleh Winter hanya dengan beberapa patah kata murahan.
“Kau benar-benar bersikap menyebalkan” geram Selina marah. “Aku benar-benar muak hanya dengan melihatmu.”
Winter langsung bersedekap dan memakan sebuah permen karet, Winter harus melatih rahangnya agar sedikit berbentuk dengan cara memakan permen karet secara teratur.
Andaikan saja dia sudah dewasa, dia akan melatih rahangnya dengan memaki dan menghardik orang-orang yang menyebalkan.
“Jika muak, pindah kelaslah dan berhenti membullyku!.”
Sontak Selina tertawa begitu pula beberapa orang lainnya. Mereka tidak merelai namun mendorong Selina untuk terus semakin jauh mengganggu Winter.
“Seharusnya kau yang pindah, kau tidak pantas berada di level kelas ini!” Bentak Selina dengan keras seraya menggebrak meja.
“Oh astaga” Winter mulai kesal karena harus adu mulut, gadis itu langsung berdiri dan bertolak pinggang. “Biarkan aku beritahu kau, seorang pembully biasanya suka mengganggu orang lain karena dia iri dan merasa posisinya terancam. Kau dan aku memang tidak satu level karena aku terlalu tinggi. Jika aku ada di bawah levelmu, kau tidak akan menggangguku. Kau menggangguku karena posisiku lebih tinggi darimu.”
Selina bungkam dengan ucapan Winter yang sangat lantang dan percaya diri.
“Satu lagi, orang sepertimu itu adalah pecundang besar, kau tahu kenapa? Kau dan teman-temanmu yang di ada di belakangmu hanya berani merundung satu orang secara beramai-ramai. Kalian menganggap diri kalian keren? Astaga lihat wajah-wajah sampah kalian! Sikap kalian seperti setumpuk pecundang yang tidak memiliki keberanian melawan satu orang manusia sepertiku.” Tambah Winter lagi seraya menunjuk satu persatu orang yang sudah menertawakannya.
Semua orang di buat bungkam dengan ucapan pedas yang keluar dari mulut Winter.
“Bicaralah dengan pengacaraku jika merasa tidak nyaman atas keberadaanku. Aku tidak akan mau berbicara dengan kalian karena aku terlalu sempurna.” Kata Winter lagi terlihat sangat tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya.
Winter kembali duduk di kursinya dan menyalakan komputernya, sementara Selina yang kehabisan argument segera mundur dan kembali duduk. Selina terlihat sedikit shock dengan perubahan Winter yang sangat tidak dia kenal.
***
Seorang guru yang berdiri di depan kelas segera mengambil laptopnya dan berpamitan pergi usai mendengar suara bel yang berbunyi.
Beberapa orang mulai beranjak dari duduk mereka dan pergi keluar menikmati waktu istirahat mereka.
Winter sedikit menguap sambil melihat keluar jendela, sudah sangat lama dia tidak pernah belajar, kepalanya terasa sedikit penat dan suntuk begitu kembali harus belajar.
Winter segera beranjak dari duduknya dan pergi keluar, sekilas dia melihat pemuda yang berbicara dengannya tadi pagi. Tanpa sengaja mereka saling berpandangan.
Pria itu menatapnya dengan lembut, namun ekspresi di wajah tampanya sangat dingin dan tidak tersentuh.
Winter langsung memutuskan tatapannya, gadis itu memilih pergi keluar dari kelasnya.
Kedatangan Winter keluar dari kelas kembali menjadi pusat perhatian banyak orang seperti tadi pagi, Winter yang sangat percaya diri tetap melangkah dengan tegas melewati orang-orang yang beberapa di antara mereka tidak ragu mengejeknya atas video memalukan dirinya yang tersebar.
Winter pergi memasuki lift setelah melihat denah sekolah yang terpajang papan.
Untuk menikmati waktu istiraatnya sekarang, Winter hanya ingin segelas juss buah untuk mengisi perutnya.
Sepulang sekolah Winter akan langsung pergi ke gym tempat dia melakukan terapi dengan bimbingan ahlinya untuk menurunkan berat badannya.
Begitu Winter sampai ke kantin, dia dapat melihat suasana kantin terlihat ramai, meski tidak seramai ruangan kantin gratis. Winter ikut mengantri dengan orang lain dan memilih segelas juss strawberry tanpa gula dengan sepiring steak.
Sangat menyenangkan hidup di sekolah elit, Winter bisa memakan apapun yang enak. Winter tidak akan membatasi makanan apapun yang dia ingin makan, namun dia akan memperhitungkan porsinya.
Winter langsung duduk begitu sudah mendapatkan makanannya, sesaat dia mengibaskan rambutnya sengaja menunjukan diri di hadapan semua orang yang terus memperhatikannya.
Gadis itu tersenyum sinis sedikit menantang siapapun yang membencinya.
Tubuh Winter menegak sempurna, dia mulai menikmati makan siangnya dengan tenang sendirian.
“Winter, tadi aku datang ke kelasmu.”
Winter yang baru menyeruput jussnya langsung mengangkat kepalanya, gadis itu berkedip melihat Paula yang berdiri di hadapannya.
Kesengan di wajah Winter langsung berubah menjadi jengkel bercampur jijik karena dia harus kembali melihat Paula yang kini berdiri di hadapannya.
Bibir Winter menyunggingkan senyuman palsu “Ada apa Paula?.”
Pandangan Paula langsung tertuju panda piring Winter yang di isi oleh tenderloin.
Paula terbelalak kaget, Winter adalah seorang vegetarian, tidak seharusnya dia memakan daging.
“Winter, kau kan vegetarian” ucap Paula dengan sedikit panik. “Ada banyak cake dan makanan manis kesukaannmu di sini, tapi kenapa kau malah memakan daging? Kau lupa jika kau ini vegetarian?.”
“Aku tidak lupa, memangnya kenapa jika ingin makan daging?” Tanya balik Winter yang kini berpura-pura polos. Winter segera mengambil pisau dan garpu, dengan cekatan dia memotong daging. “Aku hanya memakan daging, itu hal biasa Paula, yang luar biasa itu teman makan teman.”
To Be Continue..