[Masih Flashback Dua Bulan Yang Lalu]
…
London, Uk,.
Beberapa hari kemudian,.
Setelah beberapa hari Queen menyatakan keputusannya pada orang tua dan keluarganya, tak berselang lama setelah itu, Liam dan kedua orang tuanya pun datang ke mansion Alexander's untuk menyampaikan niat baik mereka.
Keluarga Queen tentu akan menyambut mereka dengan hangat, pasalnya yang mereka lihat selama ini adalah Liam memang pria yang baik. Lagi pula Marchell juga sudah kenal lama dengan ayah pria itu.
Setelah kedatangan mereka dan akhirnya kedua keluarga besar itu sepakat jika pernikahan Queen dan Liam akan dilaksanakan satu bulan setelahnya. Dan artinya, hari bahagia itu tinggal tiga minggu lagi.
Sedangkan Kayla, wanita paruh baya itu menyarankan sang putri untuk lebih sering jalan bersama Liam, hitung-hitung Queen belajar mendekatkan diri dengan calon suaminya. Dan Queen pun menerima saran dari sang Mama, bahkan, akhir-akhir ini dia sudah lebih sering menghabiskan waktu bersama Liam. Seperti halnya siang ini, Queen datang berkunjung ke kantor Liam tanpa sepengetahuan pria itu.
…
Orlando's Corporation | Siang Hari
Queen melangkahkan kaki jenjangnya masuk kedalam perusahaan milik Liam. Namun, gadis itu lebih dulu menuju meja resepsionis karena dia tidak bisa masuk sesuka hatinya. Queen yang terlahir dari keluarga pebisnis dan memiliki beberapa perusahaan besar, tentu dia paham akan etika. Orang-orang disana belum sepenuhnya mengenal dirinya.
"Permisi, selamat siang," sapa Queen pada seorang wanita disana. Wanita itu balas menatap Queen dengan senyum sopannya.
"Siang, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu dengan senyum ramah.
"Saya ingin bertemu dengan Liam." ujar Queen, sedangkan wanita di depannya kini malah menatapnya dengan kening berkerut bingung.
"Ah, maksud saya … Tuan Liam Orlando," jelas Queen saat menyadari kesalahannya.
"Apakah anda sudah buat janji terlebih dahulu, Nona?" wanita itu kembali bertanya.
"Belum … saya belum buat janji apapun," balas Queen dan wanita itu mengangguk kecil.
"Baiklah, Nona. Karena anda belum ada janji, mungkin anda bisa menunggu disana sebentar, karena saat ini Tuan Orlanda sadang ada meeting," ujar wanita itu setelah melirik sejenak kearah list disampingnya.
"Baiklah … terimakasih," balas Queen dan wanita itu pun turut membalasnya dengan senyum ramah.
Setelah itu, Queen melangkah menuju sofa yang tersedia disana. Gadis itu meletakan paper bag yang berisikan makan siang untuk Liam. Queen tidak marah meski dirinya tidak diizinkan masuk, ia paham dan bisa memakluminya.
…
Sedangkan ditempat lain, Liam melangkah keluar dari ruang meeting. Pria itu diikuti oleh Jeremy, sang asistennya. Dalam langkah kakinya, Liam melihat jam yang saat ini hampir jam 12 siang. Entah kenapa, Liam ingin sekali mengajak Queen untuk makan siang bersama.
Tak berselang lama, Liam menarik ponselnya dari saku jasnya, dia mulai mencari kontak calon istrinya dan lekas menghubungi gadis itu.
"Halo…?" sapa Queen diseberang sana, sejenak Liam mengerutkan kening saat mendengar suara bising di seberang telepon.
"Queen? Kau sedang diluar?" tanya Liam penasaran.
"Ah, iya … aku sedang diluar, Liam. Apa meetingmu sudah selesai?" Liam kembali mengerutkan keningnya saat mendengar pertanyaan Queen tentang meetingnya.
"Yeah … baru saja selesai. Dari mana kau tahu jika aku sedang meeting?" tanya Liam yang saat ini sudah menghentikan langkah kakinya.
"Eumm … aku sedang di lobby, Liam. Aku belum boleh masuk karena tidak ada janji denganmu," ujar Queen.
Deg!
Liam tertegun, pria itu mulai mengeraskan rahangnya saat tahu jika calon istrinya dibiarkan menunggu seperti itu.
"Tunggu sebentar, aku akan turun sekarang," ucap Liam sambil memutuskan panggilan teleponnya.
Liam melangkah lebar menuju lift yang akan membawanya turun ke lantai dasar. Bahkan Liam tidak memperdulikan Jeremy yang terus memanggilnya.
Ting!
Selang beberapa menit, Liam keluar dari dalam lift. Pria itu melangkah lebar dengan wajah datarnya. Bahkan dia tidak menghiraukan sapaan hormat dari beberapa karyawannya disana.
"Queen…" panggil Liam saat melihat calon istrinya duduk di sofa tunggu disana. Sedangkan gadis itu, dia pun menoleh saat mendengar suara Liam memanggil namanya. Queen mengulas senyum dan langsung berdiri.
"Hai … bagaimana dengan meetingmu?" tanya Queen. Liam tidak menghiraukan pertanyaannya.
"Sudah berapa lama kau menunggu disini?" tanya Liam terdengar serak.
"Belum lama, Liam."
"Berapa lama?" Liam seperti memaksanya sehingga mau tidak mau membuat Queen menghela nafas lalu lekas menjawab.
"Baru satu jam. It's oke … sekarang apa bisa kita keruangan mu saja? Aku membawa makan siang untukmu. Ini masakan dari mansion, bukan restoran," ujar Queen tak lepas dari senyumnya.
Dia tahu jika Liam pasti sedang emosi. Dan benar saja, Liam meraih jemari lentik itu lalu menggenggamnya. Tak lupa juga Liam mengambil paper bag di atas meja lalu lekas melangkah menuju meja resepsionis.
"Apa alasanmu tidak membiarkannya masuk?!" tanya Liam pada wanita di depannya.
"Tuan…" wanita itu gugup saat melihat wajah datar itu.
"Jawab!" bentar Liam. Bahkan Queen pun turut tersentak.
"Karena dia belum memiliki janji dengan anda, Tuan." jawab wanita itu.
Braaakkkk!
"Dia adalah calon istriku dan kau dengan beraninya membuat dia menunggu seperti ini, huh?!" ujar Liam setelah menggebrak meja disana.
"Liam … dia tidak mengenalku. Tidak perlu memarahinya seperti ini," ucap Queen berusaha menenangkan pria itu.
"Saya minta maaf, Tuan. Nona … saya benar-benar minta maaf," ujar wanita itu dengan wajah pucat pasinya.
"Setelah ini, kamu saya pecat," ucap Liam dan langsung membawa Queen pergi dari sana. Bahkan Liam tidak mau mendengar ucapan Queen sedikit pun tentang keputusannya. Hingga tak berselang lama, kini mereka pun sudah sampai di ruang kerja Liam.
Liam melangkah membawa Queen menuju sofa. Dia meletakan paperbag di tangannya dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk nyaman disana.
"Kenapa harus memecatnya, Liam? Dia tidak mengenalku dan lagi pula, seharusnya kau bangga dengan pekerja mu yang seperti itu, bukan? Mereka tidak sembarangan mengizinkan orang lain untuk menemuimu," ujar Queen. Sejenak, Liam menghempaskan bokongnya duduk disamping Queen. Pria itu menghembuskan nafas kasarnya.
"Tapi tidak seharusnya dia melakukan itu terhadapmu, Queen. Bahkan sampai satu jam kau menunggu disana," balas Liam terdengar kesal.
"Bagaimana kalau dia mengenalku sebelumnya, apa mungkin dia akan berlaku seperti itu? Liam … tolong jangan buat keputusan seperti itu, kasihan dia," ujar Queen berusaha meluluhkan hatinya.
"Aku lapar, Queen. Bisakah kita makan saja, hmm?"
"Jawab dulu, baru kamu bisa makan," ujar Queen. Sejenak, Liam menatapnya kemudian lekas mengangguk.
"Okay."
"Okay, apa?"
"Aku tidak akan memecatnya. So? Bisa kita makan sekarang?" tanya Liam dan dibalas anggukan cepat oleh Queen. Gadis itu tersenyum dan mulai mempersiapkan makanan yang dia bawa dari mansion untuk pria itu.
…
Beberapa menit kemudian,.
Setelah menyelesaikan makan siangnya, saat ini Liam dan Queen masih duduk di tempat semula. Liam menggenggam hangat jemari milik Queen sambil menatap lekat wajah cantik di depannya.
"Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu, Queen. Hari dimana setelah itu kau akan menemaniku setiap harinya. Aku akan bangun setiap pagi dan langsung menatap wajahmu. Itu adalah mimpiku," ujar Liam dengan suara seraknya. Sedangkan Queen, dia tetap mendengarkan sambil menatap lekat wajah pria baik di depannya ini.
"Aku mencintaimu, Queen. Dan aku berharap kau juga memiliki perasaan yang sama sepertiku," ujar Liam sambil mengusap pelan garis wajah Queen.
Sementara Queen sendiri, sungguh dia menjadi merasa bersalah dengan Liam. Karena, bahkan sampai saat ini, dia masih belum bisa membalas perasaan Liam. Queen masih sibuk bergelut dengan masa lalunya.
'Maaf Liam … bahkan sampai saat ini, aku belum bisa mewujudkan harapanmu. Maafkan aku.' batin Queen dalam diam.
‘Aku mencintainya, Liam. Tapi aku akan tetap menikah denganmu dan menjadi istrimu. Meski aku tidak mencintaimu.’ Queen menatap sendu wajah calon suaminya.
[Flashback Dua Bulan Lalu, End]
***