I Will Always Love You

2566 Kata
Bima dan Laura sedang berbincang-bincang sambil saling berpelukan di sofa panjang di kamar perawatan mewah Bima. Sejak ciuman mesra mereka yang terjadi beberapa saat tadi dan Bima menyetujui syarat yang diinginkan Laura, hubungan mereka berdua kembali lagi seperti dua puluh tiga tahun yang lalu, saat mereka masih duduk di bangku kuliah. Saling bercanda dan saling memeluk, kadang saling mengecup dan saling membelai mesra. “ Apa yang paling kamu rindukan dariku Bim? Saat kita berpisah”Tanya Laura pada Bima yang duduk merangkulnya sambil memainkan rambut Laura. “ Aku merindukan semuanya darimu. Merindukan obrolan-obrolan kita. Merindukan canda tawamu, merindukan wangi shampoo mu dan merindukan semuanya tentang dirimu.” Kata Bima “ Yang kutanya, apa yang paling kamu rindukan. Pasti diantara itu semua, ada satu hal yang membuatmu sangat rindu denganku.” Desak Laura ke Bima sambil tersenyum . “ Apa ya? Semua tentang dirimu membuatku rindu, jadi aku tidak bisa memilih salah satunya yang paling membuatku rindu itu, apa? Semuanya pokoknya, tentang dirimu, membuatku rindu.” Kata Bima tidak bisa memutuskan, apa yang paling membuatnya merindukan Laura. “ Kalau aku, yang paling membuatku rindu padamu adalah suaramu saat bernyanyi. Aku suka kalau kamu bernyanyi untukku. Dulu saat aku letih dengan tugas-tugasku, saat aku sedih atau saat aku bahagia. Pasti kamu akan bernyanyi untukku. Nyanyianmu tidak ada orang yang bisa mengantikannya.” Kata Laura sambil mengelus-elus tangan Bima. Bima memang suaranya sangat merdu. Bima juga sangat jago bermain gitar. Dia dulu suka bermain gitar dan bernyanyi untuk Laura . “Ohh..Untung deh, kamu belum ketemu cowok yang bisa bernyanyi . Kalau ada cowok yang suka bernyanyi untukmu di Denmark sana, tentu aku sudah kamu lupakan dan kamu akan segera berpindah hati.” Kata Bima menggoda Laura. “ Bukan gitu, maksudku aku juga rindu semua yang ada pada dirimu. Tapi yang paling kurindukan itu suaramu saat bernyanyi untukku.” Kata Laura sambil mesem. “ Iya. Iya. Aku tahu. Aku hanya menggodamu. Aku bersyukur kalau kamu masih merindukanku. Apapun yang kamu rindukan tentangku, aku tak peduli, yang penting kamu masih tetap merindukanku. Mau aku nyanyi buat kamu, sekarang?” Tanya Bima penuh perhatian. “ Kamu masih suka nyanyi?” Tanya Laura. “ Menyanyi adalah satu-satunya pelampiasan yang bisa aku lakukan, saat aku stress. Apalagi sekarang. ada aplikasi karaoke di handphone yang bisa langsung mengiringi nyanyian kita, tanpa perlu bawa-bawa gitarku. Kadang aku nyanyi di kantorku , kalau mumet dengan pekerjaanku atau saat aku merasa kesepian bahkan saat aku merindukanmu, aku juga akan bernyanyi.” Kata Bima sambil mengambil handphonenya yang dia letakkan di meja di depan sofa yang kami duduki. Lalu dia memilih lagu yang ingin dinyanyikannya. Seuntai denting piano mengalun merdu. Denting nada-nada piano mengalun sebagai intro dan mata Laura langsung terasa hangat karena menahan air mata,semua memori tentang mereka dulu, kembali dalam ingatan Laura. Suara merdu Bima mulai mengalun, menyanyikan syair lagu yang sarat makna. Lagu berjudul In Love With You oleh Jackie Cheung dan Regine Velasquez dinyanyikan Bima dengan sepenuh hatinya. Just a gentle whisper, tel me that you’ve gone, Leaving only memories, where did we go wrong, I couldn’t find the words then, So let me say them now. I’m still in love with you.Tell me that you love me, Tell me that you care, Tell me that you need me, And I’ll be there. I’ll be there waiting…… Bima menatap Laura sambil bernyanyi. Matanya sudah basah oleh air mata. Setiap syair lagu itu seperti menyiratkan kisah mereka. Laura matanya juga sudah basah. Air matanya mengalir perlahan turun dari kelopak matanya. Tangan Bima dan Laura saling mengenggam. Suara Bima bergetar ketika dia menyanyikan refrain lagu ini. I will always love you, I will always stay true. There’s no one who loves you like I do. Come to me now. I will never leave you. I will stay here with you. Through the good and bad I will stand true. I’m in love with you…. Dentingan pianopun mengalun untuk jeda menuju bait ke dua. Bima menurunkan kepalanya dan mencium bibir Laura mesra. Mereka berciuman dengan wajah penuh air mata. Dan ketika jeda berakhir, Bima kembali menyanyikan syair penuh cinta itu untuk Laura. Now we’re here together, Yesterday has past, Life is just beginning, Close to you at last And I promise to you, I will always be there. I give my all to you. Living life without you, is More than I can’t bear. Hold me close forever. I’ll be there… I’ll be there for you. Dan Laura tidak tahan lagi. Laura langsung memeluk Bima dan kini mereka berpelukan dan menangis bersama. Lagu itu seperti diciptakan untuk mereka. Setiap syair, setiap kata menunjukkan cinta Bima untuk Laura yang begitu dalam. Bima juga tidak bisa melanjutkan menyanyikan lagu itu lagi. Bima hanya sanggup berbisik. “ Jangan tinggalkan aku lagi. Apapun yang terjadi, berjanjilah untuk tetap berada di sisiku. Karena aku sangat mencintaimu. I will always love you. Laura.” Laura hanya sanggup menganggukkan kepalanya, dia tidak sanggup berkata-kata lagi. Laura bisa merasakan betapa tulus cinta Bima padanya. Betapa Bima sangat mencintainya dan Laura ternyata juga masih sangat mencintai Bima. Bima mengangkat dagu Laura dan menatapnya dengan tatapan penuh cinta, lalu mengecup bibir Laura dengan lembut. Laura membalas ciuman itu dengan kelembutan yang sama. Ciuman mereka lama kelamaan bukan lagi ciuman nan lembut. Ciuman itu memanas ketika, Bima memainkan lidahnya di dalam mulut Laura dan tangannya membelai punggung Laura, lalu berpindah ke depan dan membelai dadanya Laura. Laura mendesah. Bima lalu menidurkan Laura di sofa panjang itu dan mengganti ciumannya menyusuri leher jenjang Laura. Ketika tangan Bima beralih untuk mengangkat rok span Laura. Laura tersentak kaget dan berteriak. “ Kita tidak boleh melakukannya, Bima! ” “ Kenapa? Ini bukan pertama kalinya untuk kita?” Kata Bima kecewa. “Bukan karena pertama kali atau kedua kali atau keberapa kali.Sekarang kamu belum boleh melakukannya. Tekanan darahmu tidak boleh naik setelah pengambilan sumsum tulang belakang. Aktivitas yang ingin kamu lakukan bersamaku tadi, bisa meningkatkan tekanan darahmu tiga kali lebih cepat. Jadi kamu belum boleh melakukannya sebelum dua puluh empat jam. Kamu itu masih dalam tahap observasi. ” Kata Laura kembali duduk, dan mendorong Bima untuk duduk bersamanya. “ Aku akan lakuinnya perlahan. Jadi tidak akan meningkatkan aliran darahku.” Kata Bima tetap memeluk Laura. “ Betapapun perlahannya, itu akan menaikkan tekanan darahmu. Kamu bisa gagal jantung, Bima kalau darahmu tidak kuat memompa ke jantungmu. Aku ini doktermu, Bima. Dengarkan nasehatku ya.” Kata Laura membujuk Bima, sambil mengelus-elus bahunya. “ Jadi kapan dong aku boleh melakukannya bersamamu. Kita kan bukan remaja lagi.” Tanya Bima “ Nanti ku lihat hasil testmu dulu. Tapi intinya, saat kamu baru diambil sumsumnya, kamu tidak boleh melakukan aktivitas berat sampai dua puluh empat jam ke depan.” Kata Laura, bangkit dan mengambil pengukur tensi yang dijepitkan di jari, lalu mengukur tensi Bima. Lalu terdengar bunyi bip dan Laura membaca tensinya. “ Tuh Bim, sekarang aja tensimu agak tinggi 160/100. Uda ya, kita ngobrol aja. Jangan lagi cium-ciuman deh. Sabar dulu ya, Bimaku sayang. Pengobatanmu yang lebih penting sekarang ini. Aku juga masih tetap di Indonesia dan mendampingimu.” Kata Laura sambil mengecup pipi Bima. “ Baiklah dokterku, kekasihku dan cintaku. Kita ngobrol aja sekarang.” Kata Bima patuh. “ Kamu mau makan siang sekarang,Bim?’ Tanya Laura,karena jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. “Boleh. Kamu mau menemaniku makan?” Bima balas bertanya. “ Aku akan menyuruh petugas mengantarkan makananmu, lalu aku harus ke lab untuk memeriksa specimenmu. Setelah itu sekitar jam dua, aku akan balik untuk mengawasimu. Nanti malam saja, aku akan menemanimu makan malam.” Kata Laura. “ Jadi kita hanya akan berpisah dua jam kan? Janji ya, jam dua kamu harus kembali ke kamarku dan menemaniku sampai aku menemukan donor sumsum yang cocok untukku.” Tanya Bima bagai anak-anak yang tak mau mamanya meninggalkannya lama-lama. “Malam ini saja aku bisa menemanimu sampai besok pagi, kalau besoknya , malam aku harus kembali ke villaku karena tidak ada tempat tidur untukku di sini. Tidak mungkin kita tidur bareng di tempat tidur rumah sakit yang hanya muat untuk satu orang.”Kata Laura sambil mengetik message agar petugas dapur mengantar makan siang untuk Bima. “ Dulu kita bisa tidur bareng di tempat tidur yang ukurannya lebih kecil dari ini, saat aku menemanimu tugas jaga malam.” Kata Bima ngeyel. “Bima, kamu ini pasienku sekarang,jadi harus istirahat dan tidur yang berkualitas. Nggak bisa sempit-sempitan, tidur miring sepanjang malam. Pinggangmu pasti akan sakit. Jadi malam ini saja aku menemanimu dan aku akan tidur di sofa, karena aku perlu mengobservasimu selama dua puluh empat jam. Besok malam kalau tidak ada efek, berarti kamu sudah aman tidur sendiri.” Bima tampak terdiam dan cemberut. Terdengar ketukan di pintu. Makanan Bima,pasti telah di antar oleh petugasnya. “ Makan yang banyak ya, Pak Bima. Biar badannya sehat . Saya akan segera kembali setelah urusan pemeriksaan di lab selesai.” Kata Laura beranjak pergi tanpa menunggu izin Bima lagi. Bima yang akan membuka mulutnya untuk mencegah Laura pergi, kembali mengatupkan mulutnya kesal. Baiklah Laura, kamu boleh meninggalkanku dua jam saja. Tapi setelah itu, kamu akan tetap bersamaku di sini dan tidak boleh kembali ke villamu. Seorang Bima Aditya akan memikirkan segala cara agar bisa tetap bersamamu tanpa lagi harus terpisah. Dalam waktu dua jam ini, Bima harus menemukan cara. Dan Bimapun menghabiskan makan siangnya dengan tergesa-gesa. Selesai makan dia langsung menelepon Yulia , sekretarisnya dan menyuruhnya melaksanakan semua tujuannya. Laura memasuki ruang laboratorium dengan peralatan sangat canggih untuk ukuran sebuah klinik. Beberapa laboran sedang meneliti specimen di bawah mikroskop. “ Maaf, yang memeriksa sampel cairan sumsum Bapak Bima, siapa ya?” Tanya Laura. Seorang laboran yang ada di meja paling ujung mengangkat tangannya, tanpa melepaskan pandangannya dari mikroskopnya. Laura berjalan mendekatinya dan tidak menganggunya sampai beberapa saat dulu, sampai laboran itu selesai mengamati dan menaikkan kepalanya memandang Laura. “ Dokter, mau memeriksa sendiri juga untuk lebih memastikan?” Tanyanya sopan. Laura menganggukkan kepalanya dan langsung konsentrasi menatap specimen di mikroskop. Setelah memeriksa sendiri. Laura yakin , diagnosis awal dari tes darah ( full blood count) dan Complete blood count tentang Bima yang menderita Anemia Aplastik terkonfirmasi 100 persen dari pemerikaan sumsum tulang ini. Di bawah mikroskop tadi terlihat jumlah sel darah putih, sel darah merah dan trombosit dalam tubuh Bima berkurang drastis. Semoga Bima segera bisa menemukan donor yang cocok baginya agar Bima bisa sembuh 100 persen. Kalau pengobatan melalui transfusi sangat beresiko untuk Bima yang mobilitasnya tinggi. Tiba-tiba kalau dia pingsan akan repot untuk bisa mendapatkan darah sesegera mungkin. Dan juga transfusi berulang pada penderita Anemia Aplastik bisa menyebabkan komplikasi dan infeksi. Jadi cara paling aman untuk menyembuhkan Bima adalah tranplantasi sumsum tulang belakang. “ Tolong sekalian diperiksa juga untuk penyakit lainnya, seperti sindrom melodiasplasia, Gaucher dan amilodosis yang bisa kita ketahui dari pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang.” Kata Laura “ Baik dok, Tadi saya juga sudah mempersiapkan untuk mengecek semuanya, biar tidak perlu lagi diambil cairan sumsum Pak Bima berulang kali, agar lebih akurat untuk penanganan, biar Anemia Aplastik Pak Bima bisa sembuh seratus persen.” Kata Laboran berkacamata bening itu sambil tersenyum. Laura hanya mengangguk dan membalas senyumnya. Lalu berjalan keluar menuju ruang perawatan Bima. Bima pasti sudah selesai makan dan menunggunya. Jam di dinding di nurse station baru menunjukkan pukul 13.30. Masih ada tiga puluh menit, sebelum janjinya ke Bima. Laura memutuskan untuk berbincang-bincang dulu dengan suster di nurse station untuk menjalin pertemanan, karena Laura pasti akan membutuhkan bantuan mereka untuk kedepannya. “ Selamat siang, Suster.” Sapanya ramah. “Selamat siang,, Dok.” “ Uda lama bekerja di klinik ini, Sus?” Tanyanya pada seorang suster yang kelihatannya paling senior. “ Saya sudah bekerja ,sejak klinik ini selesai dibangun oleh Pak Bima, tiga tahun lalu.” Jawab sang suster. “ Wah, pasti sudah betah ya dan terbiasa bekerja di sini.” Kata Laura. “ Iya, kerja di klinik eksekutif ini lebih enak , daripada di rumah sakit besar. Meskipun pasien yang kami layani ini lebih banyak permintaaan dibandingkan rumah sakit, karena mereka merasa membayar lebih banyak, tapi kami lebih fokus bekerja karena tidak melayani banyak pasien. Seperti sekarang, kami hanya ada 3 pasien dan salah satunya bahkan pemilik klinik ini.” Kata Suster tersebut sambil tertawa. Laura mengangguk-angukan kepalanya. Memang benar apa yang dikatakan suster senior ini. Bekerja di klinik eksklusif seperti ini lebih bisa fokus karena tidak melayani banyak pasien, padahal gaji yang mereka dapatkan mungkin sama saja dengan bekerja di rumah sakit atau bahkan bisa lebih tinggi. Sandra dan suster masih sibuk ngobrol ke sana ke mari. Laura bercerita tentang pengalamannya bekerja di rumah sakit terkenal di luar negri dan mereka menceritakan pasien-pasien VVIP yang pernah mereka layani dengan berbagai macam sifat . Ketika salah satu suster bercerita tentang dia pernah disiram air karena pasien VVIP nya marah dan merasa tidak dilayani dengan benar. Laura dan para suster menepuk-nepuk bahunya untuk menyemangatinya. Dan perbincangan mereka terhenti ketika suara menggelegar Bima terdengar. “ Dokter Laura. Ini sudah jam dua, kenapa anda belum kembali ke kamarku. Aku tiba-tiba merasa pusing.” Laura terkejut, aduh dia lupa waktu dan Bima pasti lagi merajuk. Laura yakin, Bima tidak pusing. Dia hanya manja dan beralasan saja karena Laura belum juga kembali ke kamarnya. Dua orang suster secepat kilat berjalan menuju ruang perawatan Bima. Dalam pikiran mereka, kenapa kalau pusing, Pak Bima tidak memencet bel saja untuk memanggil mereka. Mengapa susah payah membuka pintu dan berteriak dan hanya dokter Laura yang dipanggilnya. Belum sempat mereka melangkahkan kakinya. Pak Bima menjerit lagi. “Saya hanya perlu dokter Laura. Yang lainnya bertugas melayani pasien lain saja.” “Baik Pak.” Tergopoh-gopoh mereka kembali ke nurse station. Laura hanya menganggukan kepala ketika suster senior memberi kode dengan matanya agar Laura segera menuju kamar Pak Bima. “ Tenang aja Sus. Pak Bima sama seperti pasien VVIP lainnya yang selalu minta dilayani lebih.” Kata Laura. “Saya nggak mau , dokter Laura di siram air loh. Jadi lebih baik segera balik aja ke kamar.” Katanya sambil tersenyum. " Iya, ini saya mau balik kok. Senang mengobrol dengan suster semuanya.” Kata Laura. “ Kami juga senang, Dok. Ntar ya kalau Pak Bima, tidur, dokter ke sini lagi biar kita lanjutin ngoborolnya.” Kata suster yang lebih muda. Laura hanya mengganggukkan kepalanya, tapi dia yakin, Bima pasti tidak akan mengijinkannya untuk keluar kamar lagi. Dasar si Bima, manjanya tak ketulungan. Laura berjalan pelan ke arah Bima sambil menatap Bima yang berdiri di depan pintu tetap dengan wajah cemberut. “ Kamu pusingkah, Pak Bima? Sini aku periksa tensimu lagi.” Kata Laura dan mempersilahkan Bima masuk kembali ke ruangannya. Bima lalu mengikuti Laura masuk, menutup pintu dan menguncinya, lalu Laura langsung direngkuhnya dalam pelukannya. “ Jangan tinggalkan aku lagi , Ra. Aku tadi ketakutan sekali, kenapa jam dua lewat dua menit, kamu belum masuk ke kamarku. Aku pikir kamu lari meninggalkan aku lagi.” Laura tertawa dan menepuk-nepuk bahu Bima. “ Nggak kok Bim, Maaf aku keasyikan ngobrol dengan para suster jadinya lupa waktu yang aku janjikan. Jangan marah ya , Bima ku sayang.” Kata Laura menjinjitkan kakinya dan mengecup pipi Bima. Bima, baru bisa tersenyum dan langsung menggandeng tangan Laura. “ Ada yang mau aku tunjukkan kepadamu?” Katanya. “ Apa??” Tanya Laura. Tapi Bima tidak mengubrisnya dan tetap menggandeng tangan Laura melewati ruang tamu, melewati tempat tidur dan berhenti di depan rak buku yang berfungsi sebagai sekat untuk membatasi pintu kamar mandi dengan ruang tidur Bima. “ Apa yang mau kamu tunjukkan kepadaku, Bim?” Dan Bima hanya tersenyum misterius.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN