Don't Give Me That Look!

1606 Kata
Laura berjalan pelan menuju ruang perawatan Bima. Jarak dari villa tempatnya menginap kemarin, tidak terlalu jauh dari klinik milik keluarga Aditya. Tidak perlu pakai mobil juga bisa. Laura tadi hanya berjalan sekitar lima menit dari villa menuju klinik. Dia sudah terbiasa berjalan kaki dari apartemennya di Denmark menuju rumah sakit Odense tempat nya bertugas, malah di Denmark, Laura harus berjalan lebih jauh. Kira -kira perlu waktu lima belas menit berjalan santai . Tadi ini , Laura juga berjalan santai sambil menikmati udara pegunungan yang segar. Sepanjang jalan setapak yang dilewatinya, penuh bunga aneka warna. Pemandangannya juga sangat indah. Ada gunung terbentang megah yang kelihatan jelas dari jalanan menurun yang dilalui Laura saat menuju klinik. Laura mengingat-ingat pelajaran ilmu bumi yang diterimanya dulu. Gunung di Sumatera Utara itu ada dua yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Laura tidak tahu, gunung apa yang kelihatan dari jauh itu, yang terpenting pagi ini, Laura bersyukur dengan adanya gunung itu membuat pemandangan yang dilihatnya , menjadi sangat indah saat dia berjalan menuju klinik. Di depan pintu klinik, seorang satpam menyapa Laura dengan ramah. “ Selamat pagi, Dok.” Laura membalasnya dengan mengucapkan selamat pagi, sambil tersenyum ramah. Sudah lama dia tidak merasakan keramahan khas Indonesia ini, karena sudah hampir dua puluh tahun, Laura tidak pernah kembali ke Indonesia. Orang Denmark sebenarnya juga sangat ramah dan baik, tapi masih kalah dibandingkan keramahan orang -orang di Indonesia. Orang Indonesia itu punya senyum yang sangat ramah dan tulus yang belum pernah Laura temukan senyum penuh ketulusan itu di belahan dunia manapun. Laura sering ikut symposium kedokteran di banyak negara dan dari semua negara yang dikunjunginya itu, dia tidak pernah merasakan senyum penuh keramahan nan tulus seperti yang dimiliki orang-orang Indonesia. Klinik masih sangat sepi. Belum kelihatan ada perawat di nurse station yang terletak di sebelah kanan pintu utama. Kemarin Laura lupa bertanya kepada Yulia, saat ini ada berapa pasien VVIP yang sedang menerima perawatan di klinik ini? Setiap pasien yang dirawat mempunyai dokter sendiri-sendiri yang merupakan dokter specialis yang merupakan dokter ternama dan sangat hebat di bidangnya masing-masing sesuai penyakit yang diderita pasien. Jadi di klinik ini tidak ada dokter specialis tetap. Semuanya adalah dokter on call yang akan dipanggil khusus sesuai kebutuhan paseien. Seperti Laura yang specialis kanker darah yang dipanggil untuk merawat Bima. Laura kembali berjalan pelan menuju kamar perawatan Bima yang terletak paling ujung. Di depan pintu, sebelum mengetuk pintu, dia mendengar suara wanita yang sepertinya lagi menangis terisak-isak. Siapa wanita itu? Laura tidak bisa mengenali suara siapa itu karena yang terdengar jelas hanya isakan-isakan pelan. Laura mengurungkan niatnya untuk memasuki kamar dan berdiri canggung di luar kamar. Aku tunggu dulu di sini? Atau kembali saja nanti? Tapi sebelum Laura memutuskan harus bagaimana. Suara menggelegar Bima terdengar. “ Aku tidak bisa lagi hidup seperti ini. Sudah cukup aku melakukan segalanya demi orangtuaku dan aku yakin, kamu juga sudah tidak mau hidup seperti ini, menjadi boneka yang pura-pura bahagia demi keluargamu. Jadi aku mohon, biarkan aku bahagia di sisa umurku ini. Aku juga tidak tahu sampai kapan aku bisa hidup. Jadi aku ingin melepas semuanya dan hidup hanya untuk diriku sendiri. Bukan lagi untuk keluargaku.” “ Tapi kamu sudah melangkah sejauh ini, Bim. Kamu diprediksi oleh banyak polling independent, bakalan terpilih menjadi walikota. Semua masyarakat Kota Medan sangat mendukungmu. Kita sama-sama bertahan, sebentar lagi. Sesudah kamu resmi terpilih, kita bicarakan lagi. Aku juga tidak mau Abirama tahu, dia pasti akan sangat terpukul” Kata suara wanita itu. Sekarang Laura tahu, yang sedang berbicara dengan Bima adalah istrinya, Ratna. Laura bermaksud beranjak pergi dari depan pintu, agar tidak dianggap tidak tahu etika mendengarkan pembicaraan antara suami istri yang sedang berdiskusi di kamar perawatan itu. Tapi belum melangkah kan kakinya, kembali terdengar suara Bima yang menyebutkan namanya. “ Aku tidak bisa menunggu sampai enam bulan lagi. Aku tidak bisa menunggu sampai pemilihan walikota selesai. Kita tetap akan merahasiakan tentang Abirama,kamu tidak usah khawatir. Aku menyayanginya dan pasti tetap akan menyayanginya meskipun kita berpisah . Aku tidak bisa lagi hidup seperti sekarang. Hatiku rasanya mau meledak ingin memeluk Laura. Aku ingin kita bercerai, agar aku bisa segera menggapai cinta Laura dan hidup bersamanya.” Wajah Laura, langsung berubah. Bima benar-benar gila. Sepertinya dia tidak mengerti tentang apa yang Laura katakan kemarin, kalau semua yang Laura ceritakan itu, tidak akan merubah hubungan mereka. Mereka tidak mungkin lagi kembali menjadi sepasang kekasih dan Laura tidak ingin dianggap wanita perusak rumah tangga orang. Meskipun dia masih mencintai, Bima, tapi cinta itu sudah Laura endapkan di lapisan ke seratus di hatinya sejak berpuluh tahun lalu dan Laura sudah bisa menerima, kalau semua yang terjadi dengan dirinya dan Bima sampai mereka harus berpisah adalah merupakan takdir. Laura memantapkan hatinya untuk mengetuk pintu kamar perawatan dan tanpa menunggu dipersilahkan, Laura langsung masuk ke kamar perawatan Bima dan melihat Bima yang duduk di tempat tidur dan Ratna yang wajahnya bersimbah air mata, duduk di depan Bima. “Maaf, Bu Ratna, tanpa sengaja aku mendengar kata-kata Pak Bima tadi. Jangan salah sangka, ya Bu. Kami hanya teman masa kuliah dulu. Tidak ada apa-apa lagi antara saya dan Pak Bima. Sekarang hubungan kami , murni hanya hubungan sebagai dokter dan pasiennya. Kemarin memang ada beberapa hal yang kami luruskan tentang masa lalu kami, tapi itu hanya sekedar pembicaraan agar kami bisa bekerjasama dengan baik sebagai dokter dan pasien. Tidak ada maksud lainnya. Semoga ibu memahami dan Pak Bima juga mohon dipahami .” Kata Laura dengan tegas dan matanya melotot marah melihat ke arah Bima, yang gilanya tetap memandang Laura penuh cinta. Ratna tampak menghapus airmatanya dan memandang Laura sambil berkata. “ Saya mengerti maksud dokter. Saya tidak salah paham kok ,dok. Jangan khawatir. Saya sudah tahu semua kisah antara dokter dengan Bima saat kuliah dulu.”Kata Ratna. Nah loh. Apa yang Bima ceritakan pada istrinya? Apakah Bima bercerita semua yang aku ceritakan kepadanya mengenai ibunya dan dia marah, karena akibat perbuatan ibunya itu, aku meninggalkannya dan berakhir dia menikah dengan Ratna? Kenapa Bima memperumit keadaan kami yang seharusnya sudah baik-baik saja saat ini? Mengapa dia sampai harus minta cerai dari istrinya? Tanya Laura dalam hati, sambil melihat dengan binggung kepada Bima dan Ratna. Bima melambaikan tangannya kepada Laura untuk mendekat dan lalu berkata kepada Laura. “ Kunci dulu pintunya Ra, agar kita bisa ngomong bertiga. Akan aku perjelas semuanya kepadamu dan kepada Ratna, agar kalian berdua bisa mengerti keinginanku. Mengapa aku harus melakukan semua ini. Jadi kalian berdua bisa memahami aku.” “ Aku selamanya tidak pernah akan memahamimu, kalau yang kamu inginkan adalah perceraian dengan Bu Ratna, apalagi ada nama aku yang terlibat di sana. Aku tidak mau dijadikan alasan perceraianmu. Aku tidak ingin menjadi seorang wanita yang menghancurkan kebahagiaan rumah tangga orang lain, apalagi kalau ada anak kalian. Namanya Abirama ya. Jangan gila, Bima ! ” Kata Laura tegas. “ Kamu dengarkan aku dulu!” Bima menjerit tegas, sambil matanya menyorot tajam memandangi Laura. Laura langsung terdiam, kalau Bima sudah bersuara seperti ini, itu berarti dia ingin didengarkan dan tak ingin dibantah. Sifat tegas dan aura pemimpin dalam diri Bima, muncul seketika, ketika dia sudah bersuara dan bersorot mata tajam seperti sekarang ini. Sifat tegas dan bertekad yang selalu Laura kagumi dari seorang Bima saat mereka kuliah dulu. Bima yang ketua senat mahasiswa. Bima yang bisa mengayomi semua mahasiswa dari segala tingkatan dan jurusan. Bima yang selalu ada untuknya. Laura langsung terdiam dan tanpa kata lagi, membalikkan badan untuk mengunci pintu kamar dan berjalan mendekati tempat tidur Bima yang kembali menatap Laura dengan pandangan penuh cinta. Please.. deh Bim. Don’t’t give me that look! Dua orang wanita itu, kini duduk di kanan kiri tempat tidur, Bima. Satu perempuan yaitu istri sah Bima, duduk di sebelah kanan dengan mata sembab dan satu lagi seorang wanita berambut sebahu dengan mata bulat bersinar cerdas. Wanita yang duduk di sebelah kirinya adalah wanita yang Bima cintai sejak dulu saat mereka berdua masih duduk bangku kuliah. Dua wanita itu, duduk diam,menunggu kata-kata yang akan diucapkan seorang Bima Aditya. Keduanya menunduk dan tak mau saling menatap. Laura memainkan stetoskopnya dan Ratna meremas-remas sapu tangannya. “ Laura, Ratna ! Kita harus ngomong bertiga, agar kalian jelas apa yang akan aku lakukan. Jangan ada yang memotong perkataanku, sampai aku selesai . Aku ingin kalian berdua mengerti bagaimana perasaanku…” “ Kalau kalian mau ngomong tentang perasaan, aku tidak sepantasnya ikut ! ” Potong Laura. Bima hanya perlu mendelikkan matanya yang bersorot tajam dan Laura langsung terdiam. Laura masih hapal, kalau Bima mendelikkan matanya seperti itu tandanya, Bima sedang tidak ingin dibantah. Kalau aku memotong pembicaraanya lagi. Pasti dia akan marah. Jadi lebih baik aku diam dulu. Apa yang mau dia bicarakan? Mengapa aku harus terlibat dengan urusan perasaan suami istri ini? Laura sungguh binggung. Bima menghela nafasnya. Dia mengerti. Laura pasti tidak nyaman kalau harus terlibat pembicaraan seperti ini. Tapi dia ingin Laura tahu, apa yang sesungguhnya terjadi sehingga aku, mengawini Ratna, kalau dia tahu apa yang terjadi dulu, mungkin Laura akan mengerti, kenapa aku ingin bercerai dari Ratna dan ingin menggapai kembali cinta Laura untuk kebahagiaan hidupku, yang mungkin saja tidak lagi tersisa lama. Jadi please, Laura. Please, dengarkan kisahku dulu. Kata Bima dalam hati sambil tetap menatap Laura dengan pandangannya yang berubah menjadi melembut dan penuh cinta lagi kepada Laura. Melihat pandangan Bima kepadanya yang kembali penuh cinta. Laura dengan mulutnya berkata tanpa mengeluarkan suara, tapi dia yakin Bima tahu, kata-kata apa yang terucap “ Please, Don’t give me that look.” Dan Bima mengerti tapi hanya tersenyum dan tetap memberikan pandangan yang sama kepada Laura. Pandangannya yang penuh cinta. Kisah apa yang akan Bima ceritakan kepada Laura?? Kisah apa yang bisa membuat Laura mengerti, mengapa Bima sanggup menceraikan istrinya, Ratna demi menggapai cinta Laura??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN