Tinggal Kami Berdua

1035 Kata
Ratna tampak gelisah, ketika mendengar akan dilakukan test DNA untuk menemukan donor yang cocok bagi kesembuhan Bima. Donor itu yang akan menyumbangkan sumsum tulang belakang agar penyakit anemia aplastic Bima , bisa sembuh total. Agar Bima tidak lagi pingsan saat melakukan road show untuk memperkenalkan diri sebagai calon walikota. Ratna tertunduk makin gelisah ketika mertuanya yang berkuasa mengeluarkan suara berwibawanya. “ Untuk mencari donor yang sesuai, dokter Laura serahkan saja pada saya. Saya akan memerintahkan semua keluarga besar Aditya dan keluarga besan saya, Prasetyo untuk melakukan test tersebut. Bila belum ada yang cocok, Saya akan memerintahkan seluruh anggota partai saya untuk melakukan test tersebut. Saya tidak peduli berapapun biaya yang harus saya keluarkan untuk test DNA massal tersebut, yang penting Bima bisa sembuh dan segera melanjuti kampanyenya. Pemilihan walikotanya tinggal enam bulan lagi. Ini saatnya kami harus cepat turun ke akar rumput agar bisa mendulang suara demi kemenangan Bima.” Laura sekali lagi sebel mendengar kata-kata lelaki ini. Mengapa yang ada dipikirannya hanya kampanye, kampanye dan kampanye saja? Mengapa dia tidak memprioritaskan kesembuhan anaknya dulu. Jangan dulu memikirkan kampanye-kampanye demi kemenangan Bima sebagai Walikota. Hello, Bapak Abimanyu Aditya yang terhormat, sebanyak apapun uangmu , tidak segampang membeli tempe di pasar untuk menemukan donor yang cocok bagi anakmu ini, meskipun kamu mau test orang sekampung atau test massal seperti istilahmu. Menemukan donor sumsum itu, tidak segampang menemukan pendonor darah yang hanya ada beberapa jenis darah. A-B- AB-O. Untuk transplantasi sumsum ada ratusan elemen darah yang harus kita cocokin dan semua itu memerlukan waktu pengetesan. Sesudah di test, belum tentu ada yang cocok juga. Bukan urusanmu Laura, kamu tidak boleh sebel pada dia. Ingat mereka adalah mitra yang kredibel untuk kerjasama pendirian rumah sakit Odense-Indonesia. Jadi tugasmu hanya menyembuhkan anaknya.Mau dia suruh anaknya kampanye lima putaran bahkan seratus putaran, bukan lagi urusanmu. Kata hati Laura untuk meredam kekesalan Laura pada sosok Abimanyu Aditya yang terhormat ini. Laura memutuskan hanya diam saja dan memainkan stetoskop warna kuning yang dipegangnya lalu Laura berkata. “ Baiklah, sekarang saya hendak memeriksa bagian panggul Bapak Bima Aditya, untuk keperluan aspirasi ( pemeriksaan ) sumsum tulang. Area panggul tersebut harus bersih dari luka agar tidak menyebabkan infeksi. Jadi sekarang saya periksa dulu biar besok pagi-pagi tinggal kita laksanakan prosedur tersebut, sehingga saya bisa segera melakukan diagonosa yang lebih akurat. Maaf apakah Bapak Aditya bersedia saya periksa sekarang? atau perlu semua keluar dari ruangan ini, mungkin hanya Ibu Ratna yang bisa tinggal supaya Bapak Bima lebih nyaman?” “ Semua orang keluar saja. Ratna kamu juga keluar!” Perintah Bima kepada istrinya dengan suara tegas. Tidak ada suara lemah lembut seperti saat dulu, dia berbicara dengan Laura. Laura menjadi iba pada Ratna. “ Tidak apa-apa Bu Ratna, kalau mau tinggal menemani Pak Bima. Mungkin Bapak dan Ibu Aditya saja yang meninggalkan ruangan. Bu Ratna tetap boleh disamping Bapak Bima kok, apalagi besok saat dilakukan aspirasi sumsum tersebut. Bapak pasti perlu Bu Ratna untuk memegang tangannya, karena biasanya pasien akan merasa ketakutan .” Kata Laura sambil tersenyum. “ Tidak perlu ada yang menemani aku ! Kalian semua keluar saja ! Aku tidak nyaman kalau ada mama, papa dan Ratna. Aku hanya mau berdua saja dengan dokterku.” Kata Bima dengan sinar mata bersorot tegas. “ Ratna aja tinggal menemanimu, Bim.” Bujuk mamanya Bima atau wanita berambut singa itu. “ Aku nggak mau! Kalian semua keluar! Mama, papa, Ratna juga Yulia, semua keluar saja. Ini sudah malam, dokter Laura pasti sudah capek. Biar selesai memeriksaku dia bisa istirahat. Mama, papa dan Ratna pulang aja ke villa dulu, nanti selesai memeriksaku, Yulia, tolong antar dokter Laura ke villanya ya. ” Kata Bima dengan sorot mata menyala-nyala, memandangi semua orang yang berdiri menatapnya dan dengan patuh akhirnya hanya bisa menganggukkan kepala tanda menyetujui keinginan Bima. Hati Laura menghangat mendengar kata-kata Bima. Bima tetap seperti dulu, selalu memperhatikannya, selalu memanjakannya. Takut Laura kelelahan,takut Laura kesusahan. Memori masa lalu kembali merasuki pikiran Laura. Dulu saat Laura belajar keras untuk ujian semester yang membuatnya harus begadang bermalam-malam selama ujian . Bima dengan setia selalu datang ke perpustakaan dengan membawa berbotol-botol suplemen, beraneka macam buah-buahan, minuman penambah energi ataupun berbungkus-bungkus cemilan. Dan Bima selalu dengan sabar yang menyuapi Laura agar Laura tetap fokus belajar saja, biar mata Laura selalu ke buku, tidak perlu ke makanannya. Jadi Laura hanya perlu membuka mulutnya lebar dan Bima yang akan menyuapinya. Sebegitu perhatiannya Bima kepada diri Laura dan membuat semua teman-teman Laura iri kepadanya. Nabeth, sahabat Laura sesama mahasiswi fakultas kedokteran, selalu mengatakan. “ Lu beruntung banget deh, dapat pacar bukan dari sesama fakultas kedokteran, yang bisa begitu memanjakanmu. Tiap selesai ujian pasti sudah ditungguin, di depan ruang ujian. Sebelum ujian, kamu diantar sampai ke luar kelas dan diberi semangat. Kalau aku yang pacaran dengan Bayu yang sesama mahasiswa kedokteran. Boro-boro ditungguin. Nggak dijutekin aja, aku uda syukur, orang dia juga lagi stress menghadapi ujian. Kalau aku putus dengan Bayu , aku mau cari pacar dari fisipol aja deh, biar bisa dapat perhatian seperti yang kamu dapatkan dari Bima. ” “ Tergantung orangnya juga deh Beth. Kalau anak Fisipol tapi juga nggak seperhatian Bima. Lu juga ngak akan dimanjaain begitu seperti Laura. Bima itu memang juaranya deh kalau sudah disuruh manjain pacar. Sebegitu cintanya dia sama kamu ya, Ra.” Kata Rinny, teman mereka yang satunya lagi. Saat itu Laura hanya tersenyum-senyum bahagia karena memiliki seorang kekasih yang sangat memperhatikan dirinya , seperti Bima. Dan sifat Bima yang selalu takut aku kelelahan, tidak berubah sampai sekarang setelah hampir dua puluh tiga tahun kami terpisah meskipun dia sedang sakit dan sudah punya istri . Kenapa Bima menunjukan sifat seperti itu lagi? Tidakkah dia merasa bersalah pada istrinya? Aku tidak boleh terpengaruh dengan sifat Bima. Aku harus lebih teguh. Aku ini bukan pelakor. Aku ini dokter yang hanya datang ke Indonesia untuk menyembuhkan Bima demi mencapai impianku menjadi seorang pimpinan rumah sakit besar di Indonesia. Semua orang di ruangan itu, dimulai dari sang sekretaris, Yulia yang dari tadi berdiri di pojok ruangan langsung keluar, diikuti oleh papa dan mama Bima, si wanita berambut singa dan terakhir baru Ratna yang berjalan perlahan tetap dengan wajah pucat pasi, mengikuti langkah mereka keluar dari ruang perawatan VVIP ini. Laura masih belum menemukan jawaban, kenapa wajah Ratna menjadi sepucat itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN