Part 1. Meet Me

1667 Kata
Marsha, wanita berusia dua lima tahun. Berparas cantik dengan rambut lurus tergerai. Tubuhnya langsing dengan tinggi 168 sentimeter. Berjalan dengan langkah yang agak dipaksakan di bandara. Sementara lelaki di depannya Marchell yang merupakan kaka kembarnya, berjalan agak cepat sambil memainkan handphone. Tubuhnya jauh lebih tinggi dibanding Marsha, kulit putih dan mempunyai senyum menawan. Sebenarnya Marsha tidak ingin menjemput teman semasa kecilnya, teman yang suka sekali mengerjainya, namun Marchell memaksa dia untuk ikut. Lelaki yang hampir tiga belas tahun ini tak pernah kembali ke Indonesia, kini menjejakkan kaki kembali. Marchell menghentikan langkah dengan tiba-tiba, sehingga Marsha menabrak punggungnya dan mendengus sebal sambil memegangi keningnya. Dengan tampang sumringah Marchell melambai ke dua wanita berwajah oriental yang duduk di kursi tunggu bandara. Dia adalah Kinara, wanita cantik berusia dua puluh tiga dan telah menjadi dokter umum sementara karena dia masih menempuh perkuliahan untuk mengambil spesialisasi jantung. Wajahnya oriental mewarisi darah Korea dari Papanya, sementara di sebelahnya wanita yang tak kalah cantik darinya. Mempunyai raut wajah setipe dengan Kinara, dialah Keysha adiknya yang berusia dua puluh tahun dan sedang menempuh kuliah jurusan manajemen. Mereka janjian untuk menjemput Kevin yang semenjak lulus SD sudah meninggalkan Indonesia untuk menemani sang Nenek dan kakek di Korea. Marsha ikut melambai ke dua gadis itu dan duduk di sebelahnya. Keysa tersenyum senang dan memberikan hot chocolate ke Marsha. Sementara Marchell berdiri disamping mereka. “Pesawatnya delay?” tanya Marchell, Kinara hanya mengangguk dan melihat jam yang melingkar di tangan putihnya. “Seharusnya sudah mendarat sekarang,” Kinara mengalihkan pandangan ke Marsha yang terlihat malas. Sebenarnya untuk menutupi rasa aneh yang menjalar di dadanya. Kevin, pria yang pernah berjanji akan menikahinya ketika mereka kelas enam SD akan datang kembali. Pria yang sudah beberapa tahun belakangan ini tak pernah mengirim email dengan alasan sudah berteman di f*******: dan i********: jadi buat apa pakai email lagi? Pria yang meskipun cuek namun tak pernah absen mengirim kado saat ulang tahun Marsha. Dari kado yang manis seperti gaun putri sampai kado aneh seperti gantungan kunci bergambar monyet yang diberi nama Marsha. Hubungan dua keluarga Shane – Thea dan Rio- Sabrina, bisa dibilang sangat dekat, mereka sudah lebih dari saudara, sehingga anak-anaknya pun menjadi dekat dan nampak terikat satu sama lain. Marsha sedang mendengarkan celotehan Keysa disampingnya dan sesekali terkekeh geli karena kepolosan wanita muda itu. Ketika tiba-tiba seorang Pria bermantel berdiri di hadapan mereka dengan senyum terkembang. Kinara segera menyambut lelaki yang tak lain adalah kakaknya yang bernama Kevin itu dengan pelukan hangat. Keysha juga tak mau kalah, setelah Kinara melepaskan pelukannya, dia langsung menghambur ke tubuh Kevin dan menciumi kedua pipi kakaknya. Marchell pun ikut berangkulan dengan pria itu. Pria yang sama sekali tidak mewarisi wajah ayahnya. Justru raut wajahnya lebih mirip dengan Sabrina, ibunya. Marsha berdiri dan melipat tangannya. “Udah ketemu kan, udah yuk balik!” tegasnya, diapun menarik tangan Keysha dan berjalan cepat meninggalkan Kinara, Kevin dan Marchell. “Kenapa dia?” tanya Kevin yang hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh Marchell. Sementara Kinara berjalan di paling belakang, sesekali Marchell membalikkan badan melihat Kinara, memastikan dokter muda itu tak ketinggalan. Dibandingkan Kinara yang lebih memilih meneruskan rumah sakit dan profesi Rio, ayahnya. Kevin justru lebih senang mempelajari ilmu manajemen bisnis untuk meneruskan perusahaan Sabrina. Meskipun kakeknya memohon agar Kevin menjadi dokter juga, namun hal itu tak menggoyahkan keteguhan hatinya. Bukan karena otaknya yang tidak pintar, karena sebenarnya Kevin selalu juara dan mendapatkan IPK diatas rata-rata. Tapi dia lebih suka bergelut dengan perusahaan dan strategi bisnis, dibanding berhadapan dengan orang-orang yang berobat setiap harinya. *** “Kamu gak kangen sama aku?” Kevin menoleh ke Marsha yang duduk di dekat pintu mobil, sementara di tengahnya terapit Keysha. Marchell menyetir didepan ditemani oleh Kinara. Marsha membuang muka ke arah jendela, sementara Keysha mengernyit melihat kakaknya yang diacuhkan. “Aku kangen koq sama kak Kevin,” Keysha tersenyum lebar, sementara Marchell dan Kinara yang didepan hanya mengulum senyumnya. Terdengar notif pesan masuk di handphone Marsha, dia pun sibuk membalas pesan itu seolah melupakan orang-orang yang semobil dengannya. Hingga kemudian Kevin merebut paksa handphone itu dan membacanya, lalu mengembalikan ke Marsha yang hanya dibalas dengan kata “Puas!” oleh Marsha. Mereka berlima turun di sebuah rumah besar milik pasangan Rio – Sabrina. Marhsa menghentakkan kaki dengan kesal dan bersandar di badan mobil, Kinara, Keysha dan Marchell sudah berjalan lebih dulu ke dalam rumah. Kevin ikut bersandar di badan mobil, sambil memasukkan tangannya ke saku. “Kenapa sih sikap kamu dingin gitu?” Kevin menatap pelataran rumahnya, Marsha menoleh dan segera membuang mukanya. “Tanya aja sama Marchell!” rutuk Marsha, masih jelas dalam ingatannya. Betapa sampai sekarang Marchell masih memegang teguh janjinya untuk menjaga Marsha dan tidak membiarkan wanita itu mempunyai kekasih. Bayangkan, diusianya yang sudah dua puluh lima tahun, yang kebanyakan wanita sepantarnya sudah menikah, dia malah masih menjomblo ditambah ngenes pula, membuatnya mendapat julukan JONES alias jomblo ngenes. Hubungan Marsha dengan kekasihnya tak pernah lebih dari satu bulan, Marchell selalu saja mempunyai ide untuk membuatnya putus dengan pacar-pacarnya itu. Dari menyamar sebagai calon suaminya, menyamar sebagai suami sirinya, bahkan dengan terang-terangan menyuruh kekasih Marsha untuk putus dengannya. Dan semua pria yang dibilang “pengecut” oleh Marcell itu akan langsung kabur meninggalkan  Marsha yang bertampang cengok seperti kerbau dungu. “Sha,” Kevin memegang bahu Marsha, wanita itu memundurkan bahunya agar tak disentuh Kevin. Dia memakai kacamata hitamnya dan membalikkan badan, masuk ke dalam mobil. “Gw duluan ya, mau ada meeting, bilang Marchell mobil gw bawa. Dahh.” Marsha mengemudi mobilnya meninggalkan Kevin yang masih mematung bahkan sampai mobil itu tak nampak lagi. Lalu dia berjalan sambil mengusap belakang kepalanya, tak mengerti dengan apa yang difikirkan Marsha. *** “Marchell... Marchell... Marchelll!!!” suara teriakan dan tepuk tangan riuh terdengar di seantero restoran ternama yang berkonsep seperti Cafe dengan meja bartender besar. Dan sebuah panggung di pojok ruangan. Sementara diatas panggung, nampak pria keren abad ini, Marchell tengah memetik gitar sambil menyanyi accoustik beberapa lagu ciptaannya sendiri. Dibandingkan Marsha yang fokus ke bisnis peruhasaan orangtuanya. Marchell lebih memilih hidup bebas, bermain musik dan mengelola restoran yang dulu kecil kini menjadi restoran besar, mewah namun dengan harga terjangkau karena membidik pasar mahasiswa atau remaja. Restoran yang dahulu pemegang sahamnya adalah Mario, kakeknya. Namun kini sudah full dipegang Marchell karena lelaki itu berkeras mengganti seluruh modal yang diberikan kakeknya ketika restoran sudah mulai berjaya. Selama sekolah menengah Marchell lebih suka menghabiskan waktu di Cafe mencoba berbagai resep makanan dan kopi kesukaan papanya Shane. Bakat masak yang entah diturunkan dari siapa? Mengalir di darahnya. Tak hanya itu, diapun mempunyai hobi bermusik hingga menghasilkan beberapa karya. Tapi jangan mencari kaset cd berisi dirinya, karena sudah berpuluh produser yang menawarinya kontrak kerja sebagai penyanyi namun ditolaknya mentah-mentah. Dia memang tak mau terikat dengan apapun itu. Dan hal itu sudah menjadi pilihannya. Jika memang ada penggemarnya, ya mereka cukup melihatnya di cafe itu, cafe yang kini menjelma jadi restauran dan diberi namaThe Twin. Karena jadwalnya manggung setiap malam sabtu dan minggu. Dan di hari itulah omset restaurant akan meningkat drastis dengan customer yang kebanyakan wanita. Setelah satu jam berada di atas panggung, Marchell pun turun dari panggung itu dan mempersilahkan home band yang mengisi acara malam ini. Dia berjalan ke meja bartender yang sudah ada Kevin dan Kinara yang saling duduk bersisian. Marchell mengambil kursi disamping Kinara. Wanita cantik itu mengedarkan pandangan ke sekeliling, nampak para Fans Marchell yang memberi nama MFC (Marchell Fans Club) mulai melakukan aktifitas masing-masing dan nampak acuh dengan home band itu. “Fans kamu makin banyak aja?” Kinara menyeruput capuccino hangat dari cangkirnya. Sementara Kevin memendarkan pandangan ke pintu masuk, seolah mencari seseorang. “Marsha gak dateng Vin.” Marchell terkekeh, sementara Kevin tersenyum canggung dan menatap gerombolan mahasiswi yang asik cekikikan di sebuah meja bulat tepat samping jendela besar. Nampak Keysha disitu, wajahnya terlihat ceria dan memang dia selalu ceria. Ketika Keysha memalingkan wajah, melihat Kevin yang tengah menatapnya dia hanya melambaikan tangan dan kembali berceloteh dengan rekan-rekannya. “Dia sering kesini?” Kevin menoleh ke Marchell “Hmmm, hampir tiap hari. Minta makan gratis!” Marchell memajukan bibirnya. Mengingat tingkah keysha yang sangat manja padanya. Bahkan seringkali Keysha merepotkannya dengan alasan bahwa Kevin tidak bersamanya, hingga dia membutuhkan sosok seorang kakak. Padahal dia hanya butuh sopir antar jemput, atau pembimbing mata kuliahnya. Karena biar bagaimanapun Marchell termasuk seorang lelaki yang pintar. “Trus Marsha?” Kinara kini melengos ke arah Kevin, lalu menggeleng. Kakaknya itu masih saja malu jika bertanya langsung tentang Marsha, kenapa pula harus menanyakan Keysha dulu? “Dia keluar kota sama papa tadi sore, ngurus hotel yang disana. Besok juga pulang.” “Oiya, tadi sikapnya dingin banget ke gw, pas gw tanya kata dia tanya lo aja. Ada apa sih sama dia?” Kinara sibuk dengan ponselnya, entah dia sedang chat dengan siapa? Marchell meliriknya sekilas. “Dia baru putus lagi sama cowok pengecutnya itu, heran gw! Tuh anak nemu cowok dimana sih? Bisa-bisanya pacaran sama semua cowok pengecut yang gak kenal kata berjuang. Huh!” Marchell mendengus sebal. Dia memang tak sepenuhnya melindungi Marsha karena janji kecilnya bersama Kevin, karena biar bagaimanapun dia ingin adiknya mendapatkan pria yang terbaik. Tapi entah kenapa para pria yang dikencani Marsha justru semuanya terlihat lemah, tidak mau berjuang mendapatkan adiknya. Hingga terkadang Marchell capek menguji para cowok itu. Kevin tersenyum miring, masih jelas dalam ingatannya dulu ketika usianya dua belas tahun, dia berjanji akan menikahi Marsha dan wanita itu hanya boleh menikah dengannya. Janji anak kecil, namun sampai kini, Kevin memegang teguh janji itu. Dia memang bersungguh-sungguh mencintai gadis kecilnya, cinta pertama dan harus menjadi cinta terakhirnya. Apapun yang terjadi dia hanya ingin Marsha lah yang mendampingi hidupnya atau dia tak akan menikah sama sekali. Tak diperdulikan gerakan kecil Marchell yang menarik paksa handphone Kinara dan sibuk menghapus Chatnya. Sementara mata Kinara melirik ke Kevin, berharap kakaknya itu terus melamun dan tak memperhatikan aksi keduanya. Aksi tangan marchell yang nakal yang kini mengusap lutut Kinara sementara tangan satunya sibuk dengan ponsel wanita itu. Sesuatu yang tak boleh ada yang tahu selain dirinya. *** --------------------------
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN