Elena

2726 Kata
Pagi telah menjelang, sinar matahari masuk melewati kaca ke dalam kamar seorang gadis, sinar nya tanpa sengaja menyilaukan mata gadis itu sehingga membuat ia terbangun dari tidur nya. Elena, seorang gadis cantik 27 tahun yang memiliki mata indah, berkulit putih bersih, tubuh langsing dengan rambut hitam yang terurai panjang hingga sepunggung, namun sayang ia mempunyai sifat yan begitu buruk, ia seorang yang tempramental dan keras kepala, sehingga ia tak mempunyai banyak kawan di karenakan sifatnya tersebut. "Ijaaahhhhhhhhhh" pekik nya kepada pembantu nya. mendengar teriakan nona muda nya Ijah langsung berlari kearah sumber suara tersebut. "Aa... aada apa ya non?" Ijah bertanya sembari menunduk, ia tahu benar bagaimana sifat majikan nya ini. "Siapa yang udah membuka tirai jendela kamar ku!?" Tanya Elena sembari berkacak pinggang. "Tuan besar non.. tadi tuan masuk ke kamar non, lalu membuka semua tirai jendela kamar non.." jawab Ijah takut. "Ah dasar orang tua itu..." Gumam Elena. Elena memberi isyarat dengan tangan nya menyuruh pembantu nya untuk segera keluar dari kamar nya, lalu ia segera mandi dan bersiap untuk berkerja di perusahaan ayah nya. Langkah gontai Elena terdengar menuruni anak tangga, di lihat oleh ia ayahnya yang telah rapi dengan setelan jas duduk di meja makan menunggu diri nya. "Kenapa kamu tadi berteriak Elena?" Tanya ayah nya yang turut mendengar teriakan nya "Aku cuma terkejut dengan sinar matahari yang masuk menyilaukan ku tadi yah.." Jelas Elena, "Biasakan bangun pagi, jangan mentang mentang kamu kerja di perusahaan ayah mu lalu kamu seenaknya datang siang ke kantor!" ujar ayah nya "Iyaa iyaa.." jawab Elena yang malas untuk berdebat dengan ayahnya di pagi hari. Elena bekerja di perusahaan ayah nya Hendra Sutjipto, ia seorang manajer, meskipun ia mempunyai sifat yang buruk namun ia adalah seorang gadis yang pintar, ia menyelesaikan pendidikan S2 nya di usia 22 tahun. bahkan sekarang ia tengah memikirkan untuk mengambil gelar Doctor. Di perusahaan ayah nya ia sangat di perhitungkan, banyak yang segan dengan nya karena kemampuan nya menyapu semua klien untuk bekerja sama dengan perusahaan ayah nya. Satu jam telah berlalu Elena telah sampai di ruangan nya yang begitu mewah, ruangan nya bercat warna putih dengan interior abu muda dan cream, begitu elegan pemilihan interiornya. "Siska.. masuk ke ruangan saya" panggil Elena melalui jalur telepon. tak butuh waktu lama Siska asisten nya masuk menemuinya. "Ada yang bisa saya bantu bu?" Tanya Siska kepada atasan nya itu "Tolong bawakan saya proposal yang telah team program buat untuk rapat hari ini" Ujar Elena tanpa memalingkan wajahnya kepada Siska. tanpa bantahan Siska pun langsung beranjak mengambil berkas yang di maksud 20 menit Elena menunggu berkas tersebut, dirinya mulai tidak sabar lalu ia pergi menghampiri Siska. "Kenapa lama sekali Siska! memang nya kamu saya suruh gali tanah untuk mencari berkas itu!?" Elena berang "I..itu bu.. Berkas nya saya lupa taruh dimana.. padahal semalam sepertinya saya taruh di sini.." jawab Siska sembari menunjuk laci nya yang terlihat telah ia bongkar untuk mencari berkas tersebut "Kamu menghilangkannya Siska!" Elena bertambah emosi. Plak! Tamparan Elena mendarat ke pipi Siska. Siska terkejut sekaligus kesakitan mendapatkan tamparan tersebut, air mata nya mulai berlinang di mata nya, kejadian itu membuat semua mata pegawai Elena menatap ke arah mereka berdua. "Semua kembali bekerja!" Elena membentak. "Dan kamu Siska! saya kasih kamu 15 menit untuk mencari berkas itu sampai ketemu! jika tidak, maka saya tunggu surat pengunduran diri kamu hari ini juga! mengerti kamu" Elena memberikan ultimatum kepada Siska yang masih memegangi pipi nya yang memerah setelah di tampar oleh Elena. Elena masuk keruangannya, ia membanting pintu ruangannya, ia begitu emosi sehingga mengumpat Siska. Tak lama Siska masuk ke ruangan nya dengan di temani Tiar. "Maaf bu.. Saya cuma mau menjelaskan.. Proposal yang ibu minta tadi sebenarnya di ambil kembali oleh team program dikarenakan mereka lupa memasukan gambar contoh yang terbaru, jadi mereka mengambilnya tanpa sepengetahuan Siska.." jelas Tiar tanpa memberi kesempatan Elena untuk menyela penjelasannya. "Ya sudah kalau begitu.. mana proposal nya?" pinta Elena kepada Tiar lalu menyuruh mereka berdua untuk keluar dari ruangan nya. Elena tau ia bersalah karena bertindak gegabah menampar Siska, tapi pikiran itu ia tepis karena ia merasa sebagai atasan, jadi tak perlu baginya untuk meminta maaf kepada Siska. Siska dan Tiar keluar ruangan Elena, Tiar hanya dapat berkata sabar kepada Siska, Siska sebetulnya sudah tidak tahan karena perlakuan dan sifat Elena, tapi ia butuh perkerjaan ini, di perusahaan ini gaji nya cukup tinggi dari gaji perusahan lainnya, ia harus bisa bertahan untuk membiayai sekolah kedua adiknya meski selalu di perlakukan buruk oleh Elena. Siang telah menjelang, Elena pun telah usai rapat dengan klien nya, seperti biasa, ia mampu membuat kliennya terkesan. Ayahnya memanggilnya untuk datang ke ruangan Presdir tempat Ayahnya, tampak muka Ayahnya yang kurang bersahabat. "Ayah dengar kamu menampar Asisten mu?" Selidik ayahnya "iya" jawabnya singkat "Kenapa kamu tidak pernah berubah Elena! sifat tempramental mu itu buang jauh jauh..!" Ujar Ayahnya menasehati "Sudah lah yah! kenapa sekarang Ayah peduli?" Elena memalingkan wajahnya lalu beranjak ingin keluar dari ruangan Ayahnya "Elena!" panggil Ayahnya bernada tinggi Elena tak menghiraukan Ayahnya, ia begitu renggang dengan Ayahnya setelah kematian Ibu nya, Asri. Ibu Elena telah meninggal dunia sejak Elena berusia 10 tahun, sebenarnya Elena anak yang baik, namun semenjak ditinggal Ibunya Elena berubah menjadi anak yang tempramental dan keras kepala. Ayahnya juga sangat depresi setelah ditinggalkan oleh istrinya itu, semenjak kejadian itu ia menjadi seorang workaholic, ia menyibukan dirinya dengan bekerja hingga sukses seperti sekarang. Namun sangat di sayangkan, karena hal itu ia menjadi renggang dengan Elena yang dulu harusnya ia perhatikan, ia lupa masih memiliki seseorang yang harus di berikan kasih sayang nya, karena hal itulah Elena tumbuh besar dengan mandiri. Elena melangkahkan kaki nya keluar dari kantornya, ia meminta supirnya membawa ke suatu tempat. setelah 30 menit berkendara, ia sampai ke pemakaman. Ia berlari menuju makam ibunya. Elena terbiasa ketika bersedih ia akan datang ke tempat makam ibunya. Bersimpuh ia menjatuhkan diri nya di makam ibunya. Tangisnya pecah seketika, dalam hatinya berkecamuk, ia begitu membenci ayah nya. "Ibuuu..." lirih nya menangis "Elena rindu bu..." ujar Elena mengusap batu nisan ibunya lembut. ia memahami bahwa ia sudah keterlaluan, tapi yang ia tidak fahami adalah sifat nya yang selalu meledak ledak hingga tidak bisa ia kontrol. berjam jam Elena duduk termangu di makam ibunya, tak terasa hari mulai gelap, lalu ia bergegas pulang, tak lupa juga ia mengucapkan salam selamat tinggal kepada ibu nya, tak lupa juga ia memanjatkan doa untuk ibunya yang sangat ia sayangi. ****** Jam sudah menunjukan pukul 7.20 malam, Hendra ayah Elena baru beranjak pulang meninggalkan kantor nya. Adzan isya pun berkumandang tanda panggilan shalat, ia meminta supirnya untuk menepi berhenti di sebuah masjid kecil. Seusai shalat ia segera memakai sepatu nya sembari duduk di lantai teras masjid, tanpa sadar mata nya tertuju pada seorang lelaki yang ia kenali. "Rud! Rudiiii..." sapa Hendra "Siapa ya? kok tau nama saya?" tanya sosok yang bernama Rudi itu. "Aku Hendra.. teman SMU mu.. akh masa kau tidak mengenali ku?" Hendra coba mengingatkan "Hendra? Oohhhh yaa Allah Hendra.. kau si irit bicara itu? hahaha" Rudi mengingat Hendra sembari langsung memeluk teman lama nya itu. "Hmmp...bagaimana kalau kita duduk di warung itu?" ajak Hendra sembari menunjuk warung kecil di depan masjid. "Ayoo ayoo.. sudah lama kita tidak bertemu, mari kita ngobrol hen.." Rudi mengikuti Hendra menuju warung kecil tersebut. Tak lama mereka sampai langsung memesan kopi s**u beserta cemilan nya. "Apa kabar kau Rud?" Hendra memulai pembicaraan. "Yaa seperti ini lah aku.. seorang pegawai pemerintahan.. lalu bagaimana dengan kau Hen? wahhh ku lihat pakaian mu berjas, sepatu mu mengkilap.. tentu kau sudah menjadi orang sukses sekarang?" Rudi menepuk bahu teman nya kagum. "Alhamdulillah Rud, aku memiliki perusahan sendiri, hasil kerja keras ku selama ini.. dan aku mempunyai seorang anak perempuan, Elena.. hehe.. Oh ya sudah berapa anak mu Rud? apa sudah punya cucu kau Rud?" Tanya Hendra "Anak ku ada dua, laki laki semua, anak pertama ku Hadi seorang tentara, sekarang ia sudah punya anak satu orang perempuan, Istri nya seorang guru. Sementara anak kedua ku Radit hampir setahun sudah lulus kuliah S1.. Yaahhhh kau tau sendiri Hen.. di kota besar ini sangat sulit mendapatkan pekerjaan untuk orang yang belum punya pengalaman" Rudi menjelaskan panjang lebar. "Hmmppp bagaimana kalau anak mu bekerja di perusahaan ku saja Rud?" Hendra menawarkan. "Kau serius Hen? Wahhh mimpi apa aku tadi malam dapat rezeki seperti ini?" ucap Rudi dengan mata berkaca kaca. "Besok.. suruh anak mu datang ke kantor ku, ini kartu nama ku.. datang dan langsung menemui kepala HRD, nanti akan ku berikan rekomendasi ku" Hendra menyodorkan kartu nama kepada Rudi Hampir 1 jam berlalu, akhirnya mereka pun pulang ke tujuan masing masing, Hendra sangat senang karna ia bertemu dengan teman lama nya itu, Rudi temannya yang selalu ada untuk Hendra dulu, susah senang bersama hingga lulus sekolah Rudi harus ikut ayahnya yang seorang tentara pindah tugas, sejak itu mereka tidak pernah berjumpa lagi. ****** Malam telah larut, Hendra mendapati anak nya Elena duduk di ruang perpustakaan mini nya. Di lihat nya lekat lekat wajah anak nya dari kejauhan, ia masih terus menyalahkan diri nya. Harusnya dulu ia tak memikirkan dirinya sendiri, ia tak peduli dengan apa yang anaknya perbuat, yang ia pikir hanya bekerja hingga ia lupa akan kesedihannya di tinggal istri tercintanya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, hubungan ayah dan anak ini sudah berseberangan. masing masing punya jalan sendiri. Hendra terlalu malu untuk meminta maaf kepada anak nya, mengakui semua kesalahannya. sementara Elena seperti selalu menjaga jarak dengannya. Hendra berlalu dari ruangan tersebut, masuk kedalam kamarnya, ia tatap foto Istrinya, hatinya sakit, tapi ia tau Elena pasti lebih sakit lagi. 'Asri..maafkan aku.. aku harus bagaimana dengan Elena anak kita? Sifat nya begitu keras.. dia menjadi wanita yang sukses, tapi aku gagal mendidik attitude nya.. Asri.. aku merindui mu.. jika kau masih ada bersama ku di sini, ku pastikan kita pasti akan hidup bahagia sekali..' Gumam Hendra lirih sembari menyentuh lembut bingkai foto istri nya yang telah 17 tahun meninggalkan nya. ****** Keesokan hari nya Rudi meminta Radit untuk datang ke perusahaan Hendra sesuai dengan arahan Hendra, Radit langsung menemui kepala HRD di perusahaan Hendra, ia begitu takjub melihat perusahaan ini, begitu megah dan bersih sekali. Para pegawainya pun juga banyak yang ramah, meskipun sebagian ada juga yang bersikap jutek pada nya. "Pagi Pak.. Saya Radit, saya diminta pak Hendra untuk datang langsung menghadap bapak" Radit menjelaskan "Oh..iya iya.. Mulai hari ini kamu sudah bisa bekerja menjadi staf di bawah pimpinan ibu Elena" "Oh begitu pak.. baik pak terimakasih banyak ya pak" Radit menyalami kepala HRD tersebut. "Tapi tolong rapikan rambut gondrong mu besok, di sini semua karyawan harus rapi.. untung saja kau titipan dari pak presdir, kalau tidak pasti tidak akan ku terima" kepala HRD itu bersungut Radit menganggukan kepala nya lalu keluar dari ruangan nya, Radit lupa mengikat rambut gondrongnya tersebut, ia begitu semangat karna mendapatkan pekerjaan tiba tiba. Tak butuh waktu lama Radit tiba di area staf di bawah pimpinan Elena. ia di arahkan oleh salah seorang staf meja kerjanya yang telah disediakan. "Hai.. aku Tiar.. kamu siapa?" Tiar menyodorkan tangan nya kepada Radit. "Aku Radit.. senang berkenalan dengan mu" sambut Radit. "Hmmppp kau begitu tampan, kenapa tidak jadi model saja? kenapa harus bekerja di bawah pimpinan perawan tua itu?" Tiar tertawa Yah.. Radit memang berwajah tampan, tubuh nya tinggi dan juga begitu atletik dengan kulit eksotik serta berambut gondrong hampir sebahu. Radit hanya tersenyum mendengarkan Tiar mengatakan hal tersebut. 'Perawan tua?' Radit menggumam, ia penasaran dengan perempuan yang di sebut perawan tua tersebut. Para karyawan terutama karyawan wanita banyak yang melirik Radit, bagaimana tidak, Radit lah yang paling tampan di area ruangan mereka. hingga membuat Radit sedikit risih. Tak lama Elena datang berjalan di tengah kesibukan para karyawan nya. Tanpa sengaja Radit melihat Elena, terpaku menatap betapa cantik nya Atasannya itu. "Itu dia perawan tua di sini" bisik Tiar menyikut lengan Radit. Radit terkejut, ia tak menyangka yang dimaksud 'Perawa tua' itu adalah Elena wanita cantik seperti itu di sebut dengan sebutan seperti itu. "Tapi dia cantik.." jawab Radit lirih. "iyaaa cantik sih.. tapi tak secantik sifatnya.. kamu itu anak baru, jadi belum tau bagaimana dia.. Si Perawan tua killer" bisik Tiar kembali. Radit tak melayani perkataan Tiar, ia langsung mengerjakan apa yang telah di tugaskan pada nya. Ini hari pertama nya bekerja, ia tak ingin terlihat tidak bisa kerja. Tapi lagi lagi ia selalu merasa risih dengan pandangan mata teman kantor nya, terutama Tiar yang duduk di sebelah nya, tak berpaling sedikitpun menatap Radit. Elena berjalan menuju ruangan nya, dilihat nya Siska sedang menatap ke seseorang, lalu ia pun melihat apa yang di pandang oleh Siska. 'Siapa itu?' Tanya Elena dalam hati nya, laki laki itu memang menarik perhatian. "Siska, siapa dia?" Elena mengejutkan Siska. "Eh itu... anu bu.. staf baru hari ini masuk, rekomendasi dari pak Hendra" jawab Siska sedikit kaget. "Oh.. lain kali jangan terlalu menatap laki laki seperti itu.. pikirkan harga diri mu sebagai wanita" ketus Elena dingin lalu masuk keruangannya. Siska hanya bisa menunduk, menganggukan kepalanya, tapi hati nya tetap terpana oleh lelaki itu. ****** Jam makan siang telah tiba, Radit di ajak makan di kantin oleh Tiar yang turut membawa Siska beserta beberapa teman kantor nya. Siska duduk berhadapan dengan Radit, jantungnya terus berdegub kencang menatap Radit di depannya. Tiar mengerti bahwa Siska terus memandang Radit, ah seandainya ia juga masih single pasti ia akan bersaing dengan Siska, Tiar telah memiliki suami dan dua orang anak. "Sis.. udah kali mandangin Radit mulu" sindir Tiar membuat Siska sedikit malu. Si Tiar memang terkenal pemberani sekaligus si blak blakan tapi ia sebenarnya seorang teman yang baik. Radit pun jadi serba salah dengan situasi tersebut, Tiar hanya terkekeh di sambut teman teman lainnya tertawa lucu melihat Siska dan Radit yang sama sama salah tingkah. Sebenarnya Siska termasuk perempuan yang cantik, dengan postur tubuh tinggi, putih dan berambut ikal panjang. terlebih lagi siska seseorang yang ramah. "Udah udah.. lanjut lagi makan nya" timpal temannya yang lain, membuat suasana sedikit mencair. Radit sebenarnya seorang yang selengehan, tapi ini hari pertamanya bekerja, ia tidak bisa sesuka hati nya bersikap di tempat kerja barunya ini. "Oh ya Radit.. kamu udah punya pacar?" tanya Tiar selidik. "Belum.." Radit menjawab singkat. "Wahhh boleh donk di jodohin sama Siska nih" Tiar menyikut lengan Siska, ada rasa kesal di hati Siska, tapi ada juga rasa penasaran dengan jawaban Radit. "Asal Siska nya mau, kenapa tidak?" jawab Radit mengagetkan orang yang duduk bersama nya, tak menyangka Radit begitu berani menjawab. "Tuh Sis, mau nggak kamu?" Tanya Tiar terkekeh. Pipi Siska memerah, wajah nya memanas, ingin rasa nya mengiyakan tapi rasa malu nya lebih tinggi. "Radit! kamu Radit kan?" panggil seorang lelaki menghampiri Radit. Radit hanya menggangguk mengiyakan. "Kamu di panggil pak Presdir Hendra" lanjut lelaki tadi. Radit langsung segera menyelesaikan makan nya lalu minum, ia lalu pamit kepada rekan kerja nya. Radit sedikit berlari menuju ruangan Presdir. hanya butuh waktu tak sampai 5 menit ia telah sampai di depan ruangan Presdir. Radit mengetuk pintu, lalu terdengar suara mengizinkan ia untuk masuk ke ruangan tersebut. Radit begitu takjub melihat ruangan presdir, begitu mewah, bahkan sangat mewah di luar dari apa yang ia perkirakan. "Radit?" "Iya pak, saya Radit mahendra.. anak dari bapak Rudi" "Ya..yaa... ternyata Rudi mempunyai anak yang begitu tampan" Hendra menghampiri Radit lalu menepuk bahu nya. "Kau gugup Radit?" "Sedikit pak" Tawa Hendra pecah seketika mengagetkan Radit yang berdiri di sampingnya. "Ayo lah Radit.. jangan begitu kaku pada ku, aku teman ayah mu, anggap aku juga seperti ayah mu" Ucapan Hendra membuat Radit sedikit lega. lelaki di hadapannya tak seperti perkiraan nya, Radit mengira kalau Hendra sama seperti Bos pada umum nya yang sangat tegas dan tak pandai bercanda gurau. "Duduk Radit.. mari temani aku ngobrol" Radit mengangguk sembari mengikuti Hendra untuk duduk di sofa mewah nya itu. Selang satu jam berlalu, tanpa sadar Radit telah melewatkan jam istirahatnya. Ia segera pamit lalu segera pergi ke ruangan nya. Tiba di ruangan nya tampak seorang gadis cantik duduk di kursi kerja nya sembari menyilangkan tangan menyandar pada kursi nya. ia Elena yang telah menanti Radit beberapa menit lalu. "Kau Radit?" "Iya bu" "Kau lihat sudah lewat berapa menit?" Radit terdiam "Maaf bu, saya di panggil oleh pak Presdir tadi" "Presdir? Ayah ku?" Radit mengangguk. Elena lalu berdiri berjalan masuk menuju ke ruangan nya. ia bertanya dalam hati nya ada masalah apa hingga Radit di panggil ke ruangan ayahnya itu, tapi ia enggan bertanya kepada Radit, bukan sifat nya untuk terlalu penasaran dengan hal orang lain. ****** Waktu sudah menunjukan jam pulang, Radit segera mengendarai Motor besar nya untuk pulang, tapi motornya kemudian di hentikan oleh sebuah mobil mewah. Seseorang membuka kaca jendela mobil tersebut, ternyata Pak Hendra di dalam mobil itu. "Radit, aku ingin ikut pulang dengan mu" Radit bingung sembari bertanya di hati nya, untuk apa Pak presdir ikut bersamanya pulang. "Rumah bapak di mana? akan saya antarkan bapak pulang jika bapak menginginkannya" "Bukan pulang ke rumah ku, tapi ke rumah mu" Perkataan Hendra makin membuat kening Radit mengerut. Tanpa menunggu jawaban Radit, Hendra telah naik ke atas motor nya. Radit terkejut melihat atasannya ikut naik ke atas motor nya. Bulu kuduk nya mulai merinding, ia berpikir apakah Pak Hendra seorang gay?. "Ayoo Radit, apalagi yang kau tunggu? Supir ku akan mengikuti kita dari belakang.. Aku sudah lama sekali tidak pernah naik motor, ini membuat ku bernostalgia dengan motor ku dulu" Tanpa menjawab Radit langsung menggas motor nya, ingin rasanya ia cepat sampai di rumah, ia tidak habis pikir dengan sikap pak Hendra. Tak sampai 30 menit mereka telah sampai di rumah Radit, Rumah itu begitu sederhana dengan teras yang cukup luas, tampak juga kursi dan meja di terasnya. pemandangan nya sangat menyenangkan mata. "Loh Hendra.. kenapa bisa kau ikut di bonceng begitu dengan Radit?" Rudi cukup kaget melihat sahabat nya yang seorang pengusaha sukses mau berbonceng naik motor bersama anak nya. "Hahaha ah kau Rud.. Kau kenapa tampak sangat terkejut begitu?" "Hehe bukan begitu Hen.. aku cuma sedikit kaget saja, ayo masuk, kita ngobrol di dalam" "Tak perlu repot repot Rud.. kita duduk di sini saja" Hendra langsung duduk di kursi teras Rudi, Rudi pun langsung menyuruh istrinya untuk membuatkan minuman, Radit juga pamit izin untuk masuk kedalam rumah dahulu. "Gini Rud.. aku punya permintaan kepada mu, semoga kau bisa mengabulkan permintaan ku ini" Rudi mengernyitkan kening, bertanya dalam hati apa yang akan di minta oleh sahabatnya itu? apakah Hendra menginginkan uang karna telah menerima Radit di perusahaan nya? karna hal itu sudah biasa di zaman sekarang ini, tidak ada yang cuma cuma. "Apa yang kau inginkan Hen? Jika aku mampu pasti aku akan memberikannya" "Hmmmmppp aku menginginkan anak mu, Radit.." Rudi terkejut mendengar permintaan temannya itu. "Apa... kau... Gay Hen?" Rudi kembali bertanya hati hati "Haa?.. Hahaha hey Rud.. kau pikir aku seperti itu?" Hendra tertawa lepas mendengar perkataan Rudi, ia tak habis pikir kenapa sahabatanya itu berpikir demikian. "Lalu untuk apa kau menginginkan anak ku Hen?" "Untuk anak ku, Elena" "Apa? untuk Elena anak mu?" kali ini Rudi benar benar kaget, ia tak mengira bahwa kawan nya yang seorang pengusaha sukses bersedia meminta anak nya untuk menjadi menantu nya. "Aku sudah memikirkan nya Rud, aku juga telah mengecek anak mu, Dia sangat santun, ibadah nya juga bagus, sifat nya juga aku menyukainya.. Aku berpikir Radit sangat cocok dengan anak ku, Elena.. yahhh meskipun Elena lebih tua dari Radit" Hendra menjelaskan kepada Rudi, namun Rudi masih enggan mempercayainya, termangu ia memikirkan bagaimana bisa ia melamar Elena, anak pengusaha sukses yang pasti butuh banyak dana serta mahar yang mahal. "Kau jangan khawatir masalah dana pernikahan anak kita, Maharnya cukup kau berikan Cincin dan seperangkat alat shalat" Hendra langsung menjelaskan, ia tahu pasti, apa yang di pikirkan oleh sahabatnya itu. "Baiklah Hen.. akan aku usahakan, akan aku sampaikan niat mu kepada Radit" "Terimakasih Rud.. kalau begitu aku pamit pulang dulu, ini hampir maghrib" Hendra lalu berdiri berpamitan lalu masuk ke dalam mobilnya. _________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN