(Rumah Hiburan dan Toko Barang Antik Purnama)
Hong Kui, tak henti menampilkan wajah sumringah. Meski sejak pagi hingga kini menjelang petang sangat sibuk, mengawasi serta mengatur segala persiapan untuk pesta yang akan ia adakan, sama sekali tak terlihat sedikitun kekusutan menghias wajahnya.
Saudagar Tiankong yang sedang naik daun namanya ini, sering menjadi perbincangan, terkenal dikalangan pembesar atau rakyat biasa Surabaya dan sekitarnya, antusias mengatur segala keperluan dalam pengawasan sendiri.
"Aihh… Tempatkan yang benar! Jangan sampai menutup papan nama!"
"Kau juga! Singkirkan itu! Cukup mengganggu mata! Tak nyaman dilihat!"
"Nahh… Benar yang seperti ini! Kenapa tak dari tadi kau bawa? Justru memilih yang aneh-aneh! Jangan bilang kau memiliki niat khusus mengambil keuntungan pribadi? Memotong biaya untuk barang murahan!"
Hong Kui, bergerak lincah dengan dua kaki mungilnya kesana-kemari. Memberi intruksi pada para pegawai Toko barunya yang sedang membantu persiapan pesta pembukaan.
Menggunakan dasar kalimat Willem, sosok Putra dari Jan van der Beele, Asisten Resident Kota Surabaya, dimana juga pemilik perusahaan pertanian terbesar di Kota Surabaya yang mengatakan hendak datang menghadiri pesta, Hong Kui berkembang ingin menjadikan semua tampak sempurna.
Semewah serta seglamour mungkin bisa ia buat. Bagaimanapun juga, sosok Willem, jelas bukan sembarang orang. Terlebih Willem juga sempat menjanjikan untuk coba mengajak kaum Totok Eropa lain. Menjadikan acara utama dalam bentuk Lelang, sebagai daya pikat menarik.
"Hmmm…. Apakah itu barang-barang yang nantinya dijual dalam Lelang?" tanya Hong Kui, saat sorot matanya yang tak henti terus menyapu sekitar, mencari hal-hal menurutnya masih kurang benar, kebetulan menangkap sejumlah barang antik tampak mewah, ditempat pada sudut ruang tanpa pengawasan.
"Ya Tuan… Kami baru selesai mengeluarkan dari angkutan!" balas salah satu pegawai yang tampak adalah penanggung jawab barang Lelang.
"Lalu apa sedang kau tunggu? Mau melihat barang-barang mahal itu kebetulan tersenggol untuk kemudian cacat dan rusak, baru nanti menempatkan dengan benar?" dengus Hong Kui. Raut cerah sedari tadi sempat terus menghiasi wajahnya, sekejap lenyap. Berubah kesal.
"Bu-bukan begitu Tuan! Kami masih mempersiapkan tempat penyimpanan-nya dibelakang panggung…" balas pegawai yang bertanggung jawab atas barang-barang Lelang. Tampak tergugup.
"Lambat! Segera bawa orang tambahan untuk mengurus itu dengan cepat!"
Hong Kui, justru semakin kesal mendengar kalimat balasan Sang Pegawai. Tak menyukai pekerjaan yang tak lekas dijalankan dengan tertib. Terlebih jika itu diimbuhi alasan-alasan menyertai. Penutup ketidakbecusan.
"Bagaimanapun juga, barang-barang ini adalah bintang utamanya! Sampai rusak, kau jelas tak akan mampu mengganti! Bahkan jika harus memotong upahmu selama satu tahun penuh!"
"Sudah…! Kau! Dan kau! Bantu Siput ini!"
Menutup, Hong Kui tanpa basa-basi menunjuk beberapa pegawai acak disekitar. Memberi intruksi untuk membantu satu yang membuatnya kesal. Dinilai lambat dan tak becus.
"Baik Tuan…."
Mengetahui Juragan mereka sedang berada dalam suasana hati buruk, para pegawai yang baru ditunjuk, lekas melaksanakan. Tak mempertanyakan apapun.
"Sontoloyo! Bikin repot saja!" dengus salah satu pegawai. Menyempatkan memaki lirih kawan pembuat keributan.
"Ya maaf!"
"Semprul…!"
Baru mengucap satu kalimat singkat permainan maaf, pegawai lain ikut-ikutan memaki. Berkembang justru menambahi dengan sikutan.
"Maaf… Maaf… Nanti kutraktir kopi!"
"Hei… Cepat bekerja!"
Melihat dua orang pegawai ia suruh membantu malah ikut-ikutan menjadi lambat, justru saling bercakap satu sama lain, tak segera memindahkan barang-barang Lelang, Hong Kui berteriak tak sabar.
"Aihhh… Kalian ini! Malah tertular virus bekicot!" dengus Hong Kui kesal. Baru menutup kalimat saat tiga pekerja, tampak mulai memindahkan barang.
"Hati-hati! Jangan sampai jatuh!"
Seolah masih belum cukup puas, Hong Kui menyempatkan menambah dengan peringatan. Sebelum mengalihkan pandangan kembali menyapu lokasi-lokasi lain.
"Bagus….! Pekerjaan bagus!"
Tak melulu marah-marah kesal, Hong Kui tampak cukup sportif dengan tak ragu melayangkan pujian didepan umum saat ada pekerja yang menjalankan tugas dengan baik.
"Ingatkan aku untuk nanti memberi kalian tips!" lanjut Hong Kui. Memuji pekerja panggung Lelang yang bekerja dengan sangat cekatan. Selesai memasang panggung megah ditengah ruang, lebih cepat dari jadwal seharusnya.
"Wahhh… Terimakasih Tuan…! Kau yang terbaik!" seru salah satu pekerja panggung. Terlihat seperti sengaja mengeraskan nada suara. Melirik dengan senyum mengejek tiga pekerja lain sebelumnya didamprat oleh Hong Kui.
"Dasar penjilat!"
"Awas saja nanti ketemu di Warung Mbok Nem!"
"Semprul….!"
Tiga pekerja yang tengah menjadi bahan sindiran mengejek, lekas menggumam kesal memaki kawannya pekerja panggung. Menatap sembari melanjutkan pekerjaan memindah barang-barang Lelang kesatu ruang khusus dibelakang punggung.
"Terus bekerja kalian Trio Bekicot!" dengus Hong Kui. Menambah kesialan tiga pekerja dengan kembali menegur keras didepan umum. Memberi julukan baru sebagai Trio Bekicot.
"Hahhahaha… Trio Bekicot hei…!"
"Trio Bekicot!"
"Bekicot satu! Bekicot dua! Dan disana, Bekicot tiga!"
Suasana ruang, lekas menjadi meriah. Tiap pekerja yang sempat serius dengan pekerjaan masing-masing, tertawa lantang ikut mengejek.
Julukan baru diberi Hong Kui yang sebenarnya terucap reflek, tampak berkembang akan melekat sebagai sebutan permanen bagi tiga pekerja bertugas memindahkan barang Lelang.
Bagaimanapun juga, memang sudah kebiasaan para kaum pribumi, khususnya orang Jawa, memberi nama sebutan aneh-aneh bagi kawannya.
Berbagai nama hewan bahkan nama bapak, justru akan dipakai untuk panggilan. Kebiasaan membully yang sebenarnya cukup unik. Berlaku semenjak dari kanak-kanak. Tak mengenal batas usia.
"Selesai juga! Nahh… Begini maka akan semakin membuat namaku terkenal! Disanjung banyak orang!"
Saat segala urusan terkait dekorasi acara rampung, Hong Kui berdiri ditengah ruang. Memasang raut wajah bangga. Mulai membayangkan situasi dari nanti ia membuka acara. Berada di lokasi sama saat disekitar, penuh akan sosok-sosok pembesar dan kaum terpelajar HBS.
Tak sabar untuk menerima berbagai tatapan kagum karena baru mengadakan acara pesta inovatif meniru biasa ada di Eropa sana.
"Hehehhe… Aihhh… Sungguh tak sabar!" gumam Hong Kui. Tersenyum sendiri.
****
(Malam harinya)
"Selamat datang…! Selamat datang…!"
Berdiri menyambut tepat dipintu masuk, raut wajah Hong Kui tak henti menampilkan senyum lebar saat mendapati rombongan pertama undangan pesta datang.
"Silahkan mengisi daftar hadir disini!" ucap Hong Kui. Dengan wajah penuh kebanggaan.
"Wahhh… Ada daftar hadir segala! Kau sepertinya benar-benar serius saat mengatakan ini akan menjadi pesta meriah layaknya sering diadakan di Eropa!"
Salah satu tamu dari rombongan pertama baru hadir, membuka percakapan ramah tamah dengan Hong Kui. Memuji Saudagar Tionghoa ini secara tak langsung.
Pujian tak langsung yang tampak memang sudah ditunggu oleh Hong Kui sejak awal. Lekas melebarkan senyum semakin menjadi.
"Aihhh… Sekedar pesta sederhana… Pesta sederhana!" ucap Hong Kui. Coba merendah dengan kalimat. Meski ekpsresi wajah, jelas menampilkan sebaliknya.
Rombongan pertama yang baru hadir sendiri, tak lain adalah para pemuda pelajar HBS golongan Indo. Anak-anak bergaris darah campuran. Sebagian besar tentu hasil hubungan pembesar Eropa dengan Gundik mereka.
Memakai setelan rapi khas orang Eropa, para pelajar HBS golongan Indo, menerapkan adat Eropa dengan berbaris rapi. Mengantri untuk menunggu giliran menulis nama dalam daftar hadir.
Menyempatkan untuk beramah tamah singkat dengan Hong Kui selaku Tuan Rumah, rombongan pelajar HBS Indo, berjalan memasuki ruang pesta.
Tak berselang lama setelah kedatangan golongan Indo, pelajar HBS lain juga hadir. Kali ini rombongan Pribumi Ningrat. Anak-anak pembesar. Bupati dari beberapa wilayah sekitar Surabaya.
Cukup berbeda dengan anak-anak Indo, para Ningrat ini seperti sengaja berlama-lama saat tahu harus menulis nama didaftar hadir. Seperti bangga diberi kesempatan untuk memamerkan kemampuan menulis. Coba membuat seindah mungkin nama mereka terukir di kolom daftar undangan, bagai sedang mengukir prasasti kuno nan keramat.
Selain itu, mereka juga tak berbaris dalam jajaran rapi. Menggerombol melihat kawan mereka yang sedang menulis nama.
"Aihhhh… Mereka tak jauh beda dengan Etnisku! Hahahaha…!" ucap Hong Kui. Seperti biasa, menyempatkan untuk melempar beberapa kalimat ramah tamah sederhana menyambut rombongan tamu kedua datang menghadiri pesta.
Rombongan Pelajar HBS Ningrat baru memasuki ruang saat derak kereta kuda berdesain indah, hadir pada pelataran Toko Purnama.
"Wahhh… Bukankah itu Bupati Tuban?" ucap Hong Kui. Bertahan dengan senyum lebar antusias tak henti menghias wajah.