"Terimakasih kepada Paman Hong Kui atas kesempatannya…"
Tepat ketika Hong Kui telah turun dari panggung, Hong Shiu segera memainkan peran sedang ia emban.
"Salam kepada para tamu terhormat…! Semoga Hong Shiu, mampu memberi terbaik. Memuaskan tamu terhormat sekalian sebagai pemandu acara pesta pembukaan ini!"
Melanjutkan, Hong Shiu menyampaikan pembukaan sederhana. Namun, pembukaan sederhana ia lakukan, dibarengi dengan suara yang terdengar sangat merdu. Sungguh nyaman ditelinga tiap sosok undangan yang hadir mendengar langsung.
Suara Hong Shiu, berhasil memikat untuk menjadi semacam candu tersendiri. Tampak sukses berperan sebagai pemandu acara untuk segera mampu menghidupkan suasana pesta, hanya dengan sekedar intonasi nada suara dalam kalimat awal sederhana pembuka.
Bahkan Kirana yang berada disudut ruang, duduk dimeja sama dengan Sang Ayah. Menampilkan wajah terpesona. Kagum dengan kecantikan serta pembawaan memikat Hong Shiu.
Reaksi sama, juga banyak ditampilkan para gadis muda golongan Indo pelajar HBS. Tak terlihat ekpsresi atau raut wajah iri sedikitpun biasa hadir saat para gadis, berjumpa dengan sesamanya yang lebih mempesona atau cantik.
Hong Shiu sendiri, tampak memang cukup berbakat sebagai pemandu acara. Sempat membuka dengan gaya sukses mempesona tiap undangan, gadis ini tak lekas melanjutkan kalimat. Menyempatkan menjeda beberapa saat, seolah sedang memberi kesempatan pada tiap undangan pesta, menikmati suasana.
"Ayahanda! Dia sangat cantik benar?" gumam Kirana. Berbisik ditelinga Raden Mas Adiwangsa.
"Yahh… Tapi masih cantik dirimu! Dewi Shinta Putri Ayah!" balas Raden Mas Adiwangsa.
"Ayahanda ini… Masih sempat saja!" balas Kirana. Tersipu malu.
"Memang kenyataan seperti itu kok!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Tersenyum hangat. Selalu bunga tiap kali melihat laku anak gadisnya.
"Ayahanda…" gumam Kirana. Semakin memerah wajahnya. Tak tahu harus menanggapi seperti apa. Berakhir sekedar menatapi ujung-ujung kaki.
"Hahhaha… Jika menurutmu Keponakan Hong Kui ini cantik, aku bisa coba berbicara kepadanya, apakah ada kesempatan bisa meminang untuk Keponakannya menjadi Ibu sambungmu!" ucap Raden Mas Adiwangsa.
Kirana, lekas mengangkat wajah.
"Ayahanda… Apa tiga tak cukup? Kau sudah punya tiga istri, ingat? Lebih lagi, jelas tak boleh, sudah diatur agama!" ucap Kirana. Memasang wajah cemberut.
Raden Mas Adiwangsa sendiri, jelas tak serius dengan apa tadi sempat ia sampaikan, sekedar menggoda putrinya. Godaan yang sukses membuat hatinya semakin bunga melihat bagaimana reaksi menggemaskan Kirana.
"Hmmmm… Jika begitu aku masih memiliki kesempatan! Mengingat Istriku baru dua!"
Raden Adipati Soeryo yang ternyata ikut mendengar percakapan antar Kirana dan Sang Ayah, lekas masuk untuk memberi tanggapan asal.
Tanggapan asal yang cepat bersambut Kirana menatap dengan sorot mata seolah tak percaya.
"Hei Soer! Ingat umur!" dengus Raden Mas Adiwangsa. Melirik Bupati Tuban sahabatnya.
"Lagipula, itu memang dua Istri resmimu! Tapi kau pikir aku tak tahu diluaran sana, banyak Istri kau nikah siri!" lanjut Raden Mas Adiwangsa.
"Hahahhaa… Memang kau tidak?" balas Raden Adipati Soeryo.
"Diam…!"
Coba berperan baik dihadapan Kirana, Raden Mas Adiwangsa cukup menyesal baru mengangkat topik tentang Istri Siri. Lekas berupaya menghentikan obrolan.
"Hahhha… Nahh… Nahh…."
Raden Adipati Soeryo sendiri, sekedar bisa terkekeh lirih melihat bagaimana wajah tak sedap serta lirikan penuh maksud baru ditampilkan sahabatnya.
"Benar-benar…." gumam Kirana. Menggeleng tak habis pikir dengan kelakuan dua pembesar ini.
Itu seperti memang sudah kebiasaan bagi seorang Lelaki Jawa, khususnya yang memiliki kedudukan tinggi, memiliki banyak Istri. Jangankan pembesar, sedikit kaya saja, Tuan Tanah misalnya, akan memiliki kebiasaan sama.
Sementara itu, diatas panggung, bertahan menampilkan senyum simpul nan menawan, Hong Shiu Sang Pembawa acara, sempat menyapukan sorot mata sebelum akhirnya melanjutkan kalimat tadi sengaja ia jeda.
"Seperti telah banyak diketahui, juga tertulis pada undangan, agenda utama pesta malam ini, adalah Lelang!"
"Jadi, kami akan membuka dengan hal tersebut! Tiga barang Lelang, akan dibawa keatas panggung!"
Hong Shiu, memaparkan bahwa pembukaan acara, akan langsung pada Lelang. Meski itu sebatas tiga barang untuk awalan.
"Setelah Lelang pembuka awal, acara akan dilanjutkan dengan selingan kegiatan musik!"
Susunan acara, kembali dipaparkan Hong Shiu agar tiap undangan, dapat mengetahui rangkaian kegiatan pesta. Dimana tampak menjadikan acara Lelang sebagai kegiatan utama yang diselingi beberapa hiburan lain.
Meski sekedar penyampaian sederhana, namun Hong Shiu dengan paras serta pembawaan anggunnya, dapat mempertahankan suasana menjadi tak membosankan.
Menghibur tiap yang menatap kearahnya, dengan permainan kalimat serta pengaturan intonasi nada menyenangkan hinggap ditelinga. Begitu candu sekedar mendengar suara Hong Shiu.
Secara garis besar, Hong Shiu menyampaikan akan ada beberapa agenda ditengah Lelang. Selain musik, juga permainan sulap. Kemudian makan malam diadakan menjelang puncak Lelang yang menampilkan tiga barang utama paling unik.
"Jadi, begitu rangkaian acara akan berlangsung!" ucap Hong Shiu. Menutup pembukaan cukup panjang baru ia paparkan.
"Tak menunggu terlalu lama agar acara tak larut begitu malam, saya akan langsung pada kegiatan Lelang sesi pertama!"
Membuat gerak tanda tangan singkat seraya mempertahankan senyum simpul menawan, Hong Shiu mempersilahkan pekerja panggung, menaikkan barang Lelang pertama.
Barang Lelang sendiri, dibawa naik dalam posisi tertutup kain hitam. Tampak sengaja dilakukan untuk semakin menambah rasa penasaran peserta yang hadir.
Aksi yang nyatanya memang cukup sukses. Tiap pasang tatap mata, baik itu golongan Ningrat Priyayi ataupun Indo, bahkan Totok Belanda dimeja Willem, menampilkan sorot penuh minat. Penasaran dengan barang apa tersembunyi dibalik kain penutup hitam.
"Nahhh… Tuan-tuan sekalian, barang Lelang Pertama sesi awal, telah siap!" ucap Hong Shiu. Lihai semakin memainkan rasa penasaran tiap orang, dengan tak lekas membuka kain.
"Barang pertama ini, akan sedikit spesial! Karena bagaimanapun juga, memang digunakan sebagai pembuka paling awal!" lanjut Hong Shiu. Bertahan dengan senyum simpul menawan. Mengucap kalimat berintonasi nada lembut nan nyaman mendarat ditelinga tiap undangan sedang menatap antusias kearahnya.
"Dibawah langsung dari tanah kelahiran kami oleh para pedagang yang beberapa bulan lalu sempat berlabuh di pelabuhan Surabaya, benda pertama, merupakan peninggalan dinasti Tang!"
Kalimat pengenalan awal Hong Shiu, semakin memikat minat tiap undangan peserta agenda Lelang. Beberapa bahkan menampilkan wajah seolah ingin berteriak agar Hong Shiu, lekas saja membuka kain penutup hitam.
"Baiklah…. Ini dia…!"
Sempat seperti menikmati wajah penasaran seluruh sedang hadir diruangan, Hong Shiu mulai menyentuh kain penutup. Menarik kemudian pada detik berikutnya.
Berada dibalik kain hitam, ternyata adalah sebuah Guci antik tampak sangat indah. Memiliki ukiran khas Tionghoa.
Ukiran berbentuk hamparan bunga, dengan seekor Naga seperti sedang melilitkan tubuh panjangnya melingkar sisi-sisi Guci.
Perpaduan antara hamparan bunga yang menenangkan dengan ukiran Naga terlihat memiliki wajah gahar penuh d******i, membuat Guci berbahan dasar warna putih ini, benda Lelang pertama, tampil begitu unik. Sangat memanjakan mata.
Terlebih, corak ukiran bunga yang penuh warna, dan tubuh panjang naga bersisik hijau, seolah sangat pas saling melengkapi satu sama lain.
"Bagaimana? Hong Shiu ini tak menyampaikan kalimat kosong saat menyebut benda pertama sesi pembuka cukup spesial bukan?" tanya Hong Shiu. Memecah keheningan sempat terjadi dari tiap undangan hadir, terpesona oleh Guci antik diatas panggung.
"Guci antik berasal dari dinasti Tang, akan kami buka dengan harga pertama 100 Gulden!"
Melanjutkan, Hong Shiu selaku pemandu acara, langsung pada harga. Menyebut patokan awal ditentukan oleh Hong Kui bagi barang pertama yang ia jual di Toko Purnama.
"100 Gulden? Mahal sekali? Bahkan gaji guru itu adalah 30 Gulden!"
Salah satu pelajar HBS golongan Indo, menggumam kalimat. Mengeluhkan harga awal bagi barang Lelang pertama.
Hanya dari harga awal dipatok, persaingan memperebutkan Guci antik nan indah, tampak akan berada pada lingkup para pembesar saja. Entah itu sosok-sosok Bupati, atau golongan Totok berada di meja Willem.
Pelajar HBS serta tokoh-tokoh lain, terpaksa menarik diri kebelakang. Cukup tahu diri dengan kemampuan finansial masing-masing. Memposisikan diri sekedar sebagai peramai suasana. Menikmati sajian akan hadir dari perang harga antar pembesar.
"Kelipatan hanya boleh paling sedikit 5 Gulden! Silahkan menawar!" Hong Shiu. Secara resmi membuka Lelang.
"105 Gulden….!"
Suara pertama terdengar, dimana cukup mengejutkan tiap orang karena begitu antusias, berasal dari meja Kirana.
Raden Adipati Soeryo, Bupati Tuban. Melayangkan tawaran.