04 : Udah takdirnya menyatu

2485 Kata
Bebi sudah kembali ke rumahnya. Siapa lagi yang menyambutnya paling heboh kalau bukan si Mamih. "Amboi Bebinya Mami sudah pulang! Uh, capek Dek? Senang disana? Ada yang ganggu nggak? Makannya cocok gak? Bisa bobok enak?" Bebi melongo diberondong begitu banyak pertanyaan oleh Mami tersayang. Dia garuk-garuk kepala saking bingungnya akan menjawab pertanyaan yang mana dulu. "Loh, Dedek kok gak jawab pertanyaan Mami sih? Dedek marah sama Mami? Atau capek?" Mami memegang kening Si Bebi. "Mami, Bebi gapapa." "Trus jawaban pertanyaan Mami apa dong?" Yang mana? "Iya, Mih." Itu jawaban paling aman menurut Dedek emesh, tapi Mami justru sewot sendiri. "Apa?! Ada yang ganggu Dedek? Siapa? Siapa orangnya? Belum pernah digampar emak orang?!" sembur Mami galak. Begini-ini yang sering membuat Bebi was-was, Maminya terlalu ganas sih. Itu yang membuatnya selalu menyembunyikan kebejatan kelakuan teman-temannya saat mem-bully-nya. Dulu dia pernah sangat malu gegara Mami menghadap Pak Kepsek melaporkan cewek yang mencubit pipinya. Padahal cewek itu melakukannya karena gemas sama keimutan Bebi. Gara-gara kejadian itu Bebi semakin tersohor sebagai si anak mami dengan julukan 'Si Bayi'. "Gak ada! Gak ada, Mih. Mereka semua sayang Bebi kok," ucap Bebi segera. Sebelum ada korban. "Bener gak ada yang bikin Dedeknya Mami nangis?" selidik Mami. Bebi menggeleng. Ragu. Secara dia nangis, beberapa kali. Tapi gak mungkin dia lapor pada Maminya ada tante cantik yang sudah membuatnya nangis. Bebi gak rela Tante Chiki dilabrak Maminya. Gak tahu kenapa, Bebi suka banget sama Tante Chiki. Meski galak dia cantik, dan... pipi Bebi merona. Secara samar dia masih ingat kejadian malam yang panas itu. Kok enak ya guling-gulingan sama Tante Chiki? "Dedek jujur aja sama Mami. Siapa yang bikin Dedek nangis?" Bebi menatap horror Maminya. Astaga, kok Mami tahu dia bohong? Bebi tak sadar kalau dia tak bisa berbohong. Kalaupun terpaksa bohong pasti akan ketahuan. Kentara kok dari gerak-geriknya yang mendadak canggung. "Dedek nangis kan?!" Bebi mengangguk pelan. "Siapa yang bikin Dedek nangis?!!" sentak Mami gemas. Zaidan yang baru saja pulang kerja melirik malas kearah Mami dan adik bungsunya. Haishhh, drama queen sudah dimulai! "Mam, jangan berlebihan. Bebi itu lelaki. Jangan terlalu dilindungi! Lagipula Bebi, kamu itu lelaki! Jangan hanya menangis, tonjok saja yang mengerjaimu! Pecundang!" cemooh Zaidan gemas. Zaidan miris. Kapan adik bungsunya ini bisa dewasa? Selalu dilindungi dibawah ketiak Maminya membuat Bebi keenakan menjadi bayi! Kapan jadi lakinya? Jangan-jangan suatu saat kalau menikah, bukannya menggenjot lubang istrinya, dia malah minta nyusu ke istrinya seperti bayi! Oh andai Zaidan tahu. Adik kecilnya sudah melakukan itu semua. Nggenjot sudah, pintar lagi. Nyusu apalagi! "Abang diem deh. Bukannya membela Dedek, malah menghina Dedek!" dumel si Mami. Zaidan mengangkat bahu cuek. Unfaedah debat kusir sama Maminya yang kepala batu. Mending dia mencari Manda-nya yang menggemaskan. Baru beberapa jam tak bertemu, Zaidan sudah kangen. [ Author note: cerita Zaidan dan Manda akan dibikin plot khusus di cerita lain dengan judul 'Cinta Terlarang'] "Jawab Dek, siapa orang kurang ajar itu?! Biar Mami gampar mulutnya!" Mata Bebi berkaca-kaca, siap mengucurkan air matanya. "Mamiiiii...." hisaknya pelan. Zaidan yang baru melangkah menuju kamar Manda menyempatkan diri untuk menggoda Maminya. "Jadi Mami penyebab kamu menangis, Dek?" sindirnya sambil menahan tawa. Bebi mengangguk polos. Dia gak bohong, dia pernah menangis sekali saat di desa gegara kangen Maminya. "Tadi bukannya ada yang sesumbar mau gampar mulut orang yang membuatmu menangis, Dek?! Ohya, tadi Abang juga sudah mengajarimu untuk menonjok orang itu!" ucap Zaidan pura-pura serius sambil melirik Maminya sinis. "Diem, Bang!" bentak Mami galak. "Dedek kenapa nangis? Mami salah apa?" tanya Mami sedih. "Mami gak salah kok. Bebi nangis karena kangen Mami." Huaaaaa... meledaklah tangis haru Mami gegara dikangenin anak bontotnya. Dia memeluk erat Bebinya dan menumpahkan tangisnya di d**a bayinya yang jauh lebih tinggi dari dirinya. Semua anaknya memang jangkung-jangkung seperti bapaknya. Untung gak niru dirinya yang mungil dan montok. Kecuali Manda, perawakan gadis itu mirip dirinya. Mungil dan montok meski tak segendut dirinya. "Mami juga kangen Dedek, kalau gak ditahan Abang, Mami sudah pasti menyusul ke desa dan ikut menginap disana!" Andai saja itu terjadi, pasti tak ada kejadian raibnya keperjakaan Bebi. Yah memang sudah takdirnya, keperjakaan Dedek imut ini terengut lebih cepat dibanding si Abang yang masih perjaka tokcer. Mami mengamati sekujur tubuh anak kesayangannya. Apa Bebi masih utuh? Dia melakukannya secara lama, hingga Manda yang lewat menyindir Maminya. "Masih utuh, Mi? Komplit? Itung dulu bulu di hidung Dedek Mi, siapa tahu tercabut sebijih!" Manda ngikik mendengar candaannya sendiri hingga Mami meliriknya galak. "Beraninya kamu meledek Mami?! Awas habis ini kupangkas abis bulu jembutmu!" Brushhh! Susu kotak yang sedang diminum Manda jadi nyemprot keluar gegara ancaman sadis Maminya. "Mamihhh!" pekik Manda sebal. Gantian Mami yang tertawa ngikik kesenangan. Ih, keluarga mereka ini turunan kuntilanak kali.. ketawanya horor semua! "Mi, jangan dipangkas abis. Abang sukanya masih ada tapi yang tipis dan dibentuk lucu," timpal Zaidan. Mirip jalangkung, mendadak cowok jangkung itu muncul didekat Manda. "Mau Abang yang mencukurnya?" bisik Zaidan m***m. "Ish, Abang!" rajuk Manda manja. Tangannya terulur tuk mencubit pinggang abangnya, tapi keburu ditangkap Zaidan dan diselipkan di pinggang cowok ganteng itu. Jadi kini seakan Manda sedang memeluk abangnya. "Bang, lepasin!" ucap Manda dengan bibir mencebik. "Tidak. Ini hukuman kamu yang berniat mencubit Abang!" "Nyubitnya belum kelakon, tapi aku sudah dihukum. Ih, Abang curang!" Zaidan jadi gemas memperhatikan wajah Manda yang lagi merajuk manja itu. Apalagi saat melihat noda s**u di ujung bibir Manda. Dia tergelitik melakukan sesuatu. "Ck! Anak gadis kok jorok, ada noda s**u di bibirmu," cemooh Zaidan. "Mana?" Manda berniat mengelap bibirnya, tapi keduluan oleh Zaidan. Dan pria itu menghapus noda s**u di bibir Manda dengan lidahnya! Mata Manda membelalak lebar. Apa benar barusan Abang menjilat bibirnya? Dia tak bermimpi kan? "Manis," komentar Zaidan singkat seraya melepas tubuh adiknya. Apanya yang manis? Susunya atau bibir Manda? Pipi Manda merona merah. Untung saat itu perhatian Mami tertuju pada urusan t***k bengek si anak bontot. Setelah memastikan Dedek masih utuh, dia memeriksa bawaan si Dedek. Orangnya utuh, bawaannya utuh enggak ya? "Mami, Adek kok tiba-tiba pengin makan tante Chiki... eh, makan chiki. Boleh ya Mi? Beliin ya," celetuk Bebi saat Maminya asik bongkar-bongkar tasnya. Entah mengapa dia teringat Tante Chiki mulu, jadi pengen makan snack chiki untuk melampiaskannya. "Gak boleh, Dedek. Itu jajanan gak sehat, banyak micinnya! Kalau Dedek pengin nyamil ntar Mami bikinin combro kesukaanmu," sahut Mami sambil memisahkan baju kotor dan baju bersih yang dikeluarkan dari dalam tas bawaan Bebi. "Tapi, tapi, satu kali aja Mi, Dedek pengin banget makan chiki. Ya? Ya? Ya?" rengek Bebi manja. Mami gak sempat menanggapi rengekan maut anak kesayangannya. Ada sesuatu yang mencuri perhatiannya dari dalam tas Bebi. Map apa ini? Dia membuka map itu. Dan mata Mami nyaris melompat dari sarangnya saat menemukan selembar surat dan membacanya. "Abangggggg!! Lihat iniiii!! Siapa yang berani ngawinin adikmuuuu?!!" *** Ada sesuatu yang berkecamuk di batin Anto. Si bayi secara tak sengaja sudah meminum obat perangsang miliknya, setelah itu apa ada yang terjadi? Dia tak berani menanyakan pada bayi gede itu. Saat itu sempat si bayi datang terlambat, dia sudah was-was. Apa semalam Bebi ena-ena sama seseorang trus keciduk gitu? Tapi saat si bayi datang dengan wajah terlihat polos seperti biasanya, Anto jadi tenang. Aman, sepertinya si bayi gak ngapa-ngapain. Mungkin obat perangsang itu gak ngaruh buat anak mami akut semacam dia. Anto juga gak ambil pusing ketika Bebi gak masuk sekolah keesokan harinya. Halah, paling anak mami itu kecapekan. Nah kecurigaannya mulai muncul saat siangnya pulang sekolah dia dicegat seorang gadis manis. "Anto ya? Teman Bebi?" Astaga,cewek ini imut sekali. Cantik. Montok. Seksi. Darimana si bayi punya kenalan bening begini? Eh, kayak pernah lihat. "Kok bengong? Ohya aku Amanda, kakaknya Bebi." Anto menyambut uluran tangan Manda dengan mulut ternganga. Mau ngeces rasanya. Tahu si bayi punya kakak cewek bening kayak gini, pasti dia akan bersikap lebih baik pada anak mami itu. Lalu terdengar dengusan kasar seseorang. "Manda, to the point saja! Buat apa pakai acara kenalan dan pegangan tangan segala!" Apa dia malaikat elmaut? Gagah, ganteng, berkharisma, dengan tatapan mematikan! Pikir Anto saat memperhatikan sosok lelaki di balik bidadari yang tadi mengajaknya kenalan. Malaikat elmaut itu merangsek maju dan mencengkeram pergelangan tangan Anto supaya lepas dari genggaman si bidadari. Anto meringis kesakitan, apa malaikat elmaut itu sengaja menyakitinya? "Abang, jangan gitu ah! Lihat, Abang membuat dia ketakutan," tegur Manda lembut "Gak usah takut, Dek. Meski kelihatan kejam, Bang Zaidan baik kok. Dia itu abangnya Bebi." Spontan Anto membandingkan Bebi dengan kakak lakinya. Astaga, bedanya bagaikan bumi dan langit! Sama-sama ganteng sih, tapi kesannya amat berbeda! Bebi ibarat bayi malaikat, sedang kakaknya cocoknya menjadi malaikat elmaut. Kalau Bebi bayi anjing, kakaknya ini adalah singa jantan yang membuat keder orang di sekitarnya. "Heh, bukannya kamu yang berada di desa bersama Bebi?!" tanya Zaidan menginterograsi. Deg. Hati Anto mencelos seketika. Jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi! Mampus gue, batin Anto dalam hati. "I-iya Banggg. Ke-kenapa ya? Bebi masih se-segelan kan?" Anjrit! Buat apa dia menanyakan hal seperti ini?! Mencurigakan sekali! Zaidan langsung mencengkeram kerah baju seragam Anto. "Kamu pasti tahu sesuatu! Jangan-jangan kamu..." Anto menggelengkan kepalanya berkali-kali dengan wajah ketakutan. Manda jadi tak tega. "Sudahlah Bang! Lepasin dia! Gak mungkin kan dia yang merkosa Bebi!" Jiahhhhh! Merkosa?! Berarti Bebi diperkosa dan sekarang keluarganya menuntut balas?! OMG! "Bener, Bang! Gue gak ngapa-ngapain Bebi! Gue masih normal, Bang! Gak mau jeruk makan jeruk!" teriak Anto panik. Zaidan melepaskan cengkramannya lalu menepuk-nepuk bahu Anto. "Mungkin kamu tak melakukan apapun pada adik saya. Tapi saya yakin kamu tahu sesuatu berkaitan dengan itu!" tandas Zaidan. Insting pemburunya bisa merasakannya, ia yakin cowok didepannya terlibat dalam kasus ini entah dengan peran apa. Wajah Anto berubah pias, bola matanya berkeliaran kemana-mana asal tak memandang pria didepannya. "Dik, kamu tahu tentang cewek di desa yang jualan chiki? Bebi memanggilnya Tante Chiki," kata Manda ramah. Anto melongo seketika. Tante yang jualan chiki? Mana ada di desa terpencil itu?! Yang ada jualan getuk, dawet, serabi, pecel dan gorengan. Jangan-jangan Bebi melihat penampakan! Hiiihhh, masa Bebi diperkosa makhluk halus?! Anto bergidik ngeri. "Ampun Kak! Saya gak tau, sungguh!" Manda menghela napas panjang. Siapa sih perempuan misterius yang berjualan chiki ini? "Lalu apa kamu pernah melihat Bebi deket sama cewek saat di desa?" Anto menggeleng. Zaidan mendengus kasar, dia pun menarik tangan Manda meninggalkan sekolah Bebi. "Sudah aku bilang, sia-sia kita kemari. Anak-anak ingusan itu mana bisa diandalkan?! Kamu masih saja ngotot! Lebih baik kita menunggu info dari detektif yang kusewa," omel Zaidan pada adiknya. Manda manyun diomelin Zaidan. Tapi cuma sesaat sampai ia melihat tukang jual pentol didepan sekolah. "Abang, ada pentol legenda! Aih, Manda sudah lama gak makan pentol. Tunggu ya Bang, Manda antri beli pentol!" "Manda!!" Manda tak menggubris teriakan abangnya. Dia ikut mengantri bersama anak-anak SMA lainnya. Zaidan menghela napas panjang. Gadis d***o ini, dia pikir abangnya pengangguran apa diajak kesana-kemari. Kerjaan Zaidan di kantor masih menumpuk dan itu semua ditinggalkannya demi mengantar gadisnya. Sebab dia khawatir, Manda bakal disabotase cowok lain kalau tak diawasi dengan ketat. Zaidan itu tipe kakak yang amat protektif. Kelewatan malah hingga menjurus ke posesif akut! *** Ada yang mencarinya. Beberapa orang yang kini menunggunya di lobby kantor dengan wajah tegang. Apa mereka debitor? Chiqita merasa dia tak punya hutang, kartu kreditnya selalu dibayarnya tepat waktu. Saat pandangannya jatuh ke wajah polos yang asik bermain kipas angin mini, Chiqita bagai terkena serangan jantung. Bocah k****l gede! Buat apa dia kemari? Pakai bawa orang lagi! Chiqita bersembunyi di balik tiang dan mengamati orang-orang yang dibawa suami bayinya. Yang montok dan agak tua itu pasti maminya, gayanya sok protektif sekali terhadap si bocah k****l gede! Yang cewek itu kakaknya kali? Sepertinya umurnya tak beda jauh dengan suami bayinya. Nah yang terakhir.. Astaga! Bukannya dia Zaidan Oktavio? CEO muda yang baru dinobatkan jadi pengusaha tersukses tahun ini. Apa hubungannya dengan si bocah k****l gede?! Sepertinya urusannya dengan si bocah bakal berlanjut rusuh. Chiqita mengutuki nasib sialnya. Sementara itu si Mami sedang ngomel-ngomel karena tak sabar ingin menggampar cewek yang sudah merusak permata hatinya. "Lama banget sih orang itu? Mami sudah gak sabar pengin ngabisin dia!" gerutunya sambil memegang tas tangannya yang gembung dan berat. Maklum didalamnya ada ulek-ulek, tali, gunting, batu, dan kertas. Hehehe.. "Mami, paansi? Kita bicarakan baik-baik dong. Jangan main hakim dulu," tegur Manda menenangkan. "Lebih baik kita langsung ke jalur hukum saja. Kalau jalur damai tak bisa, kita langsung menyeret perempuan itu ke ranah hukum. Bebi masih dibawah umur, jadi posisi kita kuat," kata Zaidan dingin. Dia sudah biasa menjadi kepala keluarga sejak Papinya tinggal di Amerika untuk mengurus usaha mereka disana. "Tapi lihat, kita kayak dipermainkan Bang! Udah setengah jam kita disetrap disini, perempuan itu gak muncul-muncul juga! Kasihan si Dedek, mestinya sudah jamnya bobok siang," Mami mengelus rambut Bebi dengan penuh kasih sayang. Zaidan geleng-geleng kepala menyaksikan kelakuan ibu dan adiknya. Memang parah mereka! "Lima menit lagi dia tak muncul, aku akan menelpon pengacara dan kita tempuh jalur hukum! Tak ada kompromi!" ancam Zaidan. Begitu ancaman itu terucap terdengar dehaman suara serak-serak becek wanita. Mereka menoleh ke asal suara dan terpana. Astaga! Seksi amat cewek ini. Seksi dan cantik! Lihat payudaranya, seakan meluber kemana-mana saking montoknya. Manda segera menutup mata Zaidan. Dia tak rela abangnya menatap pemandangan asoy ini, gawat kalau Bang Zaidan tergiur! Si Mami yang sempat tertegun begitu tahu Manda menutup mata Zaidan jadi ikutan menutup mata Bebi. Tapi Bebi menepiskan tangan Maminya dan berteriak riang, "Tante Chiki!!" Apa?! Jadi cewek ini yang jualan chiki di desa dan sudah menperjakain si Dedek?! Semua terkejut, kecuali Zaidan yang telah memeriksa latar belakang Chiqita dan Bebi tentunya. Bebi ingin berlari mendekat pada Tante Chiki-nya tapi tangannya ditahan oleh Maminya. "Duduk, Dedek!" Terpaksa dia duduk kembali dengan wajah manyun. "Mbak, yang jualan chiki saat di desa?" tuding Manda pada Chiqita. Tepok jidat deh. Keluarga si bocah k****l gede ini kayaknya gesrek semua. Kecuali... Chiqita menatap Zaidan sambil tersenyum ramah. "Saya Chiqita, ada yang bisa saya bantu?" Dia mengulurkan tangan layaknya bertemu dengan partner bisnis. Zaidan hanya menatapnya dingin tanpa berniat membalas uluran tangan Chiqita. "Tak usah berbasa-basi lagi. Kita langsung saja ke pokok permasalahannya. Anda pasti tahu mengapa kami kemari!" Chiqita tersenyum kaku. Untung dia sudah terbiasa di dunia bisnis, dengan cepat dia bisa menguasai dirinya. "Baik. Saya mengerti maksud anda. Apa semua ini tak berlebihan? Adik anda itu lelaki. Saya rasa tak masalah kan lelaki nakal sesekali. Kami melakukannya tanpa paksaan dan sepakat menganggap hal ini sudah selesai dengan baik dan tak akan berulang lagi. Jujur saja memang kami telah melakukan satu kesalahan. Untung kami berdua sudah menyadari dan menyelesaikannya dengan baik. Betul kan Dedi?" tanya Chiqita sambil tersenyum manis pada Bebi. Dengan polosnya Bebi mengangguk. "Namanya Bebi, bukan Dedi. Nona Chiqita, bagaimana Anda lupa nama suami sendiri?! Ah bukan nona... Nyonya Chiqita kan? Atau Nyonya Bebi Oktavio?" sindir Zaidan dingin. Chiqita terpaku di tempat duduknya. Ternyata mereka sudah tahu perihal pernikahan daruratnya dengan si bocah k****l gede! Chiqita tak bisa berkutik. Padahal dia sudah berusaha menghindar, tapi mengapa mereka harus dipertemukan seperti ini? Apa sudah takdirnya menyatu dengan bocah ini? Sial! Sial! Sial! Bagaimana kehidupannya nantinya bersama suami bayinya dan keluarganya yang suka turut campur ini? Aarghhhh!! Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN