"Kenapa?" tanyaku pada Dilla yang dari tadi menatapku dengan tatapan nanar. "Jangan pernah berubah, Ian... " cicit perempuan itu pelan. Aku mengernyit. “Aku enggak berubah." "Aku masih kepikiran beberapa hari yang lalu kamu bentak aku, bahkan di depan Seruni." "Sorry, waktu itu aku lagi badmood." "Apa karena Vania?" Aku berdehem. Memang perempuan itu lah penyebabnya, hanya karena layar ponsel perempuan itu menunjukkan nama seorang lelaki yang sedang meneleponnya. Ada perasaan kesal ketika mendapati Vania telah bersama dengan lelaki lain. Sedangkan aku, hingga saat ini masih tidak mampu menemukan seorang perempuan pengganti dirinya. Aku yang selalu saja membandingkan perempuan mana pun dengan Vania. Aku juga pernah membandingkan Riska dengan Vania. Riska memang cantik sekali, tapi dia