Dua puluh tujuh

1908 Kata

Benar kata Seruni, hampir setiap harinya Rayyan tak henti-hentinya meminta maaf dan mendekatiku dengan berbagai macam cara. Aku sudah memaafkannya, namun bukan berarti melupakan segala hal yang pernah ditorehkannya padaku. Tidak ada dendam. Hanya saja, aku memang butuh waktu untuk bisa bersikap biasa saja kepadanya. Aku sedang asik membaca sebuah n****+ di kamar, ketika pintu kamarku diketuk. Ada Kak Leo yang menghampiriku dengan masih menggunakan setelan kerjanya. Mungkin dia pulang dari kantor, langsung datang ke sini. "Mau ngobrol-ngobrol sama kamu, Van. Ada waktu?" tanya Kak Leo. "Boleh." "Ya udah, ngobrolnya di teras depan rumah aja, ya?" “Oke.” Aku berbalik badan dan meletakkan novelku di atas kasur, lalu mengikuti langkah kaki Kak Leo menuruni anak tangga. "Tumben ke sini d

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN