Your Wife 19

779 Kata
“Baiklah,,, kamu menang Rangga, tapi lakukan dengan pelan,” Aira menyerah, melepas pennis Rangga yang masih menancap kemudian mengambil posisi menunging sambil memeluk bantal. Tampak pennis Rangga begitu mengkilat, entah oleh sperrmanya tadi ataukah oleh cairan vaggina Aira yang kembali basah.   Sekali lagi Rangga meremasi panttat besar Aira, dengan posisi itu vaggina dan annus Aira terpampang jelas, begitu pasrah bersiap menerima tusukan pennis pertama yang sama sekali tidak pernah dilakukannya, terbayangkanpun tidak.   Setelah mengambil posisi diantara kaki Aira yang tertekuk, Rangga mencoba menusuk-nusuk lubang yang telah basah oleh liurnya. Dan memang kepala pennisnya terlalu besar untuk lubang imut itu. Berkali-kali helm besar itu meleset ke atas dan sesekali terpleset ke vaggina Aira, membuat bibir wanita itu mendesis.   “Sepertinya memang tidak bisa, sayang, dan mungkin aku akan melakukannya lain kali,” ucap Rangga yang menyerah dan kemudian menusukkan batangnya ke kemalluan Aira.   Aira menggeram tertahan, mendapati selangkannganya ditusuk dengan tiba-tiba. “yaaa,yaa, teruusss,, kurasaaa iniii lebih baiiieek,” rintih Aira mengimbangi sodokan-sodokan keras dari Rangga.   Dengan erat kedua lengan kekar itu memegangi pinggul Aira, untuk memantapkan serangannya, kamar gelap yang tadi senyap kini kembali riuh oleh gemuruh birrahi. Masing-masing ingin menunjukkan kelihaian dalam memuaskan lawan mainnya. Aira berusaha mengejang untuk mempererat cengkraman otot vagginanya, dan itu cukup membuahkan hasil, Rangga berkali-kali mendengus garang ketika pennisnya tertahan cukup lama didalam lubang sempit itu, menikmati gerakan otot kelamin Aira yang mengempot. Aira tersenyum puas oleh usahanya.   Namun ketika Rangga tiba-tiba menghentak keras jauh kedalam kemalluannya pekiknya terlontar. Dinding rahimnya tak pernah mampu membungkam hentakan nikmat batang yang terus menggedor ganas. Ranjang kayu dengan per busa yang tak lagi kencang terus menghantam tembok kamar. Membuat suara semakin gaduh. Aira mengangkat paha kanannya, memperlebar akses bagi batang itu untuk bergerak lebih bebas.   “Adduuuuhhh,,, duhh,,Gaa,,,Ranggaaa,,, masukiiin semuaaa,,, biar kutelaaann smuaaa,,,” jeritan birrahi Aira begitu nyaring membuat Lik Marni yang ada didapur geleng-geleng kepala, meski telah terbiasa dengan ulah tamu-tamunya, tapi tak ada yang seganas mereka berdua.Tubuh Aira tak mampu menahan hentakan pinggul Rangga yang menggilaaa, membuat pipi mulusnya menempel kedinding, kedua tangannya mencoba menahan di tembok kamar. Meski demikian pinggulnya masih memberikan perlawanan, bergoyang mengikuti hentakan yang membabi buta.   “Aarrrgghhh,,, Gaaa,,, keluaaarrr,,, Aiieeraaa sampaaaii Gaa,,”   “Aaahhm,, aahh,,, yang dalaaaamm,, daalaaam,,” Aira tak lagi peduli dengan jeritannya yang memekik nyaring. Orggasmenya begitu dahsyat saat Rangga memaksakan pennis yang terlalu panjang itu berhasil masuk sepenuhnya ke dalam lorong kemalluannya. Tangan Rangga berusaha menahan pinggul Aira yang berkelojotan, dengan punggung melengkung naik turun seiring orggasme yang perlahan mulai menyurut. Sudut matanya melirik Rangga yang berusaha mengatur napasnya dengan senyum tersungging.   Keegoan Rangga sebagai seorang lelaki melonjak saat melihat orggasme gilaaa yang dialami Aira. Bertambah satu lagi wanita yang mengakui kehebatan barang pusaka miliknya. Terdampar di pantai orggasme, melenguh bersahutan bagai ombak yang datang silih berganti. Kini, lagi-lagi Rangga memeluk tubuh montok yang tertelungkup kehabisan tenaga.   “Ga,,lakukanlah semua yang kau inginkan pada tubuhku, tapi beri aku waktu beberapa menit,” kata Aira tersengal-sengal.   Wajah wanita cantik berkacamata yang kini bermandikan keringat itu memberikan pemandangan yang begitu indah.   “Mungkin aku akan membobol annusmu lain kali, dan hingga sampai waktunya tak ada seorangpun yang boleh menjamah lubang itu, dan sekrang berbaliklah,” bisik Rangga dengan lidah menjilati kuping Aira.Aira bingung dengan apa yang akan dilakukan Rangga pada dirinya. Dengan penuh nafsu Rangga mengangkangi payyudara Aira yang terbaring pasrah.   Kini tampak dengan jelas di depan mata Aira bagaimana bentuk dari batang yang telah memberikannya orggasme yang begitu dahsyat. Tepat di depan hidungnya, Rangga mengocok batang raksasa yang menampakkan urat-urat yang mengelilingi, membuat daging besar itu semakin sangar.   Entah dorongan dari mana Aira membuka bibirnya menawarkan batang itu untuk bertandang ke dalam mulutnya. Padahal Aira selalu menolak melakukan itu saat suaminya meminta dan memohon. Rezeki tak boleh ditolak, dengan cepat batang itu memenuhi rongga mulutnya, terkadang lidah Aira menyedot batang itu dengan kuat berharap batang itu menghilangkan dahaganya dengan sperrma cinta.   Sekelebat Aira teringat kesehariannya yang bekerja sebagai seorang guru, seorang guru cantik yang menjadi idola di sekolah. Namun kini terbaring pasrah dengan mulut penuh dijejali pennis seorang pria yang bukan suaminya. Namun dalam setiap geraknya Aira justru ingin memastikan bahwa semua yang dilakukannya itu benar-benar nyata, bukan sekedar mimpi. Dengan jemarinya sesekali Aira menarik pennis itu keluar dan memainkan di wajahnya yang mulus, menyusuri hidung dan telinganya.   Sementara lidahnya menjilati kantung testis yang meggantung. Aira sangat sadar dengan apa yang dilakukannya, hatinya ingin mendobrak kungkungan moral dan hukum yang selama ini membelenggu. Berbagai kejadian yang dialaminya selama mengajar disekolah silih berganti hadir dipelupuknya, bagaimana mata para siswa cowok memandangi belahan roknya dengan sangat liar, terkadang Aira merasa risih ketika beberapa muridnya sengaja menundukkan badan untuk mengambil barang yang sengaja mereka jatuhkan.   ***Bersambung...  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN