Pangeran terdiam. Sementara Se Hwa masih menatapnya menunggu jawaban. Pria itu pun mengalihkan pandangan dan menatap hamparan sakura.
"I-iya," jawabnya. "Siluman rubah itu mencakar d**a ayahmu hingga meninggal."
Se Hwa masih menatap pangeran. Ada keraguan yang menyusup dalam dadanya setelah mendengar perkataan pangeran tadi. Dia bermaksud mendesak pria itu, tapi pangeran malah menjauhinya.
"Apa kau ingin di sini sampai malam? Aku harus kembali ke istana. Akan kuminta Min Ju menjemputmu."
Se Hwa mengangguk. Dia pun mengabaikan kepergian pangeran. Baginya sekarang, pria itu hanya laki-laki pengecut yang tidak berani berkata jujur. Pangeran pasti berbohong dan dia yakin akan hal itu.
Pangeran menuruni anak tangga dengan tergesa. Dia tak menyangka kalau Se Hwa akan menanyakan hal seperti itu. Bayangan kejadian malam itu bergulir di ingatannya.
Jeong Guk dan Jung Jiang datang bersama-sama. Semua rencana pangeran dan Jung Jiang berjalan lancar pada awalnya. Lalu, dengan kekuatannya, Jung Jiang memanggil seluruh ular yang ada di kawasan daerah itu. Mereka masuk ke kamar-kamar pelayan hampir bersamaan. Tak ada satu pun yang dibiarkan lolos. Satu per satu jerit kesakitan terdengar, lalu mereka meregang nyawa.
"Apa yang kau lakukan, Jung Jiang?!"
Protes Jeong Guk menjadi awal bencana. Pangeran yang sudah menyiapkan pasukan menanti dengan sabar sampai Jung Jiang dan Jeong Guk bertengkar. Barulah dia akan menyerang Jeong Guk.
Tepat seperti skenario yang telah disiapkan, dua orang itu bertengkar hebat. Mereka adu mulut sama-sama mempertahankan pendapat. Jung Jiang berkata tindakannya membunuh semua orang telah benar karena Se Hwa telah mengkhianati sang penguasa gunung. Sementara Jeong Guk menganggap itu kesalahan karena Se Hwa belum terbukti mengkhianati. Se Hwa pasti akan kembali kepadanya.
Mereka tengah terjebak dalam pertengkaran ketika pangeran berteriak. "Serang!"
Jeong Guk yang menyadari adanya serangan ratusan anak panah, segera mendorong Jung Jiang ke belakang punggungnya. Dia ingin melindungi laki-laki itu. Namun, Jung Jiang tak melewatkan kesempatan. Dia menggigit Jeong Guk dan menancapkan bisa ular di tubuh sang rubah.
Jeong Guk terkesiap. Merasa dikhianati, dia berubah wujud jadi siluman yang sangat garang. Perlahan racun ular mencoba melumpuhkannya, tapi Jeong Guk tetap kokoh berdiri.
Serangan panah terus brdatangan dari berbagai penjuru. Pangeran menyaksikan bagaimana rubah itu mencoba untuk bertahan. Jung Jiang hendak melarikan diri, tapi Jeong Guk berhasil menangkapnya. Rubah itu mencekik leher Jung Jiang hingga napasnya tersengal dan hampir mati.
Siluman ular itu berhasil diselamatkan setelah pangeran memerintahkan pasukan pedang dan tombak menyerang. Barisan pasukan itu dipimpin oleh Tuang Hwang.
Pertarungan itu tak seimbang. Sebuah anak panah melesat dan mengenai punggung Jeong Guk. Iblis itu kian marah. Emosinya meluap, kesabarannya sirna. Dia kembali bertransformasi memunculkan sosok aslinya.
Sembilan ekornya menyembul keluar dan menyala-nyala kemerahan. Dia tak lagi berwujud manusia. Melainkan telah menjadi gumiho seutuhnya. Taringnya menetesakan liur dan tampak begitu mengerikan.
"Potong ekornya!" Teriakan Jung Jiang membuat iblis itu menoleh.
Jeong Guk menyabetkan cakarnya untuk menyerang Jung Jiang, tapi dengan liciknya pria itu mengendalikan Tuan Huang dan melemparkannya ke udara untuk menjadi tameng. Sabetan cakar Jeong Guk secara otomatis mengenai pria itu.
Pangeran terperanjat. "Jung Jiang! Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau membunuh Tuan Hwang?!"
Bukannya menjawab, Jung Jiang malah tertawa. Pria itu ingin menghilang dari sana, tapi sebelum dia melesat Jeong Guk mengubah arus anak panah yang menyerangnya jadi mengenai siluman ular itu. Jung Jiang pun lenyap bersama beberapa anak panah yang menancap di tubuhnya.
Pangeran terkejut. Seluruh pasukannya kocar-kacir. Jerit kematian terdengar di berbagai penjuru. Pasukan panah yang bersembunyi menggelepar di tempat persembunyiannya. Beberapa berguling di atas atap, lalu jatuh ke tanah dalam kondisi tak bernyawa. Tuan Hwang menggelepar meregang nyawa dengan luka robek menganga di dadanya.
Sabetan cakar Jeong Guk membekas di mana-mana, meluluh lantakkan tempat itu. Pasukan yang mengepung Jeong Guk makin lama makin sedikit. Mereka telah mati sia-sia sebab tak ada lagi yang bisa menggoreskan luka di tubuh rubah itu.
Lalu, tinggalah pangeran seorang diri. Dia mencoba mencari celah untuk bisa melarikan diri dari sana, tapi mata Jeong Guk yang menyala dalam kemarahannya mengunci pergerakan pangeran. Tiba-tiba saja pria itu melesat cepat ke arahnya, berubah kembali jadi manusia. Kuku-kuku panjang Jeong Guk menekan pangeran membuat pria itu kesulitan untuk bernapas.
Ketika pangeran sudah hampir kehilangan nyawa, saat itulah Se Hwa datang seperti penyelamat.
"Ayah!" Jeritan wanita itu membuat Jeong Guk menoleh. Cekikannya mengendor.
"Se Hwa ...." Iblis itu bergumam. Saat itulah pangeran tahu bahwa ada ikatan cinta di antara keduanya.
Jika iblis itu tak mencintai Se Hwa, dia tak mungkin meredam emosinya dan kehilangan pertahanan dirinya yang sangat kuat. Tenaga iblis itu seakan menguap sirna. Pangeran tahu itulah kesempatannya untuk membunuh sang iblis.
Satu anak panah melesat ke arah Jeong Guk. Iblis itu tak melakukan perlawanan. Dia menerima serangan Se Hwa. Air matanya menetes, tapi mungkin Se Hwa tak mengetahuinya.
Tubuh pangeran terlepas dari cekikannya, lalu jatuh ke tanah. Pangeran diam-diam memperhatikan interaksi dua orang itu. Ada rasa sakit yang mengusup dalam dadanya saat melihat bagaimana Se Hwa yang terlihat tengah berperang dengan cinta dalam dirinya.
Anak panah kembali melesat menembus tubuh iblis itu. Entah apa Se Hwa bisa melihatnya atau tidak, tapi tatapan mata iblis itu menyiratkan luka dan kecewa yang begitu dalam. Dua insan itu sama-sama terluka. Jeong Guk masih menitikkan air matanya.
Langit mendadak bergemuruh, mendung bergulung-gulung di angkasa. Pangeran makin muak melihat Se Hwa dan Jeong Guk. Lagipula jika iblis itu mati, maka tak akan adalagi yang bisa menghalangi cintanya kepada Se Hwa.
Pangeran pun mengambil pedang milik prajurit yang tergeletak di dekatnya, lalu dengan serta merta menusuk Jeong Guk. Iblis itu tersungkur dan hampir jatuh. Pangeran mencabut pedangnya, lalu menusuknya sekali lagi. Sementara Se Hwa kembali melepaskan anak panah dan mengenai iblis itu. Jeong Guk sudah hampir mati, tapi seseorang berpakaian pendeta membawanya mengilang dari sana.
"Ayah!" Se Hwa menjerit, lalu mendekati ayahnya dan memeluk tubuh tak bernyawa itu.
Petir menggelegar, hujan deras pun turun mengguyur Joseon. Malam itu akan jadi malam yang tak pernah dilupakan oleh pangeran dan Se Hwa. Itu adalah malam naas dimana Se Hwa kehilangan ayah dan semua orang yang ada di kediaman keluarga Hwang. Malam itu juga adalah malam di mana pangeran telah menjadi pecundang, baik ketika ingin menangkap siluman itu maupun ketika berusaha mendapatkan simpati Se Hwa.
Malam itu malam di mana pangeran mengetahui bahwa cinta wanita itu tak lagi untuknya, tapi untuk Jeong Guk si siluman rubah, lalu karenanya pangeran bersumpah kepada dirinya sendiri bahwa dia pasti melenyapkan rubah itu bagaimanapun caranya, dan menjadikan Se Hwa sebagai selirnya. Kini, kedua sumpah itu telah terpenuhi, dia sangat bahagia.